Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bangkit di Tengah Tahun

Dana untuk industri otomotif Amerika Serikat mulai diguyurkan. Pemulihan ekonomi diperkirakan berjalan lambat. Volatilitas perdagangan masih menghantui hingga semester pertama.

5 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI kebanyakan investor lain, Bruce Meyer banyak mencermati informasi yang berembus di pasar modal. Kebiasaan itu dijalani sejak ia menjadi spesialis—petugas yang menginventarisasi saham yang akan diperjualbelikan, mengajukan penawaran, mempertemukan pembeli dengan penjual, dan mengeksekusi perdagangan—di bursa efek New York. Hampir 25 tahun ia bekerja di sana. Ayahnya juga bekas spesialis di lantai bursa yang sama.

Setelah tak lagi aktif, dunia Meyer tak jauh dari bursa. Dia sehari-hari mencari peruntungan dari transaksi yang berlangsung di pojok Wall Street itu. Tapi badai krisis keuangan memporakporandakan portofolio investasinya. ”Saya tidak tahu pasti apa yang membuat pasar jadi seperti ini, khususnya pasar surat utang,” ujarnya.

Itu sebabnya dia meminta Domenic DiPiero, Presiden Newport Capital Group sekaligus penasihat keuangannya, menyusun rencana investasi tahun ini. Sebelumnya, pria yang mengelola dana investor hingga US$ 1 miliar itu menempatkan 60 persen uang Meyer dalam bentuk portofolio saham. Sisanya dibagi rata untuk membeli surat utang dan produk real estate komersial.

Meyer berusaha tidak panik meski nilai portofolionya banyak yang tumbang. Baginya, anjloknya indeks bukan hal baru. Pria 49 tahun itu pernah menyaksikan bagaimana indeks Dow Jones ambruk 22 persen cuma dalam sehari pada Oktober 1987. ”Masalahnya, saya tidak tahu ke arah mana semua ini akan berakhir,” katanya.

Pertanyaan itu jugalah yang menyedot pikiran tuan-tuan berkantong tebal di Negeri Abang Sam. Padahal dari situ mereka bisa menerka apa yang harus dilakukan setelah tahun berganti: tetap berinvestasi di pasar modal atau ikut-ikutan menjual aset demi menggenggam uang tunai.

Dana yang hengkang dari pasar modal pada Oktober lalu saja menembus US$ 72 miliar. Bulan berikutnya, fulus yang lari dari sana tiga kali lipatnya. Banyak investor individu berpikir lebih baik memegang uang tunai.

Robert Turner, Chairman Turner Investment Partners, berpendapat sebaliknya. ”Dalam bentuk tunai, Anda mungkin cuma mendapat 0,5 persen per tahun,” katanya. Imbal hasil di indeks S&P 500 masih jauh lebih besar dari itu. Turner menilai, yang masuk akal dilakukan investor adalah tetap ikut dalam ”permainan”. Alasannya, pasar telah terkoreksi sangat dalam. Sangat mungkin kondisi itu sudah mendekati titik terendah. Bila tahap itu dilalui, indeks bakal bangkit kembali. ”Bila pasar ambruk lagi seperti yang terjadi sebelumnya, barulah kita semua mendapatkan masalah besar,” katanya.

James Herell, Direktur Investasi Partnervest Financial Group di Santa Barbara, California, mengatakan titik balik itu akan sangat eksplosif di saat awal. Namun sulit, bahkan mustahil, memprediksi kapan hal itu terjadi.

Perdagangan Wall Street pada hari terakhir tahun ini, yang ditutup Rabu pekan lalu, memang menyisakan prestasi kelam—bahkan yang terburuk sejak depresi besar 1931. Rata-rata nilai saham di bursa New York sepanjang tahun lalu terjun 45 persen dari tahun sebelumnya. Investor rugi US$ 6,9 triliun (Rp 77.665 triliun—bandingkan dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kita yang ”cuma” Rp 1.000 triliun). Indeks Dow Jones dan Standard & Poor’s 500 melorot 33,8 persen dan 38,5 persen. Bursa Nasdaq ambrol 40,5 persen.

Penurunan nilai saham terdalam disandang General Motors. Saham perusahaan otomotif terbesar di Amerika itu anjlok hingga 87,1 persen sepanjang 2008. Pabrikan yang berkantor pusat di Detroit itu mengalami kesulitan likuiditas dan di ambang kebangkrutan. Hanya dua saham yang mencatat kenaikan di Dow Jones, yakni Wal-Mart Stores dan McDonald’s Inc. ”Yang terjadi di sana sangat buruk,” ujar Kurt Brunner, manajer portofolio dari Swarthmore Group. Ia berharap kejadian ini hanya sekali dalam seumur hidup.

Untungnya, indeks perdagangan di hari terakhir itu sedikit menguat. Terkereknya indeks diharapkan bisa memberikan semangat baru di awal tahun. Napas itu dipicu oleh rencana Departemen Keuangan Amerika mengucurkan dana talangan US$ 6 miliar buat GMAC Financial Services LLC, perusahaan pembiayaan General Motors. Kabar segar di ujung tahun ini bagian dari agenda pemerintah Amerika menyelamatkan industri otomotifnya. Dananya diambil dari program penyelamatan perbankan US$ 700 miliar.

Pencairannya dua tahap. Pinjaman US$ 1 miliar cair 16 Januari mendatang. Sedangkan sisanya, yang dituangkan pemerintah Amerika untuk membeli saham GMAC, menyusul belakangan. ”Kebijakan ini bagian dari jangka panjang menyelamatkan kami,” kata Toni Simonetti, juru bicara perusahaan itu, Selasa pekan lalu.

Terpisah dari rencana itu, sehari kemudian Departemen Keuangan Amerika menyuntikkan pinjaman US$ 4 miliar buat General Motors. Dana itu, kata Brookly McLaughlin, juru bicara Departemen Keuangan, pinjaman pertama dari US$ 9,4 miliar yang diperkirakan bakal diterima General Motors dari pemerintah Amerika. Sedangkan eksekusi dana buat Chrysler LLC masih dalam pembicaraan.

Negara yang segera dipimpin Barack Obama itu memang berusaha mengeluarkan segala jurus agar bisa bangkit dari jurang resesi. Awal Desember lalu, pemerintah negeri itu sepakat menggelontorkan US$ 17,4 miliar untuk tiga produsen otomotif: General Motors, Ford, dan Chrysler.

Menurut Jack Ablin, Chief Investment Officer Harris Private Bank, langkah ini ditempuh untuk memacu laju perekonomian yang porak-poranda. ”Investor akan sadar langkah itu membantu mereka membiayai kredit mobil, dan mengguyur likuiditas pasar,” katanya. Kebijakan itu, menurut dia, juga akan menguatkan fondasi ekonomi secara keseluruhan, khususnya di tengah melemahnya belanja konsumen, faktor yang selama ini mendorong dua pertiga ekonomi negeri itu. Belum lagi indeks kepercayaan warga Amerika bulan lalu jatuh ke level terendah.

Padahal, kata Turner, menjaga stabilnya kepercayaan konsumen dan belanja masyarakat merupakan kunci dari pemulihan ekonomi negara itu. ”Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat mereka merasa bahwa rumah yang dibeli tidak turun nilainya,” katanya. Suku bunga yang rendah, kata dia, juga akan menggenjot belanja dan mendorong pertumbuhan.

Skema ke arah sana sesungguhnya telah ditempuh. Menjelang perayaan Natal kemarin, Federal Reserve, bank sentral Amerika, memotong suku bunga kredit perumahan, dengan tenor 30 tahun, menjadi 5,1 persen—terendah sepanjang 37 tahun terakhir. Suku bunga berjangka pendek juga diturunkan mendekati nol, sekitar 0,7 persen untuk tenor tujuh tahun dan 0,5 persen untuk tenor lima tahun.

Meski pasar belum merespons kebijakan itu, pelantikan Barack Obama sebagai Presiden Amerika pada 20 Januari mendatang diharapkan memberikan sentimen positif. Ia diperkirakan akan meningkatkan program belanja pemerintah, yang kisarannya antara US$ 675 miliar dan US$ 775 miliar, dua tahun ke depan. ”Ada optimisme bahwa tim baru akan melakukan sesuatu,” ujar Michael Cuggino, Manajer Portofolio Permanent Portfolio Fund. Dan kebijakan fiskal pemerintah Obama akan menjadi bagian penting dalam menentukan seberapa dalam dan lama periode resesi serta bagaimana pemulihan ekonomi terjadi.

Banyak analis pasar modal memperkirakan situasi di Wall Street akan lebih baik ketimbang tahun kemarin. Tapi pemulihan itu akan berlangsung lambat akibat banyak investor tergerus asetnya, dan seretnya belanja masyarakat. ”Tapi pasar akan mulai kelihatan stabil, dan nilainya positif sebelum bangkit kembali,” kata Jerry Webman, chief economist di Oppenheimer Funds.

Beberapa analis memprediksi, dengan paket stimulus yang diguyur Washington US$ 1 triliun selama dua tahun ke depan, tren pertumbuhan dunia yang melambat akan mengalami titik balik pada semester kedua tahun ini. Namun, bila pasar perumahan Amerika masih sempoyongan, industri otomotifnya kembang-kempis, dan pemecatan terjadi di mana-mana, proyeksi ekonomi Amerika tahun ini tetap suram. Apalagi angka pengangguran negeri itu akhir tahun kemarin menembus 4,5 juta orang.

Subodh Kumar, pakar investasi global dari Subodh Kumar & Associates di Toronto, menaksir volatilitas perdagangan di Wall Street masih akan berlangsung hingga pertengahan 2009. Sedangkan bursa dunia, kata Philippe Gijsels, senior equity strategist pada Fortis Global Markets di Brussels, mungkin baru akan stabil di akhir tahun. Itu pun dengan catatan: ada sinyal bahwa krisis keuangan dan karut-marut pasar perumahan Amerika pasti berakhir.

Yandhrie Arvian (AP, International Herald Tribune, USA Today, Washington Post)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus