Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pindah belum, tapi para pedagang Pasar Mayong, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sudah kena pungutan biaya balik nama. Suudi, misalnya, mesti membayar Rp 55 ribu per meter persegi. Pedagang lain, yang dokumen kepemilikannya bukan atas namanya, bahkan dikenai Rp 500-750 ribu.
Rupanya, pungutan balik nama tak seragam, tergantung ramai-tidaknya lokasi jualan. Warsini, pedagang sayur yang lapaknya masih atas nama bapaknya, membayar Rp 250 ribu per meter persegi. Pedagang lain, Jamaah, yang berjualan pakaian, menyetor Rp 1,5 juta untuk dua kios, masing-masing berukuran empat meter persegi.
Pasar tradisional di tengah Kota Jepara itu memang sudah siap dibongkar. Proses pendataan ulang telah dilakukan. Kepala pasar mewajibkan pedagang menyerahkan salinan dokumen kepemilikan kios, plus ongkos administrasi Rp 6.000. ”Tempat saya sudah diukur,” kata Sutrisno, pedagang konfeksi.
Seorang petugas malah woro-woro meminta pedagang bergeser ke tempat penampungan, di bagian timur bangunan pasar. Tanggal boyongan ditetapkan 15 Mei. Tapi, ketika Tempo berkunjung ke sana, Kamis pekan lalu, belum ada pergerakan. ”Masih tenang-tenang saja,” kata Suudi. Juru bicara Pemerintah Kabupaten Jepara, Hadipriyanto, mengatakan rencana renovasi pasar ditunda oleh pemerintah pusat. Lelang yang sudah disiapkan pun dibatalkan.
Modernisasi Pasar Mayong salah satu kegiatan yang akan dibiayai dari dana stimulus. Pasar yang dibangun pada 1970-an ini memang menjadi sentra dari pasar-pasar di kecamatan sekitarnya, seperti Kecamatan Nalumsari, Pancur, Bategede, dan Batealit. Pemerintah Kabupaten Jepara, kata Hadipriyanto, akan merobohkan pasar lama, yang menempati area 3.900 meter persegi.
Nantinya, bangunan baru akan dibuat dua lantai. Lantai bawah untuk pedagang ”bersih”, seperti kain, konfeksi, sandal, dan tas. Lantai atas khusus disiapkan bagi pedagang ”basah”, termasuk ikan, daging, ayam, sayur, dan kelontong. Ini demi kenyamanan pedagang dan pembeli. Desain Pasar Mayong meniru Pasar Jepara I, pasar tradisional yang telah dimodernisasi. Di sini ada fasilitas tempat penitipan bayi dan poliklinik.
Pasar Mayong tergolong padat, dihuni 1.340 pedagang, melebihi kapasitasnya yang hanya untuk 1.000 pedagang. Bagian dalam bangunan baru beberapa tahun direnovasi, setelah terbakar pada 2003. Saluran air dan selokan ditata rapi sehingga tidak becek pada saat hujan sekalipun. Jalan di dalam pasar dipasangi konblok, sedangkan lantai kios berkeramik.
Kebijakan revitalisasi pasar ini adalah bagian dari paket stimulus ekonomi 2009 untuk Departemen Perdagangan. Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan Departemen Keuangan sebenarnya telah memutuskan, Februari lalu, jatah departemen ini Rp 335 miliar. Namun Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan Ardiansyah Parman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Perindustrian dan Perdagangan Dewan, 13 Mei, menyatakan tidak sanggup melaksanakan program yang mesti kelar pada 2009 tersebut.
Pekan berikutnya, 18 Mei, dalam rapat kerja dengan komisi yang sama, Pak Sekjen meralat pernyataannya. Menurut dia, usul menunda pelaksanaan stimulus 2009 itu didasari masa pelaksanaan yang mepet. Tapi ia akan melaporkan persoalan ini kepada Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu terlebih dulu. Pada rapat 13 Mei, Mari memang tidak hadir. Ia pergi ke Amerika Serikat.
Maka, pada pertemuan 18 Mei tersebut, Mari terkesan bingung, celingukan saat diberondong berbagai pertanyaan oleh anggota Dewan. Intinya, Departemen Perdagangan dianggap plinplan. Bu Menteri buru-buru mengambil sikap. Menurut dia, keputusan bukan di tangan sekretaris jenderal, melainkan menteri sebagai penanggung jawab departemen.
Mari mencoba mengklarifikasi pernyataan Ardiansyah. Departemen ini, kata dia, siap melaksanakan program stimulus yang telah diputuskan bersama Panitia Anggaran, tapi tidak sanggup bila harus merevisi sesuai dengan usul Dewan, mengingat waktunya singkat. Sebab, revisi harus dilakukan sesuai dengan mekanisme, termasuk bila akan mengubah alokasi anggaran.
Rencananya, sekitar Rp 215 miliar dana stimulus akan dipakai untuk merevitalisasi 32 unit pasar tradisional di 20 kabupaten. Sisanya, Rp 120 miliar, untuk membangun dan merelokasi gudang komoditas primer di sentra produksi di 31 kabupaten yang tersebar di 11 provinsi. Sebanyak 41 gudang akan dibangun, termasuk 35 gudang flat dan 6 gudang silo.
Untunglah kesimpangsiuran itu sudah bisa diselesaikan.”Daftar isian proyek program stimulus untuk Departemen Perdagangan juga sudah diteken,” kata Mari. Persiapan pelaksanaan proyek atau tender sudah bisa dimulai. Suudi bakal segera memiliki kios yang lebih layak.
PAKET stimulus ekonomi 2009 diluncurkan awal tahun ini. Pemerintah menganggarkan Rp 73,3 triliun. Sektor fiskal alias perpajakan mendapat porsi 85 persen, sekitar Rp 61,1 triliun. Sisanya untuk sektor infrastruktur, Rp 12,2 triliun.
Krisis keuangan globallah yang mendorong pemerintah menyuntikkan dana ke masyarakat agar roda perekonomian terus menggelinding. Sektor padat karya menjadi prioritas. Targetnya 2,4 juta lapangan kerja tercipta untuk mengurangi angka pengangguran. Perekonomian yang melambat dan anjloknya ekspor membuat banyak perusahaan memangkas tenaga kerjanya.
Untuk mendapatkan Rp 73,3 triliun, pemerintah Indonesia memanfaatkan sisa anggaran tahun lalu sebesar Rp 51,3 triliun dan pinjaman siaga dari lembaga multilateral. Pengalokasian dana stimulus ini juga membengkakkan defisit anggaran tahun ini dari Rp 51,3 triliun menjadi Rp 139,5 triliun, atau meningkat dari 1 menjadi 2,5 persen produk domestik bruto.
Di tingkat pelaksanaan, ada juga pengucuran stimulus yang tersendat. Jatah Departemen Pertanian sebesar Rp 650 miliar bakal disetop. Wakil Ketua Panitia Anggaran Harry Azhar Aziz mengatakan departemen ini mengajukan proyek yang tidak sama dengan yang telah disepakati Departemen Keuangan dan Panitia Anggaran.
Menurut dia, setelah palu diketuk, pada 24 Februari, pemerintah diminta menyelesaikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan administrasi lain maksimal lima hari. Setelah itu, baru Dewan meneken.
Ternyata, Harry menambahkan, Departemen Pertanian mengajukan daftar yang nilainya sama tapi alokasinya berbeda. Hal ini dilakukan tanpa melalui Departemen Keuangan. ”Sepertinya mau potong kompas,” kata dia. Akhir April lalu, menurut Harry, dalam rapat kerja Panitia Anggaran dengan Departemen Keuangan soal subsidiary loan agreement, persoalan itu muncul.
Dewan pun menawarkan mekanisme revisi untuk membahas usul Departemen Pertanian. Pilihan lain, proyek itu dikeluarkan dari paket stimulus dan bisa diajukan saat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2009, Juni mendatang. Tapi Menteri Pertanian Anton Apriyantono membantah soal itu. ”Tanyakan ke Panitia Anggaran. Kami tidak ada perubahan,” katanya.
Tamsil Linrung, anggota Komisi Pertanian yang juga duduk di Panitia Anggaran, membenarkan adanya ketidakcocokan antara yang telah disepakati dan rencana pelaksanaannya. Dalam data baru, kata dia, proyek menjangkau lebih banyak daerah, sehingga nilainya menjadi kecil-kecil.
Menurut Tamsil yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini, Departemen Pertanian, misalnya, merencanakan jalan usaha tani dibikin sesuai dengan standar. Pemerintah tak ingin jalan terlalu bagus karena khawatir beralih fungsi menjadi perumahan. Sebaliknya, Dewan ingin jalan dibuat lebih baik agar potensi losses akibat jalan rusak tak terjadi lagi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak mau mencampuri kisruh ini dan menyerahkan keputusannya kepada Panitia Anggaran dan Departemen Pertanian. Pemerintah, kata dia, melalui Departemen Keuangan hanya mengajukan porsi dana, sedangkan yang melaksanakannya kementerian terkait.
Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian Hilman Manan tak bisa memastikan apakah dana stimulus departemennya akan cair. Sebab, pembahasan di Panitia Anggaran belum final. Rencananya, kata Hilman kepada pers akhir Maret lalu, 75 persen dari dana tersebut digunakan untuk mengembangkan jaringan irigasi di 32 provinsi dan 300 kabupaten di seluruh Indonesia.
Dana stimulus tersebut juga dipakai untuk membangun jalan usaha tani tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan sepanjang 2.217 kilometer senilai Rp 110,85 miliar, jalan produksi karet 409 kilometer (Rp 40,9 miliar), dan jalan produksi sawit 264 kilometer (Rp 26,4 miliar). Sedangkan Rp 21,32 miliar dialokasikan untuk administrasi, pembinaan, dan persiapan.
Menteri Anton tetap yakin proyek stimulus di departemennya jalan terus. Cuma administrasinya mengikuti anggaran perubahan. Namun Tamsil justru membenarkan bahwa jatah stimulus Departemen Pertanian dibatalkan. ”DIPA tidak diproses,” katanya. Anggaran stimulus yang sudah kecil itu makin langsing karena bakal berkurang lagi Rp 650 miliar.
Retno Sulistyowati, Bandelan (Jepara)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo