Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Akurasi Sirekap Bermasalah, ELSAM Ungkap Sejumlah Persoalan

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap memiliki akurasi yang lemah.

19 Februari 2024 | 14.30 WIB

Potensi Kecurangan Alat Bantu Hitung Suara Sirekap
Perbesar
Potensi Kecurangan Alat Bantu Hitung Suara Sirekap

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap memiliki akurasi yang lemah. Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar mengatakan hal itu terindikasi dari sejumlah kegagalan teknis teknologi optical character recognition yang digunakan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini berujung pada tidak akuratnya data perolehan suara yang diinput oleh petugas TPS (tempat pemungutan suara)," ujar Wahyu di lewat keterangan tertulis yang dikutip pada Senin, 19 Februari 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut dia, kondisi ini bisa terjadi karena beberapa hal. Misalnya, kualitas foto yang buruk atau model penulisan yang berbeda-beda. Sehingga, data yang masuk tidak dapat dibaca oleh sistem secara tepat seperti halnya lembar jawab komputer pada umumnya. 

Wahyudi menuturkan masalah akurasi tersebut semestinya dapat diperkirakan dan diantisipasi sejak awal dengan desain teknologinya. Dia pun menilai dan akses terhadap aplikasi Sirekap masih memiliki sejumlah kendala. Walhasil, sistem ini tidak bisa dimanfaatkan secara cepat dan efektif dalam membantu proses rekapitulasi hasil pemungutan suara. 

Pada banyak kasus, tutur Wahyudi, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai pengguna Sirekap kesulitan melakukan pengunggahan formulir hasil pemungutan suara. Penyebabnya, sistem harus bekerja dengan beban yang sangat besar, pada waktu yang bersamaan. 

Selain itu. ELSAM mencatat perbedaan kecepatan internet di berbagai wilayah di Indonesia juga akan berpengaruh pada situasi ini. Wahyudi menegaskan semestinya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memperkirakan hal ini pada saat perancangan dan pengembangan sistem Sirekap.  Sehingga secara teknis dapat dilakukan antisipasi. 

ELSAM juga menyoroti ancaman dan risiko ihwal kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data yang diproses Sirekap. Wahyudi mencatat ada indikasi bahwa Sirekap memakai IP dengan AS (Autonomous System) detail number AS45102. Nomor tersebut merupakan kode yang melekat pada Alibaba Cloud Private Ltd (Aliyun) di Singapura.

Sementara jika dilihat dari lokasi IP tersebut, domain sirekap-web.kpu.go.id dikendalikan di datacenter Aliyun di Jakarta. Untuk memastikan dugaan serta simpang siurnya lokasi penyimpanan data, Wahyudi berujar KPU perlu melakukan klarifikasi serta penjelasan pada publik, karena hal ini menyangkut penyelenggaraan Pemilu yang transparan dan kepercayaan terhadap hasil pemilu. 

Di sisi lain, menurut ELSAM, terdapat ancaman risiko serangan siber terhadap Sirekap kini meningkat. Hal itu ditunjukkan dari adanya peningkatan serangan siber ke Indonesia pada 15 Februari atau sehari setelah penyelenggaraan pemilu. 

Pada saat itu, ELSAM mencatat sedikitnya terjadi 718.751 serangan siber. Menurut Wahyudi, angka ini merupakan serangan tertinggi dalam sehari pada 3 bulan terakhir. Tren kenaikan serangan siber seperti ini terjadi juga  menjelang dan pada saat pemilu 2019. 

Sebelumnya, Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN mengakui bahwa serangan paling banyak dialami oleh sistem informasi pemerintah dan sistem keuangan. Ada beragam bentuk serangan, seperti malware, defacement, dan sebagian lagi hacking yang berdampak pada pengungkapan data pribadi. 

Wahyudi menekankan, pada akhirnya problem keandalan teknologi yang digunakan, serta risiko serangan siber yang masif akan berdampak serius pada proses dan integritas hasil Pemilu 2024. Hal ini terutama diakibatkan oleh ketidakpercayaan publik pada penyelenggara Pemilu, khususnya KPU, yang dianggap tidak mampu untuk menyiapkan sistem informasi yang andal. 

Dia menilai tingkat kepercayaan publik pada hasil Pemilu 2024 berisiko mengalami penurunan. Salah satunya karena budaya yang sering mengabaikan risiko keamanan dan perlindungan data, terutama oleh penyelenggara pemilu, maupun juga peserta pemilu.




Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus