Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan. Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani memproyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 2025 akan berada di kisaran 4,9 hingga 5,2 persen (year on year).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Prediksi kami tahun depan 4,9 persen hingga 5,2 persen, cenderung 5 ke atas di angka 5,1 hingga 5,2 persen,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, pada Kamis, 19 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Shinta, pertumbuhan ekonomi yang stagnan ini dipengaruhi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal, kata Shinta, meliputi kondisi lingkungan strategis global yang belum stabil, inflasi global yang belum sepenuhnya terkendali, berakhirnya era boom commodity atau windfall dari komoditas CPO (crude palm oil) dan Batubara, hingga dampak terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sedangkan, terkait faktor internal dalam negeri, Shinta menuturkan, pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh oleh kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku tahun depan. Kenaikan PPN ini, menurut dia, akan berdampak pada menurunnya angka kelas menengah di Indonesia.
Shinta menyebut, penurunan daya beli beberapa waktu ini telah menurunkan jumlah kelas menengah dalam negeri. Dia mencatat, selama lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah menyusut sebanyak 9,5 juta orang. “Padahal kelas menengah berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional,” kata dia.
Dia pun memprediksi, tahun depan, konsumsi masyarakat akan kembali menurun karena tidak adanya penopang seperti gelaran pemilihan umum seperti pada 2024. “Kami lihat tahun ini kan ada booster pemilu, itu cukup menambah konsumsi, tapi tahun depan ini kan tidak ada. Jadi ini juga akan menjadi satu pertimbangan,” ujar Shinta.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen yang tidak diimbangi dengan kenaikan produktivitas, Menurut Shinta, kondisi ini berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan harus melakukan efisiensi.
Oleh karena itu, Apindo, kata Shinta, mendorong agar pemerintah memberikan lebih banyak perhatian untuk penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak. ”Jadi kami mungkin di sini menggaris bawahi pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan dan di sini lah kenapa buat kami dengan adanya PHK yang terus bertambah ini pasti akan semakin mengkhawatirkan kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia.