Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1>Obligasi Korporasi</font><br />Nikmatnya Bunga Aduhai

Puluhan perusahaan ramai-ramai menerbitkan obligasi pada tahun ini. Investor berpeluang menikmati kupon bunga tinggi.

25 Mei 2009 | 00.00 WIB

<font face=verdana size=1>Obligasi Korporasi</font><br />Nikmatnya Bunga Aduhai
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dua halaman iklan prospektus Gozco Plantations muncul di sebuah surat kabar ekonomi, Rabu pekan lalu. Isinya menawarkan obligasi rupiah senilai Rp 500 miliar kepada investor. Di halaman lain koran yang sama, tampak juga sehalaman iklan prospektus ringkas Bank Tabungan Negara (BTN). Bank milik pemerintah ini menjajakan obligasi tiga kali lipat dari yang ditawarkan Gozco.

Bukan hanya dua perusahaan itu yang melepas surat utang kepada publik. Beberapa emiten lain berencana menawarkan produk investasi itu. Sebut saja Adira Multi Dinamika Finance, Indofood Sukses Makmur, Summit Oto Finance, Bank Jabar, Bank Ekspor Indonesia, Medco Energi Internasional, Berlian Laju Tanker, Apexindo Pratama Duta, dan Perum Pegadaian.

Direktur Fixed Income dan Derivatif Bursa Efek Indonesia Guntur Pasaribu mengatakan 12 perusahaan sudah mendaftarkan obligasinya kepada bursa efek. Total obligasi yang sudah tercatat dan akan melantai di Bursa Indonesia mencapai Rp 16,5 triliun, melebihi target emisi dalam rencana kerja dan anggaran 2009, sebesar Rp 15 triliun. ”Jumlah emisi obligasi berpotensi bertambah lagi,” ujar Guntur.

Indikasinya bisa dilihat pada kinerja Perusahaan Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Kahlil Rowter, Direktur Utama Pefindo, mengungkapkan, sampai April, perusahaannya sudah mendapatkan mandat dari puluhan perusahaan untuk memeringkat obligasi senilai Rp 20 triliun. Pemeringkatan obligasi senilai Rp 5 triliun sudah rampung. Sisanya, Rp 15 triliun, sedang dalam proses penyelesaian.

Penerbitan surat utang itu meningkat, kata Kahlil, lantaran obligasi sejumlah perusahaan jatuh tempo pada tahun ini. Tren penurunan BI Rate dan imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) juga memicu maraknya penerbitan obligasi korporasi.

Besarnya penerbitan obligasi pada tahun ini berkebalikan dengan tahun lalu, yang hanya Rp 12 triliunan. Pada 2008, menurut Head of Debt Research Danareksa Sekuritas Budi Susanto, penerbitan obligasi relatif minim karena terimbas gejolak pasar finansial global. Seretnya likuiditas dan tingginya risiko pasar keuangan membuat imbal hasil acuan surat utang negara melonjak hingga 19,8 persen. Tingginya imbal hasil acuan itu membuat biaya menerbitkan obligasi menjadi mahal dan tak menguntungkan korporasi.

Tak seperti tahun lalu, kata Budi, kondisi pasar finansial tahun ini relatif lebih kondusif. Bank Indonesia terus menurunkan bunga acuan (BI Rate) hingga 7,25 persen pada awal Mei. Secara perlahan, tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia menurun menjadi 7,26-7,4 persen. Imbal hasil obligasi negara juga terus menunjukkan indikasi penurunan ke kisaran 10,48-12,6 persen.

Tapi, kata Budi, imbal hasil obligasi korporasi swasta sebetulnya tidak rendah juga. Agar laku, mereka ”terpaksa” menawarkan imbal hasil tinggi dengan menambah premi risiko 200-400 basis point (2-4 persen) di atas surat utang negara, yakni berada di kisaran 12-14 persen. Lihat saja, BTN menawarkan kupon bunga sekitar 12 persen per tahun. Bahkan Berlian Laju Tanker menawarkan kupon lebih tinggi, yaitu 14,25-16,25 persen.

Meski demikian, para emiten itu tetap memilih menerbitkan obligasi karena tak mudah juga mendapatkan pinjaman dari bank. Saat ini, bank sedang pelit memberikan pinjaman lantaran takut kredit macet melonjak seiring dengan resesi global. Bank lebih senang menyimpan duitnya untuk berjaga-jaga menghadapi kondisi likuiditas yang tak menentu.

Alhasil, penerbitan surat utang berjangka panjang pun marak. Selain untuk melunasi (refinancing) obligasi yang jatuh tempo, ada juga perusahaan yang berencana menggunakan duit hasil penjualan obligasi untuk ekspansi. ”Kami berencana memakai dana obligasi untuk membeli kapal tanker baru,” kata Direktur Keuangan Berlian Laju Tanker Kevin Wong.

Booming surat utang ini juga dinikmati para investor. Mereka bisa mendapatkan bunga 14-an persen per tahun, di atas bunga deposito yang berkisar 9-11 persen. Dibanding dolar dan surat utang pemerintah Amerika Serikat (US Treasury) berjangka 10 tahun yang memberikan imbal hasil 2,3-3 persen, obligasi korporasi Indonesia juga jauh lebih menarik. Selisih rentang bunganya sekitar 8 persen. ”Dengan SUN saja, imbal hasil US Treasury masih kalah menarik,” kata Budi.

Karena itu, Budi berpendapat saat ini waktu pas bagi para investor membeli obligasi korporasi, juga obligasi negara. Terlebih lagi, imbal hasil dengan premi risiko 200-400 basis point kemungkinan besar tidak akan berlanjut pada tahun depan. Suku bunga diyakini bakal terus turun, seiring dengan penurunan inflasi—tahun ini inflasi ditargetkan hanya 6,2 persen, jauh di bawah 2008 yang 11,06 persen—sehingga imbal hasil juga bakal turun.

Direktur investasi Dana Pensiun Telkom Wahyudi Salasa mengatakan imbal hasil obligasi korporasi memang aduhai. Problemnya, obligasi korporasi memiliki sejumlah kendala, di antaranya risiko default (gagal bayar). Tak jarang, ada pengelola perusahaan penerbit obligasi yang tak punya iktikad melunasi obligasi. Itu sebabnya para investor kakap, khususnya dana pensiun, lebih memilih membeli surat utang negara, yang imbal hasilnya lebih rendah tapi tanpa risiko.

Kendala lainnya, kata Wahyudi, pasar sekunder obligasi korporasi di bursa efek tak selikuid obligasi negara, sehingga menyulitkan investor menjual kembali saat membutuhkan dana segera. Jika investor mau menjualnya, harus lewat broker. Lalu broker akan mencarikan pembelinya. ”Lama sekali lakunya. Beda dengan obligasi negara,” ujarnya.

Direktur Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi sependapat. Kurang likuidnya pasar sekunder obligasilah yang membuat pengelola reksa dana lebih banyak memilih obligasi negara. Tapi baik Wahyudi maupun Michael menegaskan, itu bukan berarti Dana Pensiun Telkom dan pengelola reksa dana tidak tertarik membeli obligasi korporasi. ”Beberapa obligasi korporasi sangat menarik,” kata Michael.

Dana Pensiun Telkom, yang mengalokasikan 15-20 persen dari dananya sebesar Rp 1 triliun untuk diinvestasikan pada obligasi korporasi, sudah menentukan parameter untuk membeli surat utang yang diterbitkan korporasi. Misalnya, peringkat surat utang itu mesti A+ dan outlook-nya minimal stabil.

Guntur juga hakulyakin prospek obligasi korporasi tahun ini tetap cerah. Andai masyarakat berminat membelinya, kata dia, investor jangan hanya melihat peringkat obligasinya, tapi juga menelaah prospek sektor industri perusahaan penerbitnya. Investor juga wajib mencermati manajemen dari perusahaan penerbit obligasi, terutama dalam mengelola arus kas. Dengan begitu, investor bisa meminimalisasi risiko.

Untuk obligasi yang berbunga tinggi, Wahyudi menyarankan mempertahankannya sampai jatuh tempo. Dengan tren penurunan suku bunga, nyaris mustahil ada korporasi yang akan menerbitkan obligasi lebih tinggi dari sekarang. Tentu saja aspek risiko tetap harus diperhatikan agar tak kejeblos.

Padjar Iswara

Obligasi 2009 (dalam miliar rupiah)
EmitenNilai
PT Danareksa200
PT Indomobil500
PT PLN2.200
PT Matahari Putra Prima500
PT Federal Internasional Finance500
PT Astra Sedaya Finance 900
PT Indofood Sukses Makmur1.000
PT Adira Multi Dinamika Finance750
PT Summit Oto Finance500
PT Bank Jabar2.000
PT Bank Tabungan Negara1.500
PT Bank Ekspor Indonesia2.000
PT Perum Pegadaian1.500
PT Berlian Laju Tanker500
PT Apexindo Pratama Duta750
PT Medco Energi Internasional1.000
Sudah direalisasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus