Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim mengatakan tren peredaran uang palsu menurun. Berdasarkan catatan BI, rasio uang palsu pada 2024 tercatat 4 piece per milion (PPM), atau 4 lembar dalam setiap satu juta uang yang beredar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Marlison, penurunan terjadi seiring dengan meningkatnya kualitas uang atau bahan uang, serta teknologi cetak dan unsur pengaman yang semakin modern dan terkini. “Di samping itu ada literasi CBP (cinta, bangga, paham) rupiah nasional secara masif dan koordinasi rutin dengan seluruh unsur Botasupal (Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu),” ujarnya lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 25 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rasio uang palsu tahun ini sebesar empat lembar dalam setiap 1 juta uang yang beredar (4 PPM). Angka ini menurut Marlison terus turun. Pada 2022 dan 2023 rasio uang palsu sebesar lima lembar dalam satu juta uang yang beredar (5 PPM). Tahun sebelumnya, rasio uang palsu yang beredar sebesar 7 PPM dan 2020 sebanyak 9 PPM.
Marlison mengatakan, BI berupaya melakukan penguatan kualitas rupiah sebagai bagian dari strategi pencegahan dalam penanggulangan uang palsu. Caranya dengan membuat desain uang rupiah semakin mudah dikenali dan menyulitkan pemalsuan. Upaya tersebut tercermin dalam berbagai penghargaan untuk uang rupiah.
Pada November 2024, uang rupiah kertas pecahan Rp 50.000 TE 2022 meraih peringkat ke-2 dunia untuk pecahan yang paling aman dan yang paling sulit dipalsukan. Penghargaan World's Most Secure Currencies itu didapat kerena pecahan disebut memiliki 17 unsur pengaman canggih versi Batch Brokers.
Selain itu, uang rupiah tahun emisi (TE) 2022 sebagai seri uang terbaik atau (best new banknotes series) pada IACA Currency Awards 2023. “Penghargaan ini merupakan pengakuan dunia internasional atas keunggulan fitur keamanan dan desain uang rupiah,” ujar Marlison.
Bank sentral juga rutin melakukan sosialisasi ciri keaslian uang rupiah. Ia mengimbau masyarakat untuk memastikan keaslian uang rupiah kertas melalui metode 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Sebagai upaya represif, Bank Indonesia mendorong pengenaan sanksi yang lebih tinggi kepada pelaku tindak pidana uang palsu.
BI juga merespons pengungkapan kasus uang palsu di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sebelumnya kepolisian membongkar sindikat pencetak uang palsu di Gedung Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa. Berdasarkan observasi Bank Indonesia, pada saat pengungkapan barang bukti oleh Kepolisian Resor (Polres) Gowa, teridentifikasi bahwa barang bukti tersebut merupakan uang palsu dengan kualitas yang sangat rendah.
Rupiah palsu yang ditemukan dari sindikat di Gowa sangat mudah diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D. Misal cetakan buram, watermark terlihat jelas tanpa diterawang, recto verso tidak presisi, benang pengaman dicetak biasa, hasil cetak tidak terasa kasar. “Dapat dikatakan uang palsu tersebut berkualitas sangat rendah seperti temuan uang palsu pada kasus-kasus sebelumnya. Adapun, mesin cetak yang digunakan merupakan mesin cetak offset untuk percetakan umum dan tidak tergolong dalam mesin khusus percetakan uang.”