Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah belum menunjuk kontraktor baru satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menunggu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung.
Sejumlah BUMN pengelola satelit tidak berminat menggarap slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
NASIB slot orbit atau lintasan satelit di posisi 123 derajat Bujur Timur kini terkatung-katung. Setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi pengadaan satelit untuk mengisi orbit yang kosong ini, semua pemangku kepentingan bungkam. Bahkan tak ada tender ataupun tawaran terbuka bagi investor baru yang mau mengoperasikan satelit di orbit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka. Salah satunya Laksamana Muda (Purnawirawan) Agus Purwoto yang menjabat Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Desember 2013-Agustus 2016. Tersangka lain adalah para petinggi PT Dini Nusa Kusuma (DNK), perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Mereka adalah Komisaris Utama DNK Arifin Wiguna dan Direktur Utama DNK Surya Witoelar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 22 Oktober lalu, Kejaksaan Agung menyita aset Arifin berupa sebidang tanah dan bangunan seluas 1.508 meter persegi di kawasan Gandaria, Cilandak, Jakarta Selatan. “Tim penyidik koneksitas menyita aset milik tersangka dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Di luar proses hukum yang sedang berjalan, pemerintah sebenarnya ingin mengisi kembali lintasan 123 derajat Bujur Timur yang sudah bertahun-tahun kosong. Keinginan itu terungkap dalam surat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate pada 27 Desember 2021. Surat itu berisi rekomendasi segera menerbitkan keputusan tentang peninjauan kembali atau pencabutan izin hak penggunaan filing satelit Indonesia pada slot orbit 123 derajat Bujur Timur untuk filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A yang digarap DNK.
Tim penyidik koneksitas Kejaksaan Agung menyita aset tanah dan bangunan seluas 1.508 meter persegi di kawasan Gandaria, Cilandak, Jakarta Selatan, 22 Oktober 2022. Dok. Kejaksaan Agung
Mahfud mengacu pada Surat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Nomor B902lG/Gtn.2/1212021 bertanggal 17 Desember 2021. Surat itu merupakan tanggapan atas permohonan pendapat hukum mengenai hak penggunaan filing satelit Indonesia pada slot orbit 123 derajat Bujur Timur untuk filing satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A yang dikelola DNK.
Dengan pendapat Kejaksaan Agung dan beberapa pertimbangan lain, Mahfud memberi rekomendasi kepada Johnny Plate untuk segera mencari calon pengelola baru pengganti DNK. Syaratnya, dia mengingatkan, semua proses dijalankan dengan memperhatikan aturan. Satu lagi catatan penting Mahfud: penunjukan calon pengelola baru tidak dikaitkan dengan penyelesaian residu atau kewajiban atas pengadaan satelit komunikasi pertahanan oleh Kementerian Pertahanan.
Residu yang dimaksud adalah tagihan, yang merupakan tindak lanjut putusan pengadilan arbitrase bahwa Indonesia diharuskan membayar biaya sewa satelit Artemis, arbitrase, konsultan, dan filing satelit senilai Rp 515 miliar. Tagihan ini adalah buntut gugatan Avanti Communications, pemilik Artemis, yang memperkarakan pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional di Inggris pada 10 Agustus 2017. Penyebabnya, Kementerian Pertahanan tidak membayar biaya sewa satelit Artemis yang dipakai untuk mengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Avanti pun menarik satelit Artemis dari orbit setinggi 3.600 kilometer di atas langit Sulawesi tersebut pada November 2017.
Namun hampir setahun setelah surat rekomendasi Mahfud terbit, tak ada kelanjutan proyek satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Seorang pejabat pemerintah bercerita, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sedang menunggu pendapat hukum dari Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara. Salah satunya tentang pencabutan izin hak penggunaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur. “DNK kan berjanji mengganti kerugian negara. Kalau izinnya dicabut, nanti ia lepas tangan, itu yang menjadi pertimbangan,” tutur pejabat tersebut. “Jangan sampai jika izin DNK dicabut Kementerian Komunikasi dianggap merugikan negara karena perusahaan itu tidak jadi mengganti.”
Saat dimintai tanggapan mengenai hal itu, Ketut Sumedana menyatakan belum bisa memberi penjelasan. “Saya belum dapat informasinya,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung itu pada Jumat, 9 Desember lalu. Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi Denny Setiawan tak merespons permintaan wawancara Tempo. Begitu pula juru bicara Kementerian Komunikasi, Rina Anita Ernita Martono.
Masalah lain yang menjadi pertimbangan, pejabat tersebut menambahkan, adalah urgensi mencari pengganti DNK. Sebab, ada kekhawatiran perusahaan yang tidak berkompeten seperti DNK akan masuk ke proyek ini. Pemerintah, sumber itu menambahkan, telah menjajaki minat perusahaan yang berkompeten seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, tapi tidak ada pernyataan minat. Demikian pula PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang juga mengoperasikan satelit BRISat. “Tapi ada arahan bank jangan lagi berfokus pada urusan satelit. Kondisinya agak sulit,” pejabat itu memaparkan.
Pada Juni 2021, investor baru datang, PT Mahadana Teknosat Indonesia. Komisaris Mahadana, Basuki Widjaja Kusuma, menjelaskan bahwa perusahaannya pernah dihubungi manajemen Airbus yang memenangi tender proyek satelit komunikasi pertahanan. Menurut dia, Mahadana berharap bisa melanjutkan proyek yang terhenti karena persoalan keuangan.
Basuki mengaku sudah berkomunikasi dengan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membahas kemungkinan melanjutkan proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur. "Kalau pemerintah menyatakan kami berkompeten, kami siap. Tapi berbulan-bulan lewat tak ada perkembangan, kami pun belum mengajukan apa-apa,” tuturnya kepada Tempo, Jumat, 9 Desember lalu.
Perusahaan lain yang pernah disebut-sebut sanggup mencari pendanaan untuk proyek satelit ini adalah Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). PINA adalah lembaga yang digagas Bambang Brodjonegoro saat ia menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Kini PINA dikelola sebagai institusi swasta oleh Eko Putro Adijayanto, eks anggota staf khusus Bambang. Kepada Tempo, Jumat, 9 Desember lalu, Eko mengatakan PINA menghormati proses hukum kasus satelit yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung. “Kami belum mengalokasikan sumber daya untuk kembali mengerjakan proyek satelit ini,” katanya.
Indonesia sebenarnya memerlukan satelit L-band di slot orbit 123 derajat Bujur Timur untuk menjangkau pulau terpencil. Satelit ini bisa dipakai antara lain untuk sistem pengawasan kapal atau vessel monitoring system, komunikasi pemantauan bencana, serta komunikasi pertahanan dan keamanan. Masalahnya, satelit jenis ini hanya melayani pengiriman suara dan tak bisa mengirim data sehingga nilai strategisnya dipertanyakan.
Apalagi belakangan ada barang baru, yaitu satelit nano buatan mahasiswa Surya University yang meluncur pada Sabtu, 26 November lalu. Surya Satellite-1 atau SS-1 yang didukung PT Pasifik Satelit Nusantara serta Badan Riset dan Inovasi Nasional ini meluncur dengan roket SpaceX Falcon 9 CRS-26 milik SpaceX, perusahaan antariksa milik bos Tesla, Elon Musk. SS-1 mengemban misi automatic packet reporting system yang berfungsi sebagai media komunikasi via satelit dalam bentuk teks pendek. Teknologi ini dapat dikembangkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh, serta komunikasi darurat.
Karena itu, nasib satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur kini menjadi tanda tanya. Walhasil, slot orbit itu tetap kosong dan terancam lepas dari tangan Indonesia.
RETNO SULISTYOWATI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo