Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprotes formula upah minimum provinsi atau UMP yang menurutnya kerap diubah oleh pemerintah. Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan hal ini membuat para investor ragu-ragu terhadap bisnis Indonesia.
Menurut catatan asosiasi tersebut, pemerintah telah mengganti formula UMP setidaknya empat kali dalam sepuluh tahun terakhir.
“Yang penting dari pelaku usaha, tuh, kami perlu kepastian. Nggak mungkin bisa berubah-ubah terus. Investor bertanya. Saya rasa ini harus jadi perhatian pemerintah bahwa kita nggak bisa terus-menerus berganti aturan,” ujar Shinta saat ditemui usai konferensi pers “Visit Store Klingking Fun - Pesta Diskon Anti Golput Edisi Pilkada 2024” pada Rabu, 27 November 2024.
Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyebut keputusan mengubah-ubah formula UMP tidak baik untuk iklim investasi. “Meningkatkan ketidakpastian, dan ini nggak bagus buat investasi. Sangat jelek,” kata Bob saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 9 November 2024.
Bob menjelaskan, dunia usaha harus memperkirakan apakah investasi menguntungkan atau tidak, dan bakal berbalik modal dalam berapa tahun. Untuk menghitung itu, kata dia, dibutuhkan asumsi-asumsi termasuk kenaikan upah. “Kalau regulasi berubah-ubah, hitungan berubah semua,” tuturnya.
Selain soal investasi, ia menambahkan, dunia usaha juga mengalokasikan anggaran untuk kenaikan gaji. Ada pula kontrak-kontrak jangka menengah dan jangka panjang yang membutuhkan estimasi harga. Kedua hal ini menurutnya akan dibuat kacau dengan perubahan regulasi.
Apindo juga mengatakan bahwa kerap bergantinya regulasi dapat berujung pada hilangnya lapangan pekerjaan dan semakin meningkatnya sektor informal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, sebanyak 57,95 persen pekerja Indonesia berada di sektor informal.
Protes Apindo dipicu oleh putusan terbaru Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023. Pada Kamis, 31 Oktober 2024, MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo mengabulkan pengujian konstitusional 21 norma dalam UU tersebut. Salah satu poin di dalam putusan MK tersebut adalah perihal upah minimum.
Presiden Partai Buruh sekaligus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta pemerintah segera memutuskan kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota (UMP dan UMK) serta upah minimum sektoral (UMSP dan UMSK) sesuai dengan putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023.
MK melalui putusan ini mencabut sebagian norma hukum Omnibus Law UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, khususnya norma baru upah minimum.
Kalangan buruh meminta kenaikan upah minimum ditentukan berdasarkan nilai inflasi plus indeks tertentu, dikalikan nilai pertumbuhan ekonomi. Mereka sekaligus menolak rencana pembedaan upah minimum untuk industri padat karya dan padat modal yang sedang didiskusikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Bos Apindo Minta Polemik UMP Tak Diperpanjang: Sudah Empat Kali Gonta-ganti Aturan, Timbulkan Ketidakpastian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini