Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kanal penjualan online menopang kinerja sejumah pedagang besar yang kian susut.
Survei menunjukkan merosotnya permintaan selama masa PPKM darurat, Juli 2021.
Pembukaan pusat belanja belum menjamin pelapak kecil bisa tetap bernapas.
SEBUAH pesan masuk ke akun WhatsApp Rohmat Haryadi, Ahad, 8 Agustus lalu. Pengirimnya Ace Hardware, perusahaan retail yang menyediakan beragam perlengkapan rumah tangga. Isinya penawaran eksklusif bagi pelanggan pemegang kartu anggota, yakni bisa membawa pulang paket perangkat masak premium hanya dengan menukarkan stamp pembelian terdahulu. Tawaran serupa dari ACES, kode emiten PT Ace Hardware Indonesia Tbk, menyebar ke banyak pelanggan lain beberapa hari sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan milik konglomerat Kuncoro Wibowo ini memang sedang gencar menghidupkan penjualan online, baik di website dan aplikasi perusahaan maupun via lapak virtual di layanan e-commerce lain. Promosi dikirimkan langsung ke nomor telepon seluler para pelanggan. “Ini strategi kami untuk menyiasati kinerja di tengah pembatasan kegiatan masyarakat,” kata Helen Tanzil, Vice President Investor Relations and Corporate Secretary PT Ace Hardware Indonesia Tbk, Kamis, 12 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang sambung-menyambung untuk mengerem laju pertambahan kasus Covid-19 benar-benar membuat sektor retail terpukul. Sebulan terakhir, kondisi kian parah ketika PPKM darurat di Jawa dan Bali mewajibkan penghentian sementara aktivitas di pusat belanja. Getahnya dirasakan ACES. Sebanyak 70 persen dari total 210 gerainya berada di wilayah tersebut. “Tapi kami tetap melayani secara online,” kata Helen.
Survei penjualan eceran Bank Indonesia—digelar bulanan untuk mendapatkan informasi konsumsi rumah tangga di 10 kota—menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Juli lalu secara tahunan anjlok, minus 6,2 persen. Walau begitu, jika dibanding pada Juni 2021, IPR sedikit lebih baik, hanya minus 8,3 persen dari sebelumnya minus 12,8 persen.
Tekanan paling besar terjadi pada penjualan kelompok barang peralatan informasi dan komunikasi, barang budaya dan rekreasi, serta subkelompok sandang. Sedangkan membaiknya indeks penjualan secara bulanan ditopang permintaan barang makanan, minuman, dan tembakau yang diperkirakan masih tinggi seiring dengan meningkatnya penjualan online dan layanan pengantaran barang.
Penjualan online juga menjadi strategi toko buku Gramedia agar bisa bertahan. Gramedia bahkan memperkuat layanannya dengan fitur pesan antar di situs perusahaan yang menghubungkan pelanggan dengan customer service officer gerai terdekat. Seperti Ace Hardware, Gramedia menggeber pemasaran lewat e-mail dan media sosial.
Manajer Public Relations Gramedia Rezza Patria Wibowo mengatakan secara perlahan metode penjualan online mulai diterima konsumen. “Capaian omzet online tahun ini lebih tinggi dibanding pada 2020,” ucap Rezza, Kamis, 12 Agustus lalu. Dia enggan menyebutkan detail angkanya. Yang jelas, menurut Reza, berbagai upaya itu tetap belum mampu menggantikan omzet bisnis inti Gramedia yang bertumpu pada toko-toko di seluruh Indonesia.
Ace Hardware dan Gramedia bisa menambah fitur layanan penjualan mereka di dunia maya. Sedangkan para pedagang dan penyedia jasa perbaikan telepon seluler di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur, punya kiat berbeda dalam menghadapi kebijakan penutupan mal. Sepanjang bulan lalu, mereka membuka lapak darurat di trotoar depan pusat belanja.
Mereka kini kembali ke lapak di dalam mal setelah pemerintah mengizinkan pembukaan pusat belanja dengan pembatasan jumlah pengunjung mulai Selasa, 10 Agustus lalu. Namun, setelah tiga hari beroperasi kembali, Kamis, 12 Agustus lalu, mal itu tetap sepi. Sentra kuliner, blok paling selatan di PGC yang biasanya paling ramai, sore itu seperti tak berpenghuni. Beberapa tenant tutup permanen. Lembaran kertas banyak ditempelkan di sana dengan isi pengumuman “tempat disewakan”.
Kios Bakso Ajo agaknya bagian dari segelintir pelapak yang masih bertahan. Aan Setiadi, penjaga kios itu, mengingat betapa koridor kuliner PGC begitu ramai sebelum wabah merebak. “Duduk pun kami tak sempat karena pembeli seperti tiada henti,” tutur pria 24 tahun ini.
Meski sektor makanan dan minuman masuk kategori sektor esensial yang diizinkan tetap beroperasi selama masa pandemi, angka penjualan Bakso Ajo menyusut tajam. Aan paling merasakan pahitnya kondisi ini. “Upan kan sesuai dengan penjualan juga,” ujarnya. Bahkan, ketika mal sudah dibuka, nasib Aan masih tak menentu. Kamis sore itu, belum genap sepuluh mangkuk yang dia jual. FRANCISCA CHRISTY ROSANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo