Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Beda Tanggapan Grab, Maxim, dan Gojek soal Bisnis Ojol yang Dinilai Gagal

Djoko Setijowarno menilai ojol merupakan bisnis gagal karena driver-nya kerap mengeluh dan demo.

16 Oktober 2022 | 11.17 WIB

Pengemudi ojek online (ojol) mengangkut penumpang di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Kamis, 9 April 2020. Keputusan tersebut sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan tentang pedoman PSBB yang menyatakan ojek online hanya boleh mengangkut barang, bukan orang. TEMPO/Nurdiansah
Perbesar
Pengemudi ojek online (ojol) mengangkut penumpang di kawasan Pondok Indah, Jakarta, Kamis, 9 April 2020. Keputusan tersebut sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan tentang pedoman PSBB yang menyatakan ojek online hanya boleh mengangkut barang, bukan orang. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah perusahaan penyedia aplikasi ojek online menanggapi pernyataan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno yang menilai bahwa ojol sebagai bisnis gagal. Grab Indonesia, Maxim, hingga Gojek menyampaikan pendapat yang berbeda soal penilaian tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Director of Central Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy menjelaskan saat ini fokus Grab adalah menjadi platform yang menawarkan peluang penghasilan yang berkelanjutan. Menurut dia, Grab menyediakan aplikasi yang bisa diakses fleksibel dan dapat disesuaikan oleh kebutuhan para mitra pengemudi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tentu dengan tetap mempertimbangkan adanya keseimbangan antara permintaan pasar dan jumlah mitra pengemudi guna menjaga kesinambungan pendapatan,” ujar dia kepada Tempo, Rabu, 12 Oktober 2022.

Tirza menuturkan Grab juga secara konsisten memonitor perkembangan pendapatan mitra dan permintaan penumpang sebagai salah satu indikator keseimbangan penawaran dan permintaan (supply dan demand). Grab pun menekankan bahwa mitra pengemudi merupakan salah satu pemangku kepentingan utama dalam ekosistem industri transportasi online (ride-hailing).

“Grab berkomitmen untuk mendukung kesejahteraan para mitra pengemudi dalam jangka panjang,” tutur dia.

Transportasi online, kata Tirza, memiliki prinsip, model bisnis, dan beragam aspek yang berbeda dengan transportasi umum konvensional. Sehingga untuk memajukan dan memastikan keberlangsungan industri transportasi online yang menaungi jutaan mitra, maka dibutuhkan pendekatan khusus.

“Yang tepat sasaran sesuai dengan keseluruhan aspek di ekosistem transportasi online,” ucap Tirza.

Sementara itu, Business Development Manager Maxim Imam Mutamad Azhar mengatakan seorang pakar yang memberikan opini atau pendapat dan diperbolehkan. Namun, dia menyatakan sejam 2018, Maxim sudah mengembangkan bisnisnya di banyak kota.

"Sekarang kami sudah buka di 93 kota, kalau dianggap gagal, apakah ini bisa menjadi parameter? Itu silakan saja jika ada dasarnya. Ya kami juga ada dasarnya menyampaikan bahwa alhamdulillah keberadaan kami bisa meberikan kontribusi. Paling tidak dari sisi itu saja," ujar Imam melalui sambungan telepon pada Kamis, 13 Oktober 2022.

Imam juga mengingatkan, pihaknya adalah aplikator atau agregator, seperti marketplace. Tugasnya, kata dia, hanya mempertemukan permintaan dan penawaran. Jika itu tidak memberikan manfaat atau pasar Maxim tidak menguntungkan buat yang bertransasksi, pasti sudah ditutup.

"Mengenai sebutan tidak mensejahterakan, ya mohon maaf ya apakah semua perusahaan yang ada di sini bisa mensejahterakan? To the point ya saya bilang bahkan perusahaan yang boleh kita bilang didanai atau dimiliki oleh pemerintah apakah itu bisa mensejahterakan semua?" ucap dia.

Menurut Imam, lebih baik penilaian suatu bisnis gagal atau tidak semata-mata dari keberhasilan menyejahterakan. Dia juga mempertanyakan apakah Maxim harus datang jadi sinterklas yang kerap memberikan hadiah. "Kan enggak. Bukan begitu, enggak begitu konsepnya."

Imam menuturkan Maxim datang karena distrupsi bisnis yang berubah total, bahkan mempermudah dan memperpendek mata rantai dari penjuan yang langsung bertemua dengan pembeli atau pengguna akhir. Dia mengatakan bahwa Maxim dari awal tidak menjanjikan untuk menyejahterakan, karena selama ini hubungan aplikator dengan driver ojol sifatnya memiliki kebebasan.

"Dalam pengertian driver memiliki kebebasan untuk bekerja dengan aplikasinya. Dia mau bekerja, ya dia nanti dapat uang," tutur Imam. "Sementara dari segi keuntungan, Maxim hanya mendapatkan biaya komisi dari setiap transaksi."

Sedangkan Gojek memilih tidak menanggapi penilaian ojol sebagai binsis yang gagal. Tempo dijanjikan akan diberikan pernyataan resmi dari pihak Gojek, tapi hingga berita ini ditulis belum juga ada tanggapan.

Sebelumnya, Djoko Setijowarno menilai ojol merupakan bisnis gagal karena driver-nya kerap mengeluh dan demo. Selain itu, kata dia, pengemudi ojol sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar

“Kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring,” ujar dia Djoko lewat keterangan tertulis pada Senin, 10 Oktober 2022.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini. 

M. Khory Alfarizi

Alumnus Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Bergabung di Tempo pada 2018 setelah mengikuti Kursus Jurnalis Intensif di Tempo Institute. Meliput berbagai isu, mulai dari teknologi, sains, olahraga, politik hingga ekonomi. Kini fokus pada isu hukum dan kriminalitas.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus