Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Banjir Hadiah bagi Tukang Belanja

Bank-bank penerbit kartu kredit jorjoran menggelontorkan uang miliaran rupiah untuk merangsang minat belanja dengan kartu kredit. Pasar kartu memang besar, tetapi tingkat penggunaannya ternyata masih rendah.

23 Desember 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Toyota RAV4 warna biru metalik nangkring di lobi Menara BII (Bank Internasional Indonesia), Jakarta, pertengahan November lalu. Pameran mobil? Bukan. Mobil seharga lebih dari Rp 170 juta itu merupakan satu dari 10 mobil RAV4 yang bakal dimiliki pemegang kartu kredit BII. Selama 10 minggu, sejak 15 November 2001 hingga 25 Januari 2001, BII Card Center bakal menghadiahi pemegang kartu BII yang rajin menggesek kartunya pada masa itu dan memenangi undian. "Undian akan dilakukan setiap minggu," kata Rudy N. Hamdani, anggota tim pengelola BII. Bukan main royalnya BII Card Center. Hanya dalam tempo dua setengah bulan, Rp 1,7 miliar telah dihabiskan. Itu baru untuk hadiah 10 mobil. Belum termasuk biaya promosi. Tetapi kegiatan bagi-bagi hadiah yang menghabiskan uang miliaran rupiah itu tentunya bukan tanpa tujuan. Bahkan tujuannya sangat jelas: meningkatkan jumlah penggunaan, anggota, sekaligus laba. Menurut Rudy, dari program itu pihaknya berharap bisa meningkatkan penggunaan kartu kredit (usage) BII sebesar 30 persen menjadi Rp 170 miliar per bulan. Demikian juga halnya dengan jumlah anggota, diinginkan meningkat dari 425 ribu (Oktober 2001) menjadi 455 ribu pada akhir tahun. Buntutnya, laba kotor, yang pada Oktober cuma Rp 100 miliar, diharap bisa didongkrak menjadi Rp 125 miliar di akhir tahun. Royal gaya BII sudah jadi hal yang lumrah dewasa ini. Nyaris semua bank penerbit kartu kredit jorjoran mengimingi dengan hadiah. Citibank, yang menguasai 45 persen pasar kartu kredit Indonesia, menawarkan 8 VW Beetle kepada 1,3 juta anggotanya. Bukan itu saja, Citibank juga memberi berbagai fasilitas kemudahan transaksi, baik pembelian maupun pembayaran, lewat program Eazypay dan Citibank 1 Bill. Eazypay memungkinkan pemegang kartu Citibank membeli berbagai barang dengan cara mencicil, yang pembayarannya disesuaikan dengan kemampuan anggota. Sementara itu, Citibank 1 Bill memungkinkan anggota membayar tagihan listrik, telepon, air PAM, dan ponsel via kartu kredit. Hongkong and Shanghai Bank Corporation (HSBC) tidak mau kalah. Bank yang memiliki 200 ribu anggota ini mengimingi pemegang kartunya dengan hadiah Rp 1 miliar. BNI dan BCA juga ikut terjun dalam persaingan bebas bagi-bagi hadiah itu. Bahkan Bank Mandiri, yang baru "belajar" bisnis kartu kredit—baru masuk ke bisnis ini tahun 2001—berani menjanjikan mobil mewah BMW. Di tengah persaingan perbankan yang demikian ketat, iming-iming hadiah memang merupakan alat yang cukup ampuh untuk menggaet anggota baru. Sementara itu, bagi anggota lama, hadiah bisa dijadikan rangsangan untuk makin meningkatkan gesekannya. Itu sebabnya hampir semua bank penerbit kartu kredit, tak peduli itu bank asing, campuran, ataupun lokal, jorjoran menawarkan hadiah. Maklum, "Di Indonesia, hadiah masih dianggap penting dan menarik," kata Sanjiv Sud, Senior Vice President HSBC Card Center. Jika melihat hasil riset yang dilakukan Visa tahun 2000 lalu, langkah gebyar-gebyar yang dilakukan para penerbit kartu kredit itu bisa dimaklumi. Menurut hasil riset itu, ada 10 juta orang Indonesia yang berpotensi memiliki kartu kredit. Sedangkan hingga kini jumlah kartu kredit yang dikeluarkan baru sekitar 2,8 juta. Itu pun hanya dimiliki oleh 2 juta penduduk. Artinya, ada potensi pasar 8 juta penduduk. "Penetrasinya baru 20 persen," kata Rico Abdurahman, Vice President Marketing Public Relations Citibank. Ini jelas peluang yang sangat menggiurkan. Selain itu, kata analis perbankan Mirza Adityaswara, bisnis ini sangat menjanjikan untuk pengelola bank. Dalam hitungannya, kartu kredit dikenai bunga sebesar 36 persen setahun. Dikurangi biaya dana yang 16 persen, masih ada untung sekitar 20 persen. Sudah begitu, kredit macetnya kecil, di bawah 5 persen. "Bandingkan dengan kredit biasa. Keuntungannya hanya sekitar 3 persen, bayangan kredit macetnya besar," katanya. Namun, memperbesar pasar saja belum cukup, karena penggunaan kartu kredit ternyata terhitung masih rendah. Untuk kebutuhan sehari-hari, penggunaan kartu kredit cuma satu persen. Jadi, tak perlu heran bila penerbit kartu kredit jorjoran menggelar beragam taktik untuk merangsang pemegang kartu kredit agar tak membiarkan kartunya cuma sebagai penghuni dompet. Hartono, Purwani D. Prabandari, Agus S. Riyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus