DI rumah Siswanto pertengahan bulan Desember yang lalu sedang
ada latihan main ketoprak. Latihan setelah lepas senja itu
sering diadakan untuk melepas rasa kesal akibat janji
muluk-muluk sebelum mereka meninggalkan pulau Jawa menuju tempat
baru di Proyek Transmigrasi Aek Netek. Tapi kali ini, belum
selesai permainan ketoprak itu telah terdengar tangisan anak
Siswanto. Adapun biangnya adalah dua petugas keamanan yaitu
Jawantas Sihombing dan Nurhasan Hardi. Pukulan Jawantas yang
waktu itu sedang mabuk mengenai anak Siswanto yang sedang nonton
ketoprak. Tentu Siswanto segera turun dari rumahnya guna mencari
sebab. Ia hanya bisa memprotes tindakan Jawantas tetapi protes
inipun hanya menambah petugas itu naik pitam. "Berani kowe
melawan, ya", begitu mulut Jawantas berbunyi. Tidak cuma sampai
di situ. Selain mulut juga kaki dan tangan Jawantas ikut
bergerak dengan sasaran Siswanto. Transmigran ini sampai
terguling masuk parit dan beberapa saat tidak siuman. Sehabis
mengamuk kedua petugas meninggalkan korbannya begitu saja.
Terang perlakuan petugas ini tidak bisa diterima oleh para
transmigran. Mereka mengambil tindakan. Tapi sayang, sifatnya
main hakim sendiri. Teman-teman sesama transmigran dikumpulkan
dan bahkan ada yang memukul kentongan. Sempat terkumpul 25 orang
dengan senjata di tangan berupa parang, linggis dan kayu. Yang
diserbu kantor proyek transmigrasi Aek Netek. Di sana cuma ada 7
orang yang terpaksa hanya bisa lari pontang-panting atau naik ke
bubungan rumah. Rupanya sasaran transmigran yang sedang mengamuk
ini tepat. Mereka berhasil menangkap Jawantas dan Nurhasan. Bisa
ditebak apa yang mereka lakukan terhadap petugas ini. Keduanya
dipukuli sampai babak belur. Dan penyiksaan itu belum berhenti
sebelum petugas itu pingsan. Kantor proyek pun kemudian
dijadikan sasaran pelampiasan amarah. Polisi baru berhasil
membubarkan mereka setelah korban cukup parah.
Bupati
Menurut pembantu TEMPO Amran Nasution kerusuhan itu tidak
berdiri sendiri. Itu hanya sekedar ekses pelampiasan kekesalan
para transmigran. Sebab sawah dan ladang mereka tidak bisa
menghasilkan padi lantaran tanahnya tidak mungkin ditanami.
"Tanam padi nggak tumbuh, catu sudah diputus dan petugas di sini
kejam-kejam", kata Kusen, transmigran dari Yogya. Akibat
buruknya tanah jatah mereka, sebelumnya ada 33 kepala keluarga
yang melarikan diri dari proyek Aek Netek itu (TEMPO 15 Nopember
75). Yang masih mau tinggal di proyek itu sebetulnya --
semata-mata karena masih dapat menahan kesal hati. Selain tanah
yang tidak subur juga tindakan sejumlah petugas yang kurang
senonoh. Sumini, wanita 24 tahun, konon sering diganggu petugas.
Suaminya Hadisono 30, merasa beruntung bahwa "isteri saya
beriman teguh sehingga kemauan mereka itu tidak dilayaninya,
bahkan hal itu diadukannya pada saya". Orang Kutoarjo ini
keberatan menyebut nama petugas yang nakal karena katanya "nanti
saya bisa lebih susah lagi". Hadisono sekarang masih ditahan
polisi bersama Siswanto, Kuris Sumitro, Marju, Tukarjo, Wiryono
dan Surono.
Mayor Polisi Hasan Gunung, Wakil Komandan Resort 207 Kabupaten
Labuhan Batu menyangkal bahwa keributan itu terjadi karena
petugas transmigrasi suka mengganggu isteri-isteri transmigran.
Berdasar pemeriksaan pendahuluan diketahui kerusuhan itu cuma
bersumber soal mabuk-mabukan. Yang pandangannya sedikit lebih
luas adalah Bupati Labuhan Batu Asrol Adam. Bupati ini
mengatakan tahu betul jiwa transmigran asal Jawa Tengah yang
"lembut, halus, perasa, sabar dan masih polos". Namun katanya
lebih lanjut dengan nafas panjang, "kalau terus-terusan diguit
kan tidak selamanya orang dapat sabar".
Sang bupati menyambut baik usaha meneliti kembali keadaan tanah
transmigrasi itu. Sebab mungkin saja penelitian yang dulu
kurangbaik. Rasa simpati bupati kepada para transmigran
tercetus pada harapannya agar masa putus catu ditangguhkan
sampai tanah yang digarap mereka betul-betul sudah mendatangkan
hasil. Sementara ini banyak transmigran yang terpaksa
berkeliaran di daerah sekitarnya untuk menghidupi anak-isteri.
Ada yang jadi penjaga kebun dan ada pula yang hanya jadi tukang
batu.
Keadaan diperkirakan masih hangat sehingga polisi masih tetap
berjaga-jaga di kantor proyek. Dan sementara itu polisi juga
masih memeriksa 18 orang yang terlibat dalam ribut-ribut itu.
Tujuh orang lainnya masih tetap meringkuk dalam sel polisi.
Mereka tinggal menunggu jatuhnya palu hakim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini