Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"perdata", pidana atau perdata "perdata", pidana atau perdata

Kapal tanker "bumeugah" milik pt perdata laot, dituduh berlayar tanpa izin & diduga membawa barang selundupan. dibalik kasus itu ada perselisihan antara dir. noernikmat dengan presdir john sanova.

5 September 1987 | 00.00 WIB

"perdata", pidana atau perdata  "perdata", pidana atau perdata
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BELUM lapor, Bumeugah angkat jangkar, dan tahu-tahu sudah berlayar sejauh 45 mil dari pantai. Padahal, kapal tanker itu baru tujuh jam, sejak kedatangannya pukul 04.00 (WIB) tepat di hari peringatan kemerdekaan kemarin, di pelabuhan Belawan. "Anda harus kembali kemari," seru syahbandar pelabuhan Belawan, Iskandar B. Ilahude, melalui radio pantai. Tetapi Nakoda Jhoni Noru terus saja mengarahkan kemudi ke Teluk Semangka di Lampung, sesuai dengan perintah bosnya dari Jakarta. Syahbandar Belawan lalu menelegram rekannya di Tanjungbalai, Teluk Semangka, dan Tanjungpriok, disertai berita bahwa Bumeugah harus dicegat karena diduga memuat barang selundupan dari Malaysia. Sumber berita itu, tak lain, salah seorang direktur Perdata Laot di Medan, perusahaan yang mengoperasikan Bumeugah, itu sendiri. Bumeugah memang baru pulang dari Pasir Gudang, Malaysia, sehabis mengirim minyak kelapa sawit (CPO). Menurut syahbandar pelabuhan Panjang di Teluk Semangka, Sahwan Hamid, nakoda Bumeugah akan diperiksa terutama untuk menetapkan apakah memang terjadi pelanggaran pelayaran atau tidak. Juga mengenai dugaan adanya muatan gelap seperti berita telegram. Kalau benar, urusan perdata ini bisa jadi perkara pidana. Di balik terjeratnya Bumeugah rupanya ada cerita menarik. Sudah dua bulan, menurut Direktur Perdata Laot di Medan, H.M. Noernikmat, kapal itu dioperasikan untuk mengangkut CPO dari Belawan ke Malaysia. Padahal, kapal itu sebenarnya -- seperti kapal-kapal Perdata Laot lainnya -- sejak 1982 sudah dipakai Pertamina, sehingga untuk mengangkut CPO harus seizin Pertamina. Bahkan presiden direktur Perdata Laot yang masih berusia 29 tahun, H.M. John Sanova, itu awal Agustus lalu menandatangani kontrak-sewa Bumeugah dengan Pertamina sebesar US$ 120.909. Sehingga Bumeugah mesti segera diluncurkan dari Malaysia ke Teluk Semangka. Tapi, nah, ini anehnya. Kapal berbobot mati 4.760 ton itu tiba-tiba muncul di Belawan. Itulah sebabnya, Sanova memerintahkan nakoda membawa Bumeugah ke Teluk Semangka. Tapi mengapa harus mengangkat sauh dari Belawan tanpa izin syahbandar? Sanova menganggap hal itu tak bisa dipandang sebagai kesalahan. Sebab "Kapal itu memang sampai di Belawan, tetapi belum sempat lapor," katanya. Yang bikin dongkol Sanova justru munculnya pemberitahuan Noernikmat bahwa kapal itu diduga membawa barang selundupan. Padahal, menurut versinya, justru atas prakarsa Noernikmat-lah Bumeugah ke Belawan untuk mengangkut 500 ton CPO lagi ke Malaysia. Perbedaan pendapat antara Noernikmat dan Sanova (yang bersama saudara-saudaranya memegang 35,5% saham Perdata Laot) semakin terbuka. Mulainya sejak akhir Desember 1986, dan semakin tajam menjelang rapat pemegang saham minggu ini, karena penyertaan modal Bapindo (29%) di sana -- yang hampir berumur lima tahun sudah mulai boleh dibicarakan untuk diambil alih pihak lain. "Bagai film Return to Eden, John Sanova ingin menguasai perusahaan," ucap Noernikmat. Sanova berpendapat lain. Karena bibit perselisihan mulai tumbuh, katanya, ia tak berminat lagi membeli saham Bapindo itu, bila akhir proporsi sahamnya dan Noernikmat jadi 50: 50. Dia malah mempersilakan Noernikmat saja yang membeli semua saham. Yang ditawari ogah. Kalau sebaliknya: Noernikmat mau menjual seluruh sahamnya? Sanova mau-mau saja. Harga memang harus disepakati -- kecuali saham Bapindo yang sudah jelas patokan harganya. "Sekarang tinggal negosiasi soal harga saja," kata Direktur Utama Bapindo, Subekti Ismaun, tanpa ingin memihak. Apalagi kedua orang yang berselisih itu sebenarnya sudah seperti saudara saja. Perdata Laot didirikan, 1972, oleh ayah Sanova dan Noernikmat -- John Sanova bersaudara mewarisi saham ayahnya yang meninggal 1976. Mulai dengan delapan tongkang dan tug boat, Perdata Laot menambah 10 kapal, berkat bantuan Bapindo pada 1982. Antara lain, Bumeugah itulah yang dibeli dari Jepang. Perdata Laot terus berkembang, kini 20 kapal tanker, dan semuanya sering dikontrak Pertamina. Sebelumnya, kewajibannya kepada Bapindo dinilai lumayan. Baru belakangan, kata Subekti, perusahaan itu ada gejala terlambat membayar utangnya yang masih sekitar Rp 4 milyar. Tapi bank pembangunan itu masih menaruh kepercayaan, karena kapal-kapalnya tidak ada yang 'nganggur. Soal silang pendapat antara Noernikmat dan Sanova, menurut Subekti, tentu tidak ada lagi bila saham sudah dimiliki satu pihak. Mungkin, Sanova yang masih muda itu akan berhasil membawa Perdata Laot. Noernikmat tampaknya sudah rela. "Saya tak mau ribut dengan John. Dia itu seperti anak saya," katanya. Jangan sampai lego jangkar. Suharojo Hs. Laporan Sidartha Pratidina & Monaris Simangunsong (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus