Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya judi online di tengah masyarakat membuat pemerintah berupaya keras memberantas situs judi online. Meskipun judi online dilarang di negara ini, namun popularitasnya terus meningkat. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memberantas judi online adalah menindak tegas influencer atau selebgram yang mempromosikan iklan judi online di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga Juli 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan pemutusan akses terhadap lebih dari 846.000 konten perjudian online, baik di situs web maupun media sosial. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi menegaskan pemutusan itu merupakan langkah tegas dalam menangani persebaran konten dengan muatan perjudian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejak tahun 2018 hingga 19 Juli 2023, Kementerian Kominfo telah melakukan pemutusan akses (takedown) terhadap 846.047 konten perjudian online," kata Budi Arie, Senin, 28 Agustus 2023.
Meski pemerintah berupaya keras untuk memberantas judi online, namun iklan judi online rupanya masih tersebar luas di media sosial. Sebenarnya, bagaimana media sosial bisa ampuh menyebar iklan judi online?
Peran Algoritma Media Sosial
Menurut pemerhati keamanan digital, Yuswardi Ali Suud, iklan judi online yang masih tersebar di media sosial dipasang oleh pemilik situs judi itu sendiri dan bayarannya masuk ke rekening perusahaan pengelola media sosial.
Artinya, iklan judi online yang hingga kini masih beredar di media sosial bukanlah konten yang dibuat pengguna (user generated content), melainkan iklan B to B antara perusahaan dan individu pemilik situs judi dengan platform.
Algoritma media sosial juga memainkan peran penting dalam penyebaran iklan judi online. Seperti diketahui, algoritma dapat menyesuaikan rekomendasi konten berdasarkan apa yang pengguna cari di mesin pencari. Sebagai contoh, jika seseorang mencari "judi online" di Google, maka mereka akan terus diberikan konten sejenis. Sehingga, masyarakat akan terus terjebak dalam lingkaran judi online.
Peraturan Iklan dan Pembayaran
Hingga saat ini, iklan judi online masih terus muncul di platform seperti Facebook, YouTube, dan Instagram. Lalu bagaimana sebetulnya aturan iklan judi online tersebut?
Dalam konteks aturan iklan Facebook, iklan yang menampilkan perjudian kasino, poker, slot, dan roulette diperbolehkan asalkan ditargetkan kepada pengguna yang berusia di atas 18 tahun. Di sisi lain, peraturan hukum Indonesia melarang judi online bagi semua usia.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan penyusupan situs judi online ke situs-situs web milik pemerintah dan institusi pendidikan.
Hal ini yang membuat mesin pencari Google dapat menemukannya meskipun situs judi online telah diblokir oleh pemerintah. Pasalnya, injeksi script situs pemerintah telah diretas oleh pihak luar seperti hacker.
Perputaran Uang di Judi Online Tembus Rp 81 Triliun
Kepala Biro Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah mengatakan perputaran uang melalui judi online terus meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Bahkan nilainya kini mencapai Rp 81 triliun.
Hal itu disampaikan Natsir Kongah saat berbicara dalam acara diskusi Polemik Trijaya bertajuk "Darurat Judi Online" yang dilakukan secara daring pada Sabtu lalu. "Perputaran uang judi online ini, termasuk judi konservatif, terus meningkat dari tahun ke tahun. Kalau kita lihat tahun 2021 perputaran uangnya Rp 57 triliun dan naik signifikan pada tahun 2022 menjadi Rp 81 triliun," ujar Natsir.
Situasi ini sangat mengkhawatirkan, kata Natsir, apalagi masyarakat yang melakukan judi daring tidak hanya dari kalangan orang dewasa, tetapi ada juga yang masih pelajar sekolah dasar. "Ini sesuatu yang menggelisahkan untuk kita semua karena orang-orang yang terlibat judi online banyak ibu rumah tangga, anak SD pun juga ada yang ikut, ini yang kita khawatirkan."
Berdasarkan dari data kenaikan transaksi keuangan yang ditemukan PPATK, makin banyak masyarakat yang melakukan judi daring saat masa pandemi karena orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
"Orang lebih banyak waktu di rumah dan berharap sesuatu lebih. Harusnya pendapatan Rp 100 ribu keluarga bisa untuk beli susu anak, tetapi kebanyakan dipakai judi, khususnya judi online," ucap Natsir.
RIZKI DEWI AYU | ANTARA