Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2024 yang diterbitkan Kementerian Keuangan memberi angin segar bagi emiten sektor pertanian dan peternakan. Peraturan yang berlaku sejak 3 Agustus 2024 itu membebaskan bea masuk atas impor bibit dan benih dengan harapan bisa mendorong pengembangan industri peternakan, pertanian, dan perikanan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis pasar modal yang juga Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, memandang kebijakan ini sebagai langkah yang positif untuk sektor non-siklikal, terutama bagi emiten yang bergerak di bidang pertanian dan peternakan. Non-siklikal merujuk pada saham emiten dengan bisnis yang tak terpengaruh musim maupun siklus ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini bisa menekan cost dari emiten itu sendiri agar supaya bisa mampu meningkatkan ekstensifikasi dan intensifikasi," kata Nafan saat dihubungi Tempo, Jumat, 10 Agustus 2024.
Nafan mengatakan saham sektor pertanian masih dalam tren penurunan. Alih-alih bergantung pada kebijakan stimulus seperti pembebasan bea masuk bibit dan benih, Nafan justru berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat makro. Kebijakan ini dinilai lebih besar pengaruhnya sebagai katalis positif untuk memperbaiki pasar saham.
Sementara itu, sektor peternakan, menurut Nafan, sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran tren ke arah yang lebih positif, sementara sektor kehutanan masih menghadapi tantangan dalam hal likuiditas. "Sektor pertanian memang masih dalam keadaan downtrend, tapi di sektor peternakan sudah mulai terjadi shifting," ujarnya.
Meski demikian, Nafan tak serta-merta menganggap kebijakan Sri Mulyani ini sebagai sentimen positif dalam jangka pendek. Pasar yang relatif fluktuatif, terutama di sektor non-siklikal, kata dia, masih akan terus membayang-bayangi. “Karena memang emiten-emiten tersebut juga menghadapi tantangan atau challenge seperti fluktuasi harga komoditas pangan,” jelasnya.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep, Dudi Ginanjar, sebelumnya mengatakan PMK Nomor 41 Tahun 2024 ini dikeluarkan seiring dengan minimnya pemanfaatan fasilitas pembebasan bea masuk untuk impor bibit dan benih dalam beberapa tahun terakhir.
Kementerian Keuangan mencatat nilai devisa impor atas importasi bibit dan benih sepanjang 2020-2022 hanya sekitar Rp270 miliar dan bea masuk kurang lebih sebesar Rp13 miliar.
“Meskipun banyak perusahaan yang melakukan importasi komoditas bibit dan benih, tetapi nyatanya pemanfaatan fasilitas pembebasan bea masuk justru belum optimal, padahal sebelumnya fasilitas ini juga telah diatur dalam PMK Nomor 105/PMK.04/2007,” kata Dudi, pekan lalu, dikutip dari laman beacukai.go.id.