Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rekor Harga Telur Ayam

Pedagang pasar menyebutkan harga telur ayam ras yang mencapai Rp 32 ribu per kilogram merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menargetkan harganya bisa turun dalam dua pekan ke depan.

26 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang telur di Pasar Kebayoran, Jakarta, 22 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Harga telur ayam ras terus menanjak di pasar-pasar tradisional. Dari kisaran harga yang biasanya paling tinggi Rp 27 ribu per kilogram, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat harga komoditas pangan ini terus merangkak hingga menembus Rp 30 ribu per kilogram.

Harga telur saat ini bahkan diklaim oleh para pedagang pasar sebagai yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. "Per hari ini bahkan sudah ada yang jual Rp 32 ribu per kilogram. Ini menurut saya rawan, ya, karena belum pernah kami mengalami harga sekian. Biasanya paling tinggi Rp 27 ribu," ujar Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri, kepada Tempo, kemarin.

Mansuri mengatakan tingginya harga telur ayam itu bisa disebabkan oleh banyak hal. Dari harga day old chick (DOC) alias anak ayam berumur satu hari yang dijual kepada peternak untuk dibiakkan menjadi ayam petelur, harga pakan ternak, hingga kuantitas produksinya. Di sisi perdagangan, ia menduga produksi telur ayam tidak mencukupi permintaan di pasar.

Menyitir data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS Nasional) kemarin, harga rata-rata telur ayam ras segar di pasar tradisional menginjak Rp 31.300 per kilogram. Kalau dilihat berdasarkan daerah, harga terendah masih didapati di Jambi, yaitu sebesar Rp 26.450 per kilogram. Adapun harga tertinggi terdapat di Papua, yaitu Rp 39.650 per kilogram. Harga tersebut jauh di atas harga acuan pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020, yaitu Rp 24 ribu per kilogram di tingkat konsumen.

Harga telur ayam ras terus merangkak naik dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan harganya menembus Rp 32 ribu per kilogram. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia mencatat harga tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Lonjakan harga telur itu disebut-sebut terjadi karena adanya peningkatan permintaan di pasar, sedangkan pasokannya tidak mencukupi. Walhasil, desakan agar pemerintah mengendalikan harga telur pun menggema dari tingkat konsumen hingga pengusaha pangan olahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Presiden Peternak Layer Indonesia, Ki Musbar Mesdi, membenarkan bahwa tingginya harga telur disebabkan oleh produksi yang tidak mencukupi permintaan. Ia mengatakan belakangan permintaan dan konsumsi telur masyarakat berangsur normal dari situasi pandemi Covid-19. Dengan tidak ada lagi pembatasan kegiatan masyarakat, ia melihat aktivitas masyarakat dan dunia usaha mulai kembali mendekati kondisi pra-pandemi.

Di sisi lain, Musbar mengatakan populasi ayam petelur belum kembali seperti pada 2019. "Perlu waktu tiga sampai empat bulan untuk pemulihan populasi," ujar dia. Karena itu, ia melihat sisi pasokan tidak bisa mencukupi permintaan masyarakat.

Menurut Musbar, populasi ayam petelur turun pada periode pandemi 2020-2021 lantaran peternak melakukan afkir dini besar-besaran karena tidak sanggup bertahan di tengah tekanan pandemi. Imbasnya, populasi ayam petelur pun turun 30 persen. Akibatnya, harga telur mencapai titik keseimbangan baru di Rp 22-24 ribu per kilogram.

Musbar menduga permintaan telur juga melonjak seiring dengan adanya program bantuan sosial pemerintah. "Sejak 8 Agustus sampai 23 Agustus, ada program bansos, ya. Itu yang diduga membuat harga di tingkat peternak melonjak 15 persen saat pasokan masih kurang," ujar dia.

Sejak awal 2022, harga pokok produksi (HPP) telur di tingkat peternak lazimnya berada di kisaran Rp 22 ribu per kilogram. Ia mengatakan HPP ini cukup tinggi lantaran dipengaruhi oleh kenaikan harga pakan ternak sebesar 24-26 persen pada April 2022. Dengan HPP tersebut, Musbar mengatakan harga telur di tingkat konsumen semestinya berada di Rp 27-29 ribu per kilogram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 5 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Penyebab Mahalnya Harga Telur Menurut Mendag

Aneka dugaan penyebab tingginya harga telur itu pun diamini Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Menteri dari Partai Amanat Nasional ini mengatakan sedikitnya ada dua penyebab bahan pangan pokok itu makin mahal. Pertama, lantaran jumlah populasi ayam petelur turun setelah adanya aksi pemotongan lebih cepat atau afkir dini di tingkat peternak. Kedua, ia melihat Kementerian Sosial merapel program bantuan sosial dalam tiga bulan sekaligus. Telur menjadi komoditas yang dibeli di pasaran sehingga jumlahnya di pasar pun berkurang.

Anggapan soal produksi yang menjadi biang keladi mahalnya telur dibantah Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nasrullah. Ia mengatakan telur mengalami surplus produksi 184 ribu ton pada Agustus 2022. "Sudah lama Indonesia tidak pernah mengalami defisit telur ayam. Infonya, sih, karena bantuan pangan non-tunai cair untuk tiga bulan, di mana komponen bantuan tersebut salah satunya telur ayam," kata dia.

Namun tudingan soal program bansos yang menyebabkan tingginya harga telur juga ditepis Menteri Sosial Tri Rismaharini. Ia mengatakan kementeriannya hanya menyalurkan bantuan pangan non-tunai (BPNT) senilai Rp 200 ribu per bulan per keluarga manfaat dalam bentuk uang tunai, bukan telur. "Yang jelas, saya enggak bantu telur karena enggak mungkin. Bagaimana cara membaginya, orang jutaan jumlahnya. Kita bagi, pecah sampai sana. Kita bantu uang, ya," kata Risma.

Zulkifli Hasan pun menjelaskan bahwa bukan Kemensos yang membagi-bagikan telur sehingga harganya naik, melainkan penerima Kartu Sembako yang membeli telur secara mendadak. "Memang bukan Ibu Risma, tapi ibu Risma memberikan bantuan ke daerah-daerah itu," kata dia. Di daerah, tutur Zulkifli, bantuan pangan non-tunai alias Kartu Sembako kerap digunakan untuk membeli telur.

Masalahnya, kata Zulkifli, bantuan diberikan satu kali sebagai hasil rapel selama tiga bulan dan hanya ada waktu lima hari untuk menggunakannya. "Jadi, ada permintaan lima hari mendadak. Pasar kurang suplainya. Ya, biasa, suplai kalau kurang sedikit, kaget, harga naik," kata dia. Tapi dia tak merinci lebih lanjut soal waktu yang hanya tersisa lima hari ini. Informasi itu diterima Zulkifli setelah mendapat penjelasan dari pengusaha telur ayam. Para pengusaha pun, menurut dia, meminta Risma tidak merapel bantuan sosial ini tiga bulan sekaligus seperti yang dilakukan saat ini.

Pedagang telur melayani pembeli di Pasar Kebayoran, Jakarta, 22 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Target Harga Turun dalam Dua Pekan

Terlepas dari saling silang soal penyebab tingginya harga telur, Zulkifli menargetkan harga telur ayam dapat kembali normal dalam dua pekan ke depan dengan upaya menstabilkan permintaan dan meningkatkan produksi. “Mudah-mudahan paling lambat dua minggu harga telur ayam sudah normal. Walaupun nanti juga akan kita tambah ayam untuk petelur itu,” katanya.

Ia berencana menekan harga telur agar tidak terlalu membebani konsumen, tapi tetap mampu memberikan keuntungan bagi peternak. Harga yang dianggap sesuai dengan kriteria itu adalah Rp 27-28 ribu per kilogram.

Upaya menekan harga telur juga dilakukan Badan Pangan Nasional. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan telah menggelar pertemuan dengan asosiasi peternak layer dan broiler guna mengidentifikasi faktor penyebab tingginya harga telur sehingga dapat melakukan langkah stabilisasi yang tepat.

Arief berujar bahwa harga telur saat ini tengah mencari kesetimbangan baru karena adanya kenaikan biaya produksi, juga akibat pandemi beberapa waktu lalu. "Terdapat perubahan harga DOC, struktur biaya lainnya seperti biaya pakan dan biaya angkut. Hal tersebut tentunya berdampak pada perubahan harga telur," kata Arief. Untuk jangka pendek, Arief mengatakan operasi pasar bakal digelar apabila harga telur tidak kunjung turun hingga di bawah Rp 30 ribu per kilogram dalam beberapa hari ke depan.

Sementara itu, untuk jangka waktu yang lebih panjang, Arief mengatakan Badan Pangan telah merumuskan langkah penguatan sektor perunggasan secara berkelanjutan. Salah satunya melalui penyusunan rancangan harga acuan pembelian/penjualan (HAP) yang telah dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan perunggasan nasional.

Hasil pembahasan mengusulkan HAP jagung pipil kering dengan kadar air 15 persen sebesar Rp 4.200 per kilogram di tingkat petani dan Rp 5.000 per kilogram di tingkat peternak. HAP telur ayam ras diusulkan Rp 22-24 ribu per kilogram di tingkat peternak dan Rp 27 ribu per kilogram di konsumen. Selain itu, Badan Pangan menyusun skema penyerapan hasil ternak unggas oleh badan usaha milik negara pangan dan pihak swasta.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Said Abdullah, menuturkan selama ini fluktuasi harga telur ayam terus terjadi dan berulang tanpa ada solusi yang jelas. "Putar-putar terus," kata dia.

Selain dipengaruhi harga pakan yang sebagian bergantung pada impor, Said melihat pergerakan harga telur disebabkan oleh adanya jeda produksi di sebagian besar peternakan. Jeda itu terjadi karena adanya penggantian indukan ayam petelur yang sudah tua dengan indukan ayam yang baru. Di samping itu, ia mengatakan peternak skala kecil juga banyak bergantung pada DOC dari peternak atau perusahaan besar, sementara harga ayam usia satu hari itu pun naik.

Untuk mengatasi persoalan ini, Said mendorong pemerintah menyelesaikan persoalan pakan dengan menggenjot produksi pakan di dalam negeri dengan berbasiskan bahan-bahan lokal. Penguatan produksi itu pun diusulkan agar diarahkan pada pengembangan pelaku usaha skala menengah-kecil, sehingga ada pembanding dan mengurangi monopoli perusahaan besar.

"Soal monopoli DOC oleh perusahaan besar, perlu dibuat terobosan, misalnya mendorong industri DOC dalam negeri. Pengembangan teknologi ini dilakukan di tingkat nasional dan tersebar di wilayah yang luas," ujar dia. "Dan tentu saja pengendalian monopoli oleh perusahaan besar menjadi penting karena mereka jadi kartel yang bisa merugikan peternak kecil dan konsumen."

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan kenaikan harga telur perlu diwaspadai karena dapat mendorong inflasi lebih tinggi. Terlebih kenaikan harga terjadi saat inflasi bahan pangan per Juli sudah hampir menyentuh 11 persen secara tahunan. 

Ditambah, kata dia, pada waktu yang sama, pemerintah sedang mewacanakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Maka inflasi secara umum bisa mencapai 7 persen karena bahan bakar angkutan pangan ikut naik," ucapnya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 25 Agustus 2022. 

CAESAR AKBAR | RIANI SANNUSI | FAJAR PEBRIANTO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus