ADA yang baru lagi dari Bursa Efek Jakarta (BEJ). Di pasar yang belum terlalu tambun ini mulai muncul angka-angka indeks yang dibikin swasta. PT Jardine Fleming Nusantara (JFN) mengawalinya Oktober lalu. Lalu ada Indeks BCA, yang muncul tiap hari di koran Bisnis Indonesia, mulai Senin pekan ini. Untuk sebuah bursa saham, indeks memang perlu. Tengok saja bursa New York yang tak lepas dari Dow Jones, dan Bursa Tokyo dengan indeks Nikkei. Indeks dibuat untuk memudahkan orang melihat kecenderungan harga di bursa. Harga-harga di pasar dimunculkan dalam bentuk angka sederhana yang mudah dibaca. Jika indeks hari ini lebih rendah dibandingkan dengan kemarin, misalnya, artinya ada kecenderungan penurunan harga. BEJ sendiri sudah cukup lama mengenal indeks, yang selama ini dikenal sebagai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG menggunakan patokan harga saham pada tanggal 10 Agustus 1982 -- saat mulai digunakannya indeks ini. Pas tanggal itu pula ditetapkan IHSG adalah 100. Sedangkan untuk saham baru, harga perdananyalah yang menjadi pedoman. Namun, sering dianggap bahwa IHSG kurang pas. Maklum, IHSG memasukkan semua saham yang tercatat di BEJ. Padahal, tak semua saham aktif diperdagangkan. Banyak "saham tidur" yang jarang bertransaksi, tetapi harganya tetap mempengaruhi indeks. Kebutuhan akan indeks yang lebih akurat pun makin besar dengan meletup-letupnya bursa sejak akhir tahun lalu. Antisipasi pertama akan kebutuhan ini ternyata muncul dari JFN. Ia meluncurkan JFN Index sejak 31 Oktober lalu. Mirip IHSG, JFN Index punya kelebihan dengan memilah-milahnya menjadi empat sektor: hotel & property, konsumen, industri, dan finansial. Lebih lagi, beleid main pukul rata memasukkan semua saham, menurut Corporate Finance Executie JFN Kiekie Bunawan, bersifat sementara. Alasannya, BEJ masih kurus. "Kalau sudah seratus lebih, baru akan diseleksi," kata Kiekie. Langkah JFN ini sekaligus menunjukkan lambannya pialang lokal. Sebenarnya, perusahaan ini baru muncul di Jakarta, beroperasi sejak 4 bulan lalu. Tapi, kehebatan itu bisa juga dipahami jika melihat induknya -- Jardine Fleming Holdings Ltd. yang bermarkas besar di Hong Kong -- sudah sangat piawai di soal dagang saham. Akhir tahun lalu, dana yang dikelolanya sudah mencapai US$ 5,6 milyar. Di sini, Jardine berpatungan dengan Rajawali Group. Kebetulan, Senin awal pekan ini, indeks JFN mulai didampingi oleh indeks BCA yang bisa ditemukan di pojok kiri atas harian BI. Tak pelak lagi, indeks tersebut disponsori oleh BCA. Dan Indeks BCA tampil secara lebih tajam. Bisnis Indonesia memilih saham yang dianggapnya unggulan dengan menilai 3 hal: Indeks individu saham bersangkutan, penampilan selama 1 bulan -- baik harga maupun volume perdagangannya -- dan penilaian atas perusahaan bersangkutan dengan menggunakan kriteria Rentabilitas Likuiditas Solvabilitas (RLS) yang biasa digunakan untuk mengukur BUMN. Dari penilaian itulah, tiap bulan muncul sepuluh saham teratas, yang kemudian dijadikan patokan untuk Indeks BCA ala BI. Dengan begitu, koran itu berharap bahwa calon investor akan lebih gampang melihat apa yang terjadi di lantai BEJ, gerak-gerik sepuluh saham itu. "Sudah saatnya investor mendapat info yang lebih tajam dan gampang," kata Utari Syarifuddin, pengelola halaman bursa BI. Inisiatif swasta membikin indeks itu disambut baik oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam). Buat Ketua Bapepam Marzuki Usman, asal semua rumusnya jelas, pembuatan indeks itu oke-oke saja. "Meski agak kurus, sekarang sudah saatnya membuat indeks. Kalau tidak, kapan lagi," kata Marzuki. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini