Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan Bea dan Cukai bukan keranjang sampah yang bisa menamung semua hal. Prastowo mengomentari keluhan masyarakat yang viral terkait bea masuk barang impor yang dianggap terlalu mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau saya meminjam (istilah) Yang Mulia MK (Mahkamah Konstitusi saat memutuskan sidang sengketa Pilpres 2024) itu (Ditjen Bea Cukai) bukan keranjang sampah. Saya juga ingin mengatakan bea cukai bukan keranjang sampah yang seolah semua hal bisa ditimpakan ke Bea Cukai begitu saja,” kata Prastowo dalam konferensi pers di kantor PT DHL, kawasan Bandara Soekarno Hatta, Tangerang Kota, Jawa Barat pada Senin, 29 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prastowo menyebut kegaduhan yang terjadi berasal dari ketidaktahuan publik soal prosedur pengecekan barang kiriman dari luar negeri. Kendati demikian Kemenku mengaku bakal tetap melakukan edukasi.
“Kami butuh bantuan untuk terus-menerus mengedukasi publik supaya lebih paham dan tidak terulang di masa-masa yang akan datang,” ujarnya.
Sebelulnya viral di media sosial keluhan warga yang kena tagihan bea masuk da denda sebesar Rp 30,9 juta. Bea masuk dan denda itu jauh lebih besar daripada harga sepatu yang diimpor. Sementara netizen bernama Medy Renaldy komplain karena kardus pembungkus robotik yang dia impor rusak.
Prastowo menepis bahwa yang bertanggung jawab dalam dua kegaduhan tersebut adalah Bea Cukai. Menurutnya tanggung jawab berada di Perusahaan Jasa Penitipan (PJT) swasta, yaitu Dasley Hillblom and Lyn (DHL) sebagai perusahaan jasa pengirim barang.
Dalam kasus bea masuk dan denda sepatu impor, kata Prastowo, awalnya nilai barang yang disebutkan dalam dokumen pengiriman sepatu hanya Rp 500.000. Saat dicek di website ternyata harganya Rp 8,8 Juta. Kemudian di cek lagi di DHL Jerman ternyata harganya Rp 11 Juta.
“Kenapa (sampai Rp 30,9 juta)? Ada denda dan lain-lain. Ini kan untuk menghargai dan menghormati yang patuh, kalau yang tidak patuh diapresiasi nanti masyarakat ikut-ikutan. Pemberian denda supaya yang belum patuh bisa patuh,” ujarnya.
Sepatu yang diimpor dan kena denda itu adalah sepatu merek Adidas F50 Adizero FH Lea dengan HS Code 64041910. Barang dijemput oleh DHL dari Jerman sekitar 15 April 2024. Kemudian pada 17 April 2024 sepatu tiba di Jakarta. DHL selanjutnya menyampaikan kiriman itu masuk ke jalur merah atau perlu pemeriksaan fisik. Pada 18 April 2024, barang diperiksa oleh Bea Cukai. Lalu pada 20 April 2024 DHL mengirim email kepada penerima untuk menyertakan AWB (airway bill) yang dikeluarkan oleh pihak pengirim barang atau penjual dan invoice untuk melengkapi dokumen yang diminta bea cukai.
Baru setelah itu Bea Cukai mengeluarkan rincian pajak dan bea masuk yang harus dibayar oleh pembeli di Indonesia. Yaitu Rp 2.643.000 atau 152.05 Euro, denda Rp 24.746.000 atau 1423.04 Euro, PPh Rp 2.290.000 atau 131.74 Euro dan PPn Rp 1.259.544 atau 72.46 Euro. Jadi total yang harus dibayarkan oleh penerima Rp 30.928.544 atau 1779.30 Euro.
Pilihan Editor: Trenggono Akui Ekosistem Budi Daya Lobster Belum Terbentuk