SELERA dalam memilih kendaraan pri badi kini tampaknya sedang bergeser. Penelitian PT Toyota Astra Motor (TAM) menunjukkan, sejak dua tahun terakhir ini, angka penjilalan sedan dengan "isi langkah" 1.600 cc cenderung naik di tengah resesi. Besar kemungkinan, menurut penjual Toyota itu, konsumen kelas 2.000 cc akan banyak beralih ke 1.600. Karena pertimbangan itulah, akhir Mei lalu, TAM memperkenalkan Corona GL. "Untuk memberikan pilihan tambahan di kelasnya," uiar Soetomo Susito, direktur TAM, pekan lalu. Pilihan di kelas 1.600 cc ini memang sudah cukup banyak - baik mobil eks Eropa maupun Jepang. Apalagi setelah jenis Executive dari Honda Accord merajai segmen pasar di sini - sahamnya sekitar 60% dari seluruh total penjualan (Lihat: Grafik). PT Imora Motor, penjual Honda, berharap, penjualan tahun ini bakal naik sekitar 15% dari sebelumnya. "Mudah-mudahan keadaan ekonomi tahun ini bakal lebih baik," ujar pejabat di Imora. Harapan cerah itu tentu juga dibayangkan TAM, yang bakal menjajakan Corona GL dengan harga kosong Rp 21 juta. Harga jual perkenalan ini tampaknya sengaja dibuat miring untuk menggoda calon pembeli Honda Executive, yang harus mengeluarkan Rp 22 juta untuk membeli mobil itu dalam keadaan kosong juga. Persaingan kedua merk kuat itu, tentu, bakal berlangsung sengit. Tapi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, menjajakan mobil pribadi kini terasa lebih berat - bahkan penjual harus berani melakukan usaha ekstra dengan menambah biaya kampanye. Menurut Edie Santoso, Manajer Umum Motor Vehicle Division (MVD), Astra International Inc., konsumen kini tak hanya menuntut cantiknya penampilan mobil saja. Tapi juga, kata pejabat yang bertanggung jawab memasarkan Daihatsu Charmant 1.600 cc ini, "Kekuatan, mudahnya perawatan, dan keiritan bahan bakar kendaraan kini banyak diperhitungkan." Tapi, entah kekurangannya di mana, Charmant - yang diluncurkan mulai November tahun lalu dengan harga kosong Rp 17 juta - sampai Desember hanya terjual 178 unit. Pada awal tahun, angka ini hanya berubah jadi 200 unit. Toh, menurut Edie, besarnya angka penjualan itu dianggapnya "sudah bagus". Tentu, tidak semua penjual mobil sependapat dengan Edie. Setidaknya, pihak Imora beranggapan bahwa konsumen di sini ternyata masih mengutamakan soal gengsi. Hingga mereka, katanya, tidak lagi memperhitungkan jenis kendaraan yang bisa kuat dan tahan lama. Mereka cenderung membeli mobil keluaran terbaru. "Jadi, bukan merk yang dicarinya," ujar pejabat di Imora itu. Soetomo Soesito juga beranggapan serupa, hingga pihak pabrikan, mau tak mau, terpaksa harus selalu mengamati selera konsumen. "Sampai warna, bentuk, dan jenis lampu yang digemari modelnya dikirim ke Jepang," ujar Soetomo. Karena itu, satu model sedan rata-rata hanya bisa bertahan 4-5 tahun. Selama jangka waktu itu, modifikasi kecil-kecilan harus dilakukan pabrikan - dari bentuk lampu, kedudukan bagasi, sampai bentuk bumper. Bahkan, kini pihak Toyota, misalnya, cenderung melahirkan tipe terbaru sedannya dengan menggunakan sistem penggerak roda depan. Modifikasi dan perubahan struktural di tubuh dan mesin itu, tampaknya, tetap dianggap belum cukup untuk menggoda konsumen. Kampanye besar disertai sejumlah hadiah menarik kini banyak terlihat mengiringi upaya penjualan mobil-mobil baru. Tak heran jika Imora, dalam upaya menjual Honda-nya, setiap tahun rata-rata menyisihkan dana kampanye sekitar Rp 500 juta. Sedangkan TAM, yang kelihatan lebih agresif, menolak menyebutkan besarnya dana promosinya. Dalam kondisi pasar yang kini sedang lesu, usaha ekstra penjualan itu diduga justru bakal jadi bumerang -- mengurangi tingkat keuntungan. Apalagi mulai 1 Juli nanti, mobil jenis sedan bakal kena Pajak Penjualan Barang Mewah 30% naik dari-rata sebelumnya. Naiknya pajak ini jelas akan mempengaruhi harga jual sedan. "Kenaikan harga jelas tidak bisa dielakkan," ujar Soetomo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini