Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat BT berlanjut.
Pemerintah belum mencabut lisensi kontraktor lama.
Perusahaan baru berniat masuk ke proyek satelit orbit 123 BT.
BASUKI Widjaja Kusuma mengaku sudah lupa masih punya urusan dengan pemerintah dalam proyek satelit. Empat bulan lalu, komisaris PT Mahadana Teknosat Indonesia ini masih berbicara via telepon dengan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail. “Kalau tidak Anda hubungi, saya juga lupa,” katanya kepada Tempo, Jumat, 9 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Padahal Basuki dan Mahadana berada di posisi penting. Nama perusahaan ini muncul dalam urusan proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Mahadana disebut-sebut akan masuk sebagai pengganti PT Dini Nusa Kusuma atau DNK, perusahaan yang pernah ditunjuk sebagai penggarap proyek satelit tersebut. Namun DNK belakangan terjerat pidana lantaran dianggap merugikan negara dalam proyek satelit L-band yang sedianya mengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Basuki, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan tengah menanti fatwa hukum dari Kejaksaan Agung tentang pencabutan lisensi DNK selaku pemegang proyek ini. Setelah lisensi ini dicabut, pemerintah akan menggelar lelang ulang untuk mencari kontraktor baru. Di titik ini, Mahadana berpeluang mengisi posisi yang ditinggalkan DNK. "Pak Dirjen menyatakan sedang menunggu surat dari Kejaksaan Agung untuk mencabut lisensi DNK,” tutur Basuki.
Proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur memasuki babak baru sejak Presiden Joko Widodo meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. membereskan kekisruhan yang terjadi. DNK selaku kontraktor terjerat dugaan korupsi pengadaan satelit komunikasi pertahanan 2015 yang merugikan negara Rp 800 miliar. Pada 15 Juni lalu, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka, yaitu Direktur Utama DNK Surya Cipta Witoelar, Komisaris Utama DNK Arifin Wiguna, dan Laksamana Muda (Purnawirawan) Agus Purwoto yang menjabat Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Desember 2013-Agustus 2016.
Konferensi pers Menko Polhukam Mahfud MD yang didampingi Jaksa Agung ST Burhanuddin mengenai dugaan pelanggaran proyek satelit Kemhan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, 13 Januari 2021. Tempo/Egi Adytama
Pada 21 November lalu, Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka, yaitu Thomas Anthony van der Heyden, warga negara Amerika Serikat. Dia adalah konsultan yang menjadi otak perancang satelit komunikasi pertahanan yang juga terlibat sebagai konsultan DNK. Kepada Tempo pada Sabtu, 10 Desember lalu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyebutkan kasus yang terus diselidiki ini adalah perkara koneksitas yang melibatkan pihak sipil dan militer. "Pengadilannya nanti harus simultan,” ujarnya.
Karena perkara ini pula pemerintah terjerat beban karena harus membayar ganti rugi kepada Avanti Communications, perusahaan yang menyewakan satelit buat Kementerian Pertahanan pada 2015. Biaya ini muncul karena Kementerian Pertahanan terpaksa menyewa satelit milik Avanti untuk mengisi slot yang sedianya ditempati satelit komunikasi pertahanan di orbit 123 derajat Bujur Timur. Jika satelit itu selesai tepat waktu, biaya ini tak perlu keluar. Selain membayar biaya sewa, pemerintah mesti melunasi tagihan jasa konsultan sebesar Rp 20,225 miliar dalam proyek tersebut.
Lantaran kasus ini pula pemerintah harus membatalkan kontrak yang diisi DNK dan menunjuk kontraktor baru. Kontraktor baru ini harus membuat satelit untuk mengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Indonesia bisa kehilangan slot orbit ini jika tak diisi hingga 2024. Di titik ini, nama Mahadana Teknosat muncul, meski belum ditetapkan sebagai kontraktor baru pengganti DNK.
•••
MASUKNYA PT Mahadana Teknosat Indonesia ke pusaran proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur tak lepas dari peran Thomas Anthony van der Heyden. Warga Amerika Serikat ini adalah pakar satelit yang sebelumnya bergabung dengan PT Dini Nusa Kusuma. Belakangan, Anthony keluar dari DNK lantaran perusahaan itu tak sanggup mendanai satelit komunikasi pertahanan ataupun satelit lain yang sedianya mengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
Komisaris Mahadana, Basuki Widjaja, mengatakan mereka bisa terlibat dalam proyek satelit ini berkat hubungannya dengan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). PINA adalah unit investasi yang dibentuk mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, pada 2017. PINA yang dipimpin Eko Putro Adijayanto menjembatani dana privat yang ingin masuk ke proyek pemerintah lewat berbagai skema. Ketika Bambang menjabat Menteri Riset dan Teknologi pada 2019, PINA berubah menjadi entitas manajer investasi swasta.
Basuki Widjaja Kusuma. Facebook
Menurut Basuki, sejak Februari 2021 Mahadana dan PINA bersepakat bekerja sama, mengintip peluang sebagai kontraktor proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang ditinggalkan DNK. Anthony Thomas van der Heyden kemudian turut bergabung. Di Mahadana, Basuki bermitra dengan Mohammad Rizki Pratama atau Tatam, putra Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. "Kami rekanan lama, sejak 25 tahun lalu. Ada bisnis batu bara, power plant, swasta semua," ucap Basuki. Adapun Tatam belum berkomentar soal ini.
Mahadana dan PINA, Basuki melanjutkan, kemudian mencari celah ke berbagai pemangku kepentingan proyek satelit ini, dari Badan Intelijen Negara hingga Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Dia mengaku menemui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. pada 7 Juni 2021. “Saya hanya menyampaikan kesiapan jika diberi kepercayaan melanjutkan proyek ini,” ujarnya.
Untuk mendanai proyek satelit senilai US$ 800 juta ini, Mahadana tidak merogoh kantong sendiri. Basuki menjelaskan, rencananya Mahadana dan PINA menggandeng badan usaha milik negara seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. Mereka juga membidik perbankan hingga Airbus, penyedia sistem satelit yang pernah berhubungan dengan proyek satelit komunikasi pertahanan. “Saat itu mereka sempat memberi komitmen project financing untuk desain dan peluncuran satelit,” tutur Basuki.
Upaya ini membuahkan hasil. Pada 27 Desember 2021, Mahfud Md. menyurati Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate agar mencabut izin hak penggunaan filing satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang dipegang DNK. Seorang pejabat menyebutkan pencabutan lisensi itu mempertimbangkan posisi DNK yang terjerat kasus korupsi dan wanprestasi karena tidak sanggup membangun satelit yang mereka janjikan. Keputusan akhir berada di tangan Kementerian Komunikasi. “Bisa tender atau skema lain sesuai dengan ketentuan,” kata sumber ini.
Namun pencabutan lisensi ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Meski pemerintah punya kewenangan, ada pertimbangan lain. Sumber Tempo bercerita, jika pemerintah mencabut lisensi DNK, perusahaan itu bakal lepas tangan dari kewajibannya. Untuk diketahui, pemerintah terkena beban mengganti biaya satelit pengisi slot orbit sementara yang disewa DNK dari Avanti Communications. Pemerintah sedianya menagih biaya tersebut kepada DNK. Namun, jika lisensinya dicabut, DNK bisa lepas dari kewajiban tersebut. “Itu jadi pertimbangan untuk mencabut lisensinya atau tidak,” ujar pejabat ini.
Pertimbangan lain adalah pandangan yang menyatakan pengisian slot orbit 123 derajat Bujur Timur sudah tidak mendesak lagi. Sebab, ada teknologi baru pengganti satelit jenis L-band yang akan dipakai mengisi orbit tersebut. Di pihak lain, pemerintah terdesak tenggat pengisian slot tersebut yang akan jatuh pada November 2024. Jika Indonesia gagal meluncurkan satelit pengisi orbit tersebut, slot yang ada akan jatuh ke negara lain.
Tarik-ulur pencabutan lisensi ini berlangsung selagi Kejaksaan Agung menelisik dugaan korupsi proyek satelit pengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Sejumlah pejabat di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika kabarnya diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Saat dimintai tanggapan, Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi Denny Setiawan tidak memberi jawaban. Termasuk saat ia ditanyai tentang pencabutan lisensi DNK. Begitu pula Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi Ismail.
Di tengah kondisi ini, Basuki dan Mahadana tetap menanti peluang. “Kalau diperintah negara, kami siap,” kata Basuki.
Artikel ini mendapatkan tambahan wawancara Thomas van der Heyden pada Senin 12 Desember 2022, setelah ia mengirimkan jawaban tertulis pada Minggu 11 Desember 2022. Wawancara bisa disimak di tautan ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berburu Sisa Proyek Satelit"