Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bebas Portal Sapi Bollywood

Meroketnya harga daging sapi mendorong pemerintah membuka keran impor dari India. Penyakit mulut dan kuku dikhawatirkan mengancam populasi sapi lokal.

22 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA hari setelah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid IX mengenai pembukaan impor sapi dan kerbau dari India, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution sudah menerima surat protes. Dalam surat yang dikirim pada awal Februari lalu, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana meminta pemerintah membatalkan kebijakan tersebut. "India termasuk negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku," katanya Kamis pekan lalu.

Pemerintah membuka keran impor daging India sebagai respons meroketnya harga daging sapi. Harga daging kini mencapai Rp 120-130 ribu per kilogram. Bahkan pada Januari lalu sempat menembus Rp 145 ribu per kilogram. Tingginya harga daging telah berlangsung lebih dari dua tahun.

Harga daging di Indonesia dua kali lipat harga di Malaysia. Negeri jiran itu tak punya banyak sapi, tapi mengimpor dari India. Inilah yang membuat pemerintah memilih India sebagai alternatif, selain mengimpor dari Australia dan Selandia Baru. "Pemerintah memperluas kemungkinan memasukkan ternak atau daging dengan pendekatan yang lebih luwes," ujar Darmin.

Meski ada surat protes, pemerintah jalan terus. Untuk melegalkan rencana itu, pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah. Sapi atau daging dari India dilarang masuk karena statusnya belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). Selain India, negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku adalah Brasil. Adapun Indonesia telah dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku sejak 1983. Negara yang statusnya sama dengan Indonesia di antaranya Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada serta beberapa negara Eropa.

Selama ini pemerintah menganut rezim impor model country-based. Dengan skema ini, seluruh wilayah di negara asal impor harus benar-benar bebas dari penyakit mulut dan kuku. Ini berbeda dengan rezim zone-based, yakni mengizinkan impor dari wilayah tertentu yang bebas PMK meski di zona itu ada yang masih terjangkit PMK.

Nah, peraturan yang akan diterbitkan pemerintah itu memayungi perubahan impor dari country-based menjadi zone-based. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno mengatakan perubahan ini merupakan permintaan Presiden Joko Widodo. Seorang peneliti di Kementerian Pertanian mengatakan, saat berkunjung ke Malaysia, Jokowi menyaksikan harga daging sapi di negeri jiran dibanderol Rp 50 ribu per kilogram-tak sampai separuh harga di Tanah Air. Jokowi ingin harga di Indonesia harus sama dengan Malaysia. Keinginan Jokowi itu diwujudkan dalam peraturan pemerintah, yang saat ini tengah digodok. "Drafnya sudah di meja Presiden," kata Muladno.

* * * *

KENDATI keran impor daging asal India baru akan dibuka, daging sapi asal negara itu nyatanya telah beredar di pasar Indonesia. Tentu saja tidak resmi. Ribuan ton barang itu masuk secara ilegal melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta; Batam; Riau; Medan; dan perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong. Para pedagang daging kelas menengah dan besar tahu betul rembesan daging asal India.

Seorang pedagang daging mengatakan sekitar 100 ton daging sapi India beredar di Jakarta dan sekitarnya setiap bulan. "Sekitar 80 persen daging sapi India yang beredar milik satu orang," ujarnya. Sumatera dan Kalimantan juga menjadi sasaran beredarnya daging asal India.

Cerita pedagang tadi bukan isapan jempol. Petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengendus masuknya tujuh kontainer yang diduga berisi daging dari India di Pelabuhan Tanjung Priok, Januari lalu. Dalam dokumen disebutkan bahwa isi kontainer adalah kulit olahan atau wet blue. Namun petugas kantor pusat Bea dan Cukai melihat gelagat mencurigakan. Sebab, kulit itu berada di dalam kontainer dengan mesin pendingin mencapai minus 20 derajat Celsius. Atas dasar itu, diterbitkanlah nota hasil intelijen. "Mana ada kulit diangkut dalam kontainer berpendingin udara?" kata salah seorang petugas pemeriksa kepada Tempo.

Kontainer harus dibongkar. Namun pembongkaran tidak mudah karena ada beking orang dalam. "Ada gelagat sebagian petugas pabean ingin melepas kontainer ini," ujar sumber yang sama.

Lolos dari Tanjung Priok, kontainer itu baru dibongkar di gudang milik importir di Cileungsi, Bogor. Hasilnya, ditemukan daging sapi beku. Petugas Bea dan Cukai lantas menyegel gudang tersebut. Petugas menduga daging beku itu berasal dari India. Dari hasil pelacakan, barang itu diangkut dari Singapura. Selama ini Singapura dan Malaysia merupakan importir utama ruminansia asal India.

Winarko, Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Tanjung Priok, membantah ada impor ilegal daging dari India. "Hasil pemeriksaan menyatakan itu kulit, bukan daging," katanya kepada Tempo.

Meski ada bantahan di dalam negeri, pengakuan justru datang dari India. Direktorat Jenderal Intelijen Komersial dan Statistik India pernah merilis masuknya daging asal India ke Indonesia. Angkanya mencapai 812 ton pada 2012-2013 dan 84 ton pada 2014-2015. Muladno pernah membaca laporan tersebut. "Ini jelas ilegal karena impor dari India belum dibuka," ujarnya.

* * * *

DERASNYA daging asal India menandakan adanya segelintir pengusaha yang berupaya memasukkan daging tersebut ke Indonesia. Menurut Teguh Boediyana, upaya mereka cukup masif. Mereka tak lelah melobi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membuka keran impor daging sapi dari India. Bahkan pengusaha dan Duta Besar India diduga ikut melobi pemerintah. Mereka juga menawarkan ekspor gandum ke Indonesia.

Menurut catatan Teguh, kasak-kusuk agar keran impor India dibuka terjadi sejak 1990-an. Namun usaha itu selalu gagal. Peluang impor akhirnya mendapat celah sejak pemerintah dan parlemen mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Berbasis Zona.

Teguh bersama peternak lokal mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi agar celah itu ditutup lagi. Setahun kemudian, Mahkamah mengabulkan gugatan tersebut. Impor tetap mengacu negara asal harus bebas PMK. Meski kalah di Mahkamah Konstitusi, pemerintah dan DPR kembali memasukkan pasal zonasi dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009. Merasa kecolongan, Teguh bersama koleganya kembali menggugat ke Mahkamah Konstitusi pada Oktober tahun lalu. Ia berharap pemerintah tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebelum putusan MK.

Para peternak lokal khawatir impor sapi dari India atau produk turunannya mengancam kesehatan sapi dan kerbau lokal. Sebab, penyakit mulut dan kuku dari ruminansia India dapat menular. "Kalau itu terjadi, populasi sapi semakin menyusut dan ketergantungan impor semakin parah," kata Teguh.

Deputi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan impor dari India adalah daging beku untuk kebutuhan industri. Ia yakin pasokan daging segar di pasar tradisional tidak akan terjamah daging dari negara yang terkenal dengan industri film Bollywood itu. "Pengusaha tidak perlu ke pasar bersaing dengan pembeli," ujarnya.

Akbar Tri Kurniawan


Realisasi Impor Daging Sapi (Frozen dan Chilled) 2015

Kuartal I12.000 ton
Kuartal II 17.000 ton
Kuartal III50.000 ton
Kuartal IV20.000 ton

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus