Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GUBERNUR Kalimantan Tengah, ir Reinout Sylvanus, tidak
ketinggalan dalam memungut dana daerah. Tapi berbeda dengan
Worang rekannya di Sulawesi Utara, Sylvanus tidak menyalurkan
dana itu ke Yayasan. Maka dia tidak diributkan oleh missi
Opstib. Namun "pungli" dikabarkan juga hebat di sana, terutama
dari permainan pejabat dan pengusaha kayu. Tentang ini pembantu
TEMPO Sjachran R. melaporkan:
Banyak cara dari daerah Barito Utara menuju Banjarmasin. Para
pengusaha yang menghilirkan kayu di sungai, walaupun menjumpai
sejumlah pos kehutanan, masih bisa lolos dengan "salam tempel"
yang tidak kecil. Semua pos ini berkewajiban memeriksa "pas
biru" -- dokumen daftar ukur kayu bundar dan tanda sudah lunas
IHH (Iuran Hasil Hutan). Kayu yang selalu menjadi obyek adalah
yang berasal tebangan (liar) rakyat.
Gubernur Sylvanus telah mentrapkan sistem denda sebesar 300% IHH
Maka masyarakat penebang harus membayar: 3 x Rp 1.650 tambah
tarif resmi (biasa) Rp 1.650 = Rp 6.600 per M3. Denda 300% itu
mengalir ke kas daerah Kalteng via Bank Pembangunan Daerah
sedang tarif resmi itu masuk ke BRI. Bila itu sudah disetor,
"pas biru" pun keluar. Tidak bisa ada permainan dalam setoran.
Tapi permainan terjadi ketika kayu diukur. Jumlah 3.000 M3 bisa
saja disulap menjadi hanya 1.500 M3, misalnya. Sulap ini
mengakibatkan "pungli" beranting. Bayangkan, bukan sedikit pos
kehutanan yang harus dilewati.
Adakalanya pengusaha, sesudah memenuhi syarat beranting itu,
masih meminta jasa pejabat untuk mengawal rakit kayunya menuju
Banjarmasin. Jika toh masih tertahan, pengusaha ini mungkin
sedang sial.
Junaidi, salah satu pengusaha yang tidak mematuhi aturan
beranting, barubaru ini tertahan di pos Montalat. Kayunya
berjumlah 2.400 M3. Akhirnya dia harus membayar denda Sylvanus.
"Apa boleh buat," . katanya, "saya tak punya backing" Pengusaha
lain, M. Itik dari Sungai Limo memberi komentar: "Junaidi kurang
lihay."
Denda Sylvanas yang berlaku mulai Juni yang lalu, menurut
kantor Gubernur, bertujwan menertibkan penebangan (liar) rakyat.
Tahun ini produksi tebangan rakyat karenanya mungkin menurun ke
bawah 100.000 M3 saja, dibanding 500.00 M3 tahun 1974. Sebelum
ada sistim denda itu para pengusaha cuma membayar jasa areal
kepada para pemegang IIPH sebesar lp 830 atau $2 per M3. Kini
mereka menuntut supaya denda itu dihapuskan saja. Dan
Sylvanus, di masa pengusaha sedang tidak populer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo