Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan baru terkait batasan pemberian fasilitas bebas bea masuk dan pajak impor untuk barang kiriman sebagai bagian dari upaya mengurangi defisit neraca perdagangan. Kebijakan itu pada intinya menurunkan batasan pemberian pembebasan bea masuk barang kiriman yang diimpor, dari semula US$ 100 atau sekitar Rp 1,49 juta menjadi maksimal US$ 75 atau sekitar Rp 1,12 juta dengan kurs Rp 14.900 per dolar AS.
Baca: Tarif Baru PPh Impor Berlaku Efektif, Bea Cukai Ingatkan Importir
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Penetapan batasan paling banyak US$ 75 tersebut berasal dari rekomendasi Organisasi Kepabeanan Dunia (WCO)," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Jumat pekan lalu, 14 September 2018. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 112/2018 tentang perubahan atas PMK 182/2016 tentang ketentuan impor barang kiriman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pembebasan bea masuk diberikan untuk setiap penerima barang per satu hari atau lebih dari satu kali pengiriman dalam waktu satu hari. Bea masuk dibebaskan sepanjang nilai pabean atas keseluruhan barang kiriman tidak melebihi US$ 75. Dalam hal nilai pabean barang kiriman melebihi batas nilai pabean, bea masuk dan pajak dalam rangka impor dipungut atas seluruh nilai pabean barang kiriman tersebut.
Heru menjelaskan, kalau seseorang dalam sehari melakukan tiga transaksi masing-masing US$ 50, US$ 20, dan US$ 100, maka yang hanya dikenakan pembebasan bea masuk dan pajak impor adalah yang US$ 50 plus US$ 20. "Sedangkan yang ketiga dikenakan tarif normal," katanya.
Lebih jauh Heru menyebutkan bahwa kebijakan ini dikeluarkan untuk memberi kesetaraan (level of playing field) kepada pelaku bisnis di dalam negeri, baik produsen maupun pedagang yang sudah patuh bayar pajak. Aturan baru ini juga ditujukan untuk menumbuhkan industri dalam negeri supaya tidak hanya menikmati barang-barang yang eks-impor.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/2018 tentang Perubahan atas PMK Nomor 182/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman yang diundangkan pada 10 September 2018. Peraturan menteri keuangan tersebut mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Perubahan batasan pemberian fasilitas bebas bea masuk dan pajak impor ini menjadi perhatian pemerintah karena ada pihak yang memanfaatkan celah dari aturan ini. Pasalnya, sebelum adanya aturan baru tersebut, pihak yang memanfaatkan celah mentransaksikan barang-barangnya di bawah US$ 100 dan berulang-ulang supaya tidak kenakan pajak impor dan bea masuk.
"Bahkan ada satu orang mengimpor dari satu pemasok sebanyak 400 kali dalam sehari dengan jumlah total transaksinya puluhan ribu dolar AS, tetapi mereka memilih transaksinya atas barang-barang di bawah US$ 100," ujar Heru.
Jenis barang yang diimpor dengan cara tersebut mulai dari arloji, baju, sarung ponsel, hingga tas. Barang tersebut dipakai sebagai dagang tetapi tidak dinyatakan secara entitas.
Adapun bagi pelaku usaha retail yang ada di dalam negeri, menurut Heru, perilaku tersebut menciptakan iklim persaingan yang tidak sehat. "Dengan demikian setiap pembelian melalui online barang kiriman yang sebelumnya sampai dengan US$ 100 itu bebas sekarang di-cap menjadi US$ 75. Setiap hari, satu penerima atau importir hanya boleh maksimal menikmati sampai dengan US$ 75," katanya.
Melalui kebijakan pembatasan barang impor bebas bea masuk tersebut, kata Heru, diharapkan bakal mendorong industri dalam negeri dan retail agar mampu bertahan. "Kami mengajak industri dalam negeri yang diuntungkan untuk ngebut menangkap peluang ini. Pemerintah siap support supaya industri dalam negeri produktif dan kompetitif."
ANTARA