Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bara di PLN Batubara

Anggaran belanja anak usaha PLN senilai Rp 800 miliar dipersoalkan. Ada piutang ke pembangkit Dahlan Iskan.

25 Agustus 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA bulan menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Direktur Utama PT PLN Batubara, Khairil Wahyuni tak kehilangan optimisme. Kendati mengaku pasrah dengan kelanjutan masa tugasnya di anak perusahaan PT PLN (Persero) itu, dia mengatakan masih menaruh harapan bakal mendapat penugasan baru.

Apalagi, belakangan, namanya santer disebut-sebut sebagai salah satu kandidat Direktur PLN. "(Kendati) baru rumor," katanya dengan nada malu-malu kepada Tempo, Jumat pekan lalu. Pada Desember mendatang, masa tugas semua direktur PLN akan berakhir.

Menakhodai PLN Batubara, Khairil dibebani tugas mengamankan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap milik induknya dan swasta. Sejak didirikan pada 8 September enam tahun lalu, PLN Batubara baru bisa memasok sekitar empat persen kebutuhan batu bara.

Untuk meningkatkan satu persen, Khairil mengaku membutuhkan cara ekstra. Kendati negara ini melimpah dengan kekayaan batu bara, tak mudah mengeruknya untuk kepentingan dalam negeri. Menurut dia, hambatan datang dari kalangan yang dirugikan oleh gerakan hemat dan bersih-bersih PLN. "Banyak yang tidak suka gerakan hemat ini," ujarnya.

Meski mengaku telah menjalankan tugas dengan maksimal, dalam dua tahun belakangan PLN Batubara menjadi buah bibir di lingkup internal PLN. Penyebabnya adalah belanja anggaran 2011-2012 senilai Rp 800 miliar dipakai tidak sesuai dengan perencanaan. Akibatnya, direksi PLN menaruh kecurigaan terhadap anak usahanya itu.

Seorang pejabat tinggi PLN mengatakan suntikan dana Rp 800 miliar semula direncanakan untuk dipakai PLN Batubara membeli batu bara yang kemudian akan dipasok buat sejumlah PLTU. Namun, saat Dahlan Iskan menjabat direktur utama pada 2010, PLN Batubara didorong memutus ketergantungan PLN terhadap calo pemasok batu bara. "Perusahaan itu kemudian diarahkan membeli langsung ke pemilik tambang," katanya.

Pertumbuhan PLTU yang pesat oleh kalangan swasta menuntut ketersediaan batu bara. Karena kebutuhan inilah PLN Batubara diberi dana segar memenuhi pasokan batu bara dari area tambang sendiri.

Awalnya tidak ada persoalan dengan pengadaan itu. Namun, sampai anggaran yang dikucurkan mencapai Rp 800 miliar, direksi PLN mulai mencium aroma tak sedap. Uang yang digelontorkan tak sebanding dengan batu bara yang dipasok.

Pejabat tadi mengatakan direksi mulai menyorot bisnis-bisnis PLN Batubara. Usut punya usut, alih-alih dibelikan untuk batu bara, dana ratusan miliar itu justru dipakai menyewa sejumlah area pertambangan di Sumatera hingga Papua. Oleh direksi PLN Batubara, wilayah pertambangan ini diklaim memiliki cadangan besar yang siap memasok PLTU.

Di tengah sorotan itu, direksi PLN Batubara tak goyah, bahkan semakin percaya diri dengan mengajukan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2013 sebesar Rp 12 triliun pada akhir 2012. Di sini mulai terjadi konflik dengan seorang direktur PLN yang duduk menjadi Komisaris Utama PLN Batubara.

Khairil membenarkan soal pengajuan RKAP itu. "Untuk pendanaan investasi yang bersifat tahun jamak," ucapnya.

Pengajuan suntikan dana itu membuat direksi PLN terbelah antara setuju dan tidak setuju. Pejabat PLN tadi mengatakan perdebatan di antara direktur memanas, sampai salah satu direktur mengancam mengundurkan diri jika Direktur Utama PLN Nur Pamudji memberi persetujuan.

Nur ciut dengan ancaman itu. Belakangan, suara direksi bulat: menolak usul investasi. Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Deden Adhitya Dharma membenarkan kisruh laporan keuangan PLN Batubara. "Kami setuju direksi PLN tidak meneken usul itu," katanya Kamis pekan lalu.

Direksi PLN menyimpan usul PLN Batubara dan lebih berfokus meminta laporan penggunaan Rp 800 miliar lebih dulu. Mereka juga proaktif dengan menyewa jasa akuntan publik Ernst and Young (E&Y) untuk mengaudit penggunaan dana tersebut.

Audit yang selesai tahun lalu itu hasilnya mencengangkan: banyak cadangan batu bara yang tidak sesuai dengan kontraknya. Misalnya volume cadangan tak sebesar yang disebutkan di kontrak kerja sama, kandungan kalori tak sesuai dengan perjanjian, lokasi pertambangan batu bara jauh dari akses infrastruktur, bahkan ada pula yang bodong.

Audit E&Y itu juga menemukan kecerobohan direksi PLN Batubara yang berani membayar uang muka kepada pemilik kuasa pertambangan tanpa jaminan. Salah satunya pembayaran uang muka untuk wilayah kuasa pertambangan di Sumatera, seperti Jambi dan Bengkulu, yang nilainya Rp 480-560 miliar. "Kerja sama ini dengan satu pengusaha yang disebut-sebut dekat dengan seorang ketua umum partai politik," tutur pejabat tinggi tadi.

Dalam audit itu juga ditemukan pembayaran uang muka tanpa jaminan berisiko investasi PLN Batubara menguap, terutama di wilayah tambang yang tak menghasilkan batu bara sesuai dengan prediksi awal atau bodong.

Temuan E&Y ini membuat direksi geregetan. Mayoritas direktur menginginkan pencopotan Khairil, tapi ada dua direktur yang tetap menginginkannya bertahan. Keduanya menilai keterpurukan PLN Batubara lantaran belum mampu melepaskan diri dari gurita pengusaha nakal yang mengincar bisnisnya.

Kelemahan itu terlihat dalam pengelolaan hubungan bisnis dengan perusahaan milik Dahlan. Seorang pejabat tinggi PLN mengatakan direksi PLN Batubara tak kunjung menagih piutang sebesar Rp 80 miliar kepada PT Cahaya Fajar Kaltim milik Dahlan, yang mengelola PLTU Embalut di Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Piutang itu macet dan tak tertagih selama enam bulan.

Piutang macet ini menjadi sorotan di lingkup internal PLN. Rekomendasi pengawas internal meminta kepada direksi PLN agar pembayaran pembelian listrik kepada PLTU Embalut dipotong besaran piutang.

Akibat kelemahan ini, direksi PLN pernah mengajukan usul pergantian Khairil kepada Dahlan. Pengusaha media Jawa Pos Group itu, seperti ditirukan seorang direktur PLN kepada Tempo, menjawab dengan nada menantang, "Ganti saja."

Direktur tersebut mengatakan persoalan PLN Batubara inilah yang menjadi beban berat Nur Pamudji. Agar tak menambah masalah, direksi memilih mengamputasi sebagian kewenangan direksi PLN Batubara. Suntikan dana hanya diberikan untuk jual-beli batu bara. Sedangkan urusan investasi harus seizin direksi PLN.

Nur Pamudji menolak menanggapi persoalan PLN Batubara. "No comment," ujarnya. "Belum saatnya saya bicara."

Adapun Khairil membantah jika disebut diistimewakan Dahlan. Ia mengklaim proses bisnis yang dikerjakan PLN Batubara sesuai dengan prinsip good corporate governance. Ihwal piutang kepada PLTU milik Dahlan, Khairil menyebutkan pembayarannya masih lancar. "Sesuai dengan kesepakatan."

Dahlan sendiri mengaku tidak mengetahui urusan piutang. "Saya sudah tujuh tahun tak mengurus Embalut," ucapnya. Ia menampik jika disebut mengistimewakan Khairil dan ngotot mengganti Nur karena tak bisa menahan mayoritas direktur PLN yang ingin menyingkirkan Khairil. Sebaliknya, Dahlan menyebut Khairil orang pilihan Nur untuk ditempatkan di PLN Batubara. "Saya hanya menyetujui."

Akbar Tri Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus