Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berebut Rezeki Nomplok Mahakam

Kontrak kerja sama Total dan Inpex di Blok Mahakam akan habis pada akhir 2017. Banyak pihak yang mengincar ladang gas terbesar di Indonesia ini. Kesempatan terbuka bagi Pertamina.

15 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAM belum menunjuk pukul delapan pagi, rombongan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak telah tiba di kantor pusat Pertamina, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Ada jajaran direksi PT Migas Mandiri Pratama, perusahaan daerah yang didirikan untuk menangani bisnis minyak dan gas. Juga direksi PT Yudhistira Bumi Energi, perusahaan rekanan yang digandeng pemerintah daerah.

Jumat pagi, 22 Oktober lalu, itu rombongan dari Kalimantan Timur diterima Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan. Beberapa topik diperbincangkan, seperti aset Pertamina di provinsi tersebut, termasuk usul merelokasi Depo Pertamina Samarinda yang berada di permukiman padat. Tapi sebenarnya agenda utama Pak Gubernur satu: soal Blok Mahakam. ”Kami ingin bersama Pertamina mengelola Mahakam,” kata Awang kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Blok Mahakam adalah wilayah kerja minyak dan gas di lepas pantai Kalimantan Timur, tak jauh dari Delta Sungai Mahakam. Awalnya, pada 1967, Japan Petroleum Exploration Co., Ltd. memperoleh hak pengelolaan dari pemerintah Indonesia selama 30 tahun. Lantas hak dipegang Inpex Corporation—juga perusahaan minyak dan gas nasional Jepang—bekerja sama dengan Total E&P Indonesie. Mereka mendapatkan perpanjangan selama 20 tahun, hingga 2017. Kali ini Total bertindak sebagai operator.

Perut Mahakam tergolong gendut. Di ladang ini diperkirakan tersimpan cadangan gas 23,1 triliun kaki kubik. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) mencatat, hingga 2009, telah diproduksi 1.065 juta barel minyak dan kondensat. Sedangkan produksi gas 13,7 triliun kaki kubik, sehingga cadangan yang tersisa 9,4 triliun kaki kubik. Kini Blok Mahakam memang lebih produktif sebagai lapangan gas, dengan produksi rata-rata 2.500 juta kaki kubik gas per hari, atau sepertiga dari produksi gas nasional. Ladang Mahakam adalah pemasok utama kilang gas alam cair Badak, di Bontang, Kalimantan Timur (lihat ”Primadona dari Lapangan Bekapai”).

Isi perut Mahakam itulah yang memikat Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Kebetulan, kontrak kerja sama Total-Inpex dengan pemerintah Indonesia akan habis enam tahun mendatang. Menurut aturan, kontraktor dapat mengajukan perpanjangan, maksimal 20 tahun, untuk setiap kali periode perpanjangan. Permohonan perpanjangan diajukan melalui BP Migas, paling cepat sepuluh tahun dan paling lambat dua tahun sebelum perjanjian berakhir. Persetujuan atau penolakan diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dengan mempertimbangkan potensi cadangan, pasar, kebutuhan, kelayakan teknis dan ekonomis.

Total-Inpex sebenarnya telah mengusulkan perpanjangan kontrak pada September 2007, ketika Menteri Energi masih dijabat Purnomo Yusgiantoro. Pada Februari 2008 proposal perpanjangan kembali diajukan. Mereka meminta tambahan 15 tahun lagi, sehingga berakhir pada 2032. Dalam proposalnya, Total menjanjikan tambahan investasi US$ 6,9 miliar (Rp 61,8 triliun), bila kontrak diperpanjang. Sebaliknya, tanpa perpanjangan, belanja modal akan dipotong dari tahun ke tahun (lihat tabel).

Menurut sumber Tempo, ketika itu Purnomo tak segera memutuskan karena jatuh tempo perjanjian masih sembilan tahun lagi. Kini permohonan itu disampaikan kembali kepada Menteri Darwin Zahedy Saleh.

l l l

BUKAN kali ini saja Kalimantan Timur meminang Pertamina. Menurut Awang, niat bergandengan tangan untuk mengelola Blok Mahakam setelah kontrak Total-Inpex habis juga pernah dilontarkan Gubernur ketika Karen berkunjung ke Samarinda, Februari lalu. Lamaran itu ditindaklanjuti dengan mengirimkan tim dari BUMD Migas Pratama ke Jakarta, mengajak Pertamina masuk ke Mahakam sebelum 2017.

Hingga akhir Oktober lalu, Gubernur Awang Faroek memimpin rombongan ke Jakarta. Sejauh ini Pertamina tak memberikan kepastian. Istilah mereka, kata Awang mengutip Karen, ”Pertamina-BUMD ini mau kawin, mesti ada orang lain yang mengawinkan, yakni pemerintah.”

Seorang sumber berbisik, Pertamina sebenarnya ingin maju sendiri. Alasannya, kandungan perut Mahakam sangat menggiurkan. ”Cadangannya sudah terbukti, didukung dua train kilang gas yang sekarang menganggur,” kata sumber itu. Kelebihan lain, ladang ini sudah berproduksi. Artinya, semua biaya operasional yang dikeluarkan akan segera kembali melalui sistem cost recovery. Maksudnya, berbeda dengan lapangan yang masih tahap pengembangan, investasi akan diganti pemerintah bila ditemukan cadangan.

Juru bicara Pertamina, Mochammad Harun, membantah hal itu. Ia menjelaskan, keinginan pemerintah daerah Kalimantan Timur adalah masuk ke Mahakam setelah kontrak Total-Inpex rampung. Mereka, kata Harun, ingin bersama Pertamina setelah 2017, seperti yang terjadi di Blok Cepu. ”Kami menyambut positif, nanti dibicarakan sejauh mana keterlibatan itu,” kata dia. Persoalannya, dia menambahkan, posisi Pertamina dan pemerintah daerah sebenarnya sama. Sebab, setelah 2017, kewenangan ada di pemerintah.

Diam-diam, posisi Pertamina sebenarnya berada selangkah di depan. Direksi Pertamina beberapa kali telah bertemu dengan petinggi Total-Inpex, sejak Pertamina menyatakan akan masuk ke Blok Mahakam. Pada Agustus lalu, Karen menemui petinggi Total di Prancis. Saat itu Pertamina malah diajak mengelola wilayah kerja eksplorasi minyak dan gas mereka di Angola, Australia, dan Vietnam. Di dalam negeri, pertemuan antara Pertamina dan Total difasilitasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, juga oleh BP Migas. Kebetulan, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Evita Legowo menjabat komisaris di Pertamina, mewakili Kementerian Energi. Perundingan telah digeber sejak pertengahan tahun ini.

Harun menjelaskan, sebelum kontrak berakhir, Pertamina akan masuk dengan membeli saham. Karena itu, negosiasi dilakukan dari segi bisnis. Targetnya, tim Pertamina bisa mempelajari lapangan tersebut sejak dini. Sehingga, bila nantinya pemerintah menyerahkan blok tersebut ke Pertamina—ketika kontrak berakhir—proses transisi akan mulus. Pemerintah tidak perlu khawatir produksinya akan susut, yang berdampak pada penurunan penerimaan negara.

Untuk tahap awal, Pertamina akan membeli 25 persen saham Blok Mahakam. Tapi, konon, Total menolak. Perusahaan minyak dan gas Prancis itu menawarkan 15 persen saja. ”Porsi 15 persen adalah langkah awal yang baik,” kata Harun. Nantinya, Pertamina akan meningkatkan kepemilikan secara bertahap, hingga 45 persen sebelum kontrak habis.

Masalahnya, Total tak mau sahamnya dibeli. Mereka minta ditukar dengan wilayah kerja minyak dan gas lain yang nilainya setara. Istilahnya asset swap. Pertamina menyodorkan beberapa ladang yang lokasinya tak jauh dari Blok Mahakam. Di sepanjang Kalimantan bagian timur, setidaknya ada lima wilayah kerja milik Pertamina, seperti di lapangan Bunyu, Sanga-sanga di Tarakan, Sangatta, Balikpapan, dan Tanjung.

Saat ini tim negosiasi sedang menilai aset. Pertamina, misalnya, Harun menambahkan, melakukan verifikasi atas besarnya potensi cadangan serta produksi minyak dan gas Blok Mahakam hingga 2017. Tim memperhitungkan faktor apa saja yang mempengaruhi keekonomian, termasuk proyeksi harga minyak dan gas.

l l l

BUKAN cuma Pertamina dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang mengincar Blok Mahakam. Sejumlah pengusaha membidik ladang gas primadona tersebut. Bos Medco Energi Internasional, Arifin Panigoro, misalnya, kepada Tempo akhir bulan lalu mengatakan niatnya mengambil alih Mahakam dari Total, bersama Pertamina.

Sumber Tempo berbisik, Boy Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy, juga kepincut. Kabarnya, Boy telah bertemu dengan Direktur Pertamina, atas bantuan Sekretaris Kabinet Dipo Alam, beberapa waktu lalu. ”Saya memang ketemu dia (Boy). Dia bilang mau ketemu Direktur Utama Pertamina, tapi saya tidak tahu itu soal Mahakam,” kata Dipo kepada Tempo. ”Detail bisnisnya urusan mereka.”

Boy Thohir tak bersedia memberikan konfirmasi. Juru bicara Adaro Energy, Devindra, mengatakan bahwa tak ada informasi ketertarikan Boy atau Adaro Energy ke sektor minyak dan gas. Adaro adalah perusahaan pertambangan batu bara yang memiliki wilayah kerja di Kalimantan Selatan.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung, dikabarkan juga membidik Blok Mahakam melalui Grup Yudistira. Perusahaan daerah Kalimantan Timur, PT Migas Mandiri Pratama, menggandeng PT Yudistira Bumi Energi sebagai rekanan. Tapi Pramono mengelak. ”Sejak terjun ke politik, saya tidak lagi di dunia usaha,” katanya (lihat ”Yudistira Siapa Punya”).

Pintu lebar sebenarnya terbuka bagi Pertamina. Menurut aturan, kontrak kerja sama yang habis harus dikembalikan ke pemerintah. Pertamina dapat mengajukan permohonan ke Menteri Energi untuk mendapatkan wilayah kerja tersebut. Tentu, dalam membuat keputusan, Menteri mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan Pertamina, selama seluruh sahamnya masih dimiliki negara.

Menteri Darwin pernah memberikan sinyal positif kepada Pertamina. ”Kami ingin, sebelum kontrak berakhir, Pertamina masuk,” kata dia di sela acara donor darah di Kementerian Energi, Jakarta, Maret lalu. Prinsipnya, menurut Darwin, Indonesia harus berperan. Dirjen Migas Evita juga ingin Pertamina terlibat banyak. Toh, pernyataan itu tak bisa serta-merta menjadi acuan. Keputusan resmi pemerintah tetap ditunggu, apakah akan menolak atau mengajak Total-Inpex kembali.

Retno Sulistyowati, Agoeng Wijaya, Nieke Indrietta


Perkiraan Investasi Blok Mahakam (US$ Juta)

 20072008200920102011-20172017Total
Kontrak diperpanjang1.5261.4318985603.6772.38610.478
Kontrak tak diperpanjang1.5141.2637048747-3.616
Selisih121681934733.6302.3866.862

Kisah Blok yang Gendut

1960: Pemerintah mengubah sistem konsesi dengan model kontrak bagi hasil (production sharing contract). Wilayah kerja di sekitar Delta Mahakam dibuka.

1966: Kontrak kerja sama bagi hasil wilayah kerja lepas pantai Mahakam diberikan kepada Japex (kini Inpex Corporation) selama 30 tahun terhitung sejak Maret 1967.Juli 1970: Inpex menggandeng Compagnie Française des Pétroles (CFP)—kini Total S.A., induk Total E&P Indonesie--sebagai operator dengan formula 50:50.

April 1972: Lapangan Bekapai menghasilkan minyak.

Maret 1974: Pengeboran Lapangan Handil di daerah rawa-rawa sebelah selatan Delta Sungai Mahakam berhasil. Tahun berikutnya mulai menghasilkan dan mencapai puncak produksi pada 1977 dengan 200 ribu barel minyak per hari. Pada periode ini juga ditemukan lapangan gas Tambora dan Tunu.

1980: Lapangan Handil mulai menghasilkan gas.

1983: Ditemukan Lapangan Gas Peciko

1984: Total mulai mengembangkan Lapangan Gas Tambora.

1990: Lapangan gas Tunu mulai digarap. Dari lapangan ini Total memproduksi 1,269 miliar kaki kubik gas per hari.

11 Januari 1997: Kontrak Total E&P Indonesie diperpanjang 20 tahun berlaku mulai Maret 1997. Pemerintah menambah masa kontrak Blok Mahakam selama 9 bulan sehingga akan berakhir pada akhir Desember 2017.

Desember 1999: Peciko mulai digarap, hingga akhir tahun lalu produksinya mencapai 737 juta kaki kubik gas per hari.

2005: Produksi gas di lapangan Peciko mencapai puncak, 600 ribu barel per hari.

November 2007: Total mulai menggarap lapangan gas Sisi dan Nubi. Tahun lalu dari lapangan ini Total menghasilkan 396 juta kaki kubik gas per hari.

21 Februari 2008: Total dan Inpex mengajukan perpanjangan kontrak Blok Mahakam selama 15 tahun hingga 2032.

Agoeng Wijaya/PDAT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus