Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

28 Negara Minta Bantuan IMF, Bank Indonesia Ungkap Kondisi Ekonomi Dunia Terkini

Bank Indonesia (BI) menyampaikan sebanyak 28 negara telah mengajukan permintaan bantuan keuangan IMF.

21 Oktober 2022 | 14.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karyawan melintas di area perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2022. Menurut pengamatan bank sentral, inflasi pada tahun 2022 akan berada di kisaran 4,2 persen yoy. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyampaikan sebanyak 28 negara telah mengajukan permintaan bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).

"Ini merupakan informasi di dalam pertemuan tahunan IMF yang baru saja selesai di Washington D.C, Amerika Serikat," ucap Destry dalam Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan No.39 September 2022 yang dipantau secara virtual di Jakarta, Jumat 21 Oktober 2022. 

Pengajuan bantuan keuangan tersebut seiring dengan fenomena terjadinya perlambatan ekonomi secara global dan bahkan diperkirakan terjadi resesi ringan di tahun 2023.

Ia mengungkapkan dunia saat ini menghadapi suatu ketidakpastian yang sangat tinggi atau biasa disebut VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity), yang tentunya akan menyebabkan tekanan tidak hanya pada negara maju tetapi negara berkembang.

Bahkan jika dilihat lebih lanjut episentrum dari terjadinya gejolak VUCA saat ini adalah di negara maju, seperti di Amerika Serikat dimana mereka menghadapi tekanan inflasi yang tinggi dan kemudian direspons dengan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga acuan yang sangat agresif.

Langkah moneter tersebut pada akhirnya memberikan tekanan, bukan hanya untuk Amerika, tetapi juga untuk negara maju di sekitarnya dan negara-negara pasar berkembang seperti Indonesia.

Menurut Destry, kondisi ketidakpastian tersebut kemudian makin diperparah dengan meningkatnya tensi geopolitik yang akhirnya menyebabkan perang antara Rusia dengan Ukraina.

"Lalu ada juga fenomena heatwave di berbagai negara, kebijakan proteksionisme masing-masing negara, dan tambahan adanya kebijakan Zero-COVID di Tiongkok yang akhirnya membuat ekonomi negeri itu juga tertahan pertumbuhannya," tuturnya.

Dia menuturkan Indonesia harus tetap mewaspadai beragam tekanan global yang sedang terjadi dan tetap berhati-hati.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ali Akhmad Noor Hidayat

Ali Akhmad Noor Hidayat

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus