Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendukung rencana pemerintah untuk menghapus status mitra bagi pengemudi ojek online (ojol). SPAI mendesak rencana itu harus segera diwujudkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Harus diwujudkan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang perlindungan bagi pekerja platform, termasuk taksi online dan kurir online,” kata Ketua SPAI Lily Pujiati dalam keterangan tertulis pada Jumat, 4 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lily menyebut, hubungan mitra ini harus disetip karena mengabaikan hak pekerja angkutan online. Dia menyebut harusnya pekerja di sektor ini sesuai dan dilindungi oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Dengan status mitra, platform mengatur tarif murah dengan sewenang-wenang untuk mendapatkan profit dari hasil memeras keringat pengemudi ojol, taksol dan kurir,” kata dia.
Selain murah, Lily mengatakan besaran tarif penumpang dengan barang atau makanan juga berbeda. Kondisi ini karena pemerintah melepas tarif ke mekanisme pasar.
“Sehingga pendapatan para pekerja platform tidak menjadi perhatian yang seharusnya diutamakan,” kata dia.
Lily mengatakan tarif murah ini membuat pendapatan pekerja angkutan online tidak pasti. Para pekerja ini, kata dia, terpaksa bekerja lebih panjang. “Terpaksa bekerja lebih dari 8 jam kerja untuk bisa membayar kontrakan dan biaya sekolah anak serta kebutuhan lainnya,” kata Lily.
Menurut dia, jam kerja panjang ini bisa membahayakan dan rawan terjadi kecelakaan. Dia menyebut sudah banyak pekerja yang kehilangan nyawa atau meninggal di jalanan.
Oleh karena itu, Lily mengatakan, SPAI menuntut pemerintah segera mengesahkan Permenaker ini untuk mengakui status pekerja angkutan online. Pengakuan itu harus sejalan dengan UU Ketenagakerjaan.
“Dengan status pekerja tetap ini maka kami dapat memperoleh hak-hak kami seperti upah minimum layak, THR, jam kerja 8 jam, hak maternitas dan cuti bagi perempuan, jaminan sosial, hak berserikat dan berunding,” kata dia.