TIDAK boleh dibilang orang Korea suka bikin ribut di dunia usaha Indonesia. Tapi, setelah peristiwa pukul-memukul di perusahaan sepatu PMA Korea, Eagle, memang terjadi keonaran di PMA Korea yang lain, PT Korindo Group. Bedanya, perusahaan yang bergerak di bidang kayu lapis ini rusuh bukan karena protes buruh, tapi disebabkan perselisihan yang terjadi di antara pemegang saham Korea sendiri. Akibatnya, selain pabriknya dikunci selama sehari oleh Depnaker, izin kerja empat direkturnya dicabut. Kasus ini sebenarnya tidak akan muncul kalau saja Seung Chang Ho, Direktur Utama Korindo berkebangsaan Korea Selatan tidak meninggal dunia tahun lalu. Sebelum meninggal, Seung konon masih sempat membuat akta waris untuk istrinya, Seung Hyun Sook. Tapi, rupanya, sang mertua tidak suka perusahaan itu dikuasai menantunya. Maklum, sebagai perusahaan milik keluarga, sang mertua pun berdiri sebagai salah seorang pemegang saham di Korindo. Tidak begitu jelas berapa persen saham yang dimiliki oleh kedua pihak yang bersengketa. Yang pasti, jumlahnya mencapai 80%, karena sisanya dikuasai oleh mitra lokal. Dan masing-masing, baik mertua maupun menantu, merasa paling berhak atas Korindo. Itulah sebabnya, begitu Seung Chang Ho meninggal, istrinya langsung mengadakan rapat direksi. Hasilnya, mengangkat Kim Jae Yu, salah seorang direktur Korindo yang juga pemegang saham, sebagai direktur utama. Belum setahun Kim Jae Yu duduk tenang di kursinya, aral Juni lalu kelompok pemegang saham Korea lainnya, yang dimotori "Mertua Group", mengangkat Iskandar Jr. (yang ini orang Indonesia) sebagai direktur utama tandingan. Selain itu, mereka juga mengirimkan surat permohonan kepada BKPM, agar Kim Jae Yu, Nyonya Hyun Sook, beserta dua direktur lainnya, yang juga pemegang saham, dicabut izin kerjanya. Alasannya gampang saja: sebagai tenaga ahli asing mereka tidak lagi dibutuhkan. Nah, karena alasan tenaga asing itulah, awal Agustus lalu akhirnya BKPM mengabulkan permohonan tersebut. Tapi siapa orangnya yang mau meninggalkan harta dan jabatan yang sudah di tangan? Maka, keempat orang itu pun nekat, tidak menghiraukan keputusan BKPM dengan cara terus bekerja seperti biasa. Sementara itu, untuk mengatasi munculnya direktur utama baru, dengan berbekal surat warisan dari mendiang suaminya, Nyonya Hyun Sook maju ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Upaya Hyun Sook kandas. BKPM tetap pada keputusannya. Ini terlihat dari munculnya surat pencabutan izin kerja yang kedua, sebagai penegasan. "Keputusan itu tidak beralasan, karena diusulkan oleh pihak lawan," kata Kim Jae Yu, mencoba membantah, pekan lalu. Karena adanya adu direktur utama di Korindo, suasana pabrik menjadi hangat. Dan saking hangatnya, sampai-sampai terjadi baku hantam antara manajer Korea dari pihak Hyun Sook dan anak buah dari pihak Iskandar Jr. Tidak jelas siapa yang menjadi pemenang dalam perkelahian itu, sebab baik pihak Iskandar maupun pihak Hyun Sook tidak bersedia memberikan keterangan. "Tanya saja, deh, sama Pak Domo, sebab beliau yang menangani," kata Iskandar. Tapi Menteri Sudomo menyatakan, "Pihak Indonesia tidak ada urusan, sahamnya hanya 20%, dan yang ribut itu adalah sesama pemegang saham Korea, yang penting pabnk tetap Jalan, dan karyawan tetap bekerja." Depnaker tampaknya menganggap "Mertua Group" yang benar. Buktinya, pekan lalu, keputusan BKPM mengenai pencabutan izin kerja empat tenaga asing di Korindo itu diperkuat. Selain itu, untuk mencegah aktivitas Hyun Sook cs., Depnaker juga menempatkan dua orang pengawas dan tiga orang satpam untuk menjaga kelangsungan hidup Korindo beserta 5.000 karyawannya. Sayang, memang, kalau Korindo sampai terguncang. Dikabarkan, ekspor kayu lapisnya bisa mencapai US$ 100 juta setahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini