Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Akibat Denda Sylvanus

Usaha gubernur kalimantan tengah reinout sylvanus menghindari penebangan kayu liar, dengan mentrapkan sistem denda sebesar 300% ihh. para pengusaha menuntut agar denda dihapuskan. (eb)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUBERNUR Kalimantan Tengah, ir Reinout Sylvanus, tidak ketinggalan dalam memungut dana daerah. Tapi berbeda dengan Worang rekannya di Sulawesi Utara, Sylvanus tidak menyalurkan dana itu ke Yayasan. Maka dia tidak diributkan oleh missi Opstib. Namun "pungli" dikabarkan juga hebat di sana, terutama dari permainan pejabat dan pengusaha kayu. Tentang ini pembantu TEMPO Sjachran R. melaporkan: Banyak cara dari daerah Barito Utara menuju Banjarmasin. Para pengusaha yang menghilirkan kayu di sungai, walaupun menjumpai sejumlah pos kehutanan, masih bisa lolos dengan "salam tempel" yang tidak kecil. Semua pos ini berkewajiban memeriksa "pas biru" -- dokumen daftar ukur kayu bundar dan tanda sudah lunas IHH (Iuran Hasil Hutan). Kayu yang selalu menjadi obyek adalah yang berasal tebangan (liar) rakyat. Gubernur Sylvanus telah mentrapkan sistem denda sebesar 300% IHH Maka masyarakat penebang harus membayar: 3 x Rp 1.650 tambah tarif resmi (biasa) Rp 1.650 = Rp 6.600 per M3. Denda 300% itu mengalir ke kas daerah Kalteng via Bank Pembangunan Daerah sedang tarif resmi itu masuk ke BRI. Bila itu sudah disetor, "pas biru" pun keluar. Tidak bisa ada permainan dalam setoran. Tapi permainan terjadi ketika kayu diukur. Jumlah 3.000 M3 bisa saja disulap menjadi hanya 1.500 M3, misalnya. Sulap ini mengakibatkan "pungli" beranting. Bayangkan, bukan sedikit pos kehutanan yang harus dilewati. Adakalanya pengusaha, sesudah memenuhi syarat beranting itu, masih meminta jasa pejabat untuk mengawal rakit kayunya menuju Banjarmasin. Jika toh masih tertahan, pengusaha ini mungkin sedang sial. Junaidi, salah satu pengusaha yang tidak mematuhi aturan beranting, barubaru ini tertahan di pos Montalat. Kayunya berjumlah 2.400 M3. Akhirnya dia harus membayar denda Sylvanus. "Apa boleh buat," . katanya, "saya tak punya backing" Pengusaha lain, M. Itik dari Sungai Limo memberi komentar: "Junaidi kurang lihay." Denda Sylvanas yang berlaku mulai Juni yang lalu, menurut kantor Gubernur, bertujwan menertibkan penebangan (liar) rakyat. Tahun ini produksi tebangan rakyat karenanya mungkin menurun ke bawah 100.000 M3 saja, dibanding 500.00 M3 tahun 1974. Sebelum ada sistim denda itu para pengusaha cuma membayar jasa areal kepada para pemegang IIPH sebesar lp 830 atau $2 per M3. Kini mereka menuntut supaya denda itu dihapuskan saja. Dan Sylvanus, di masa pengusaha sedang tidak populer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus