BANGKITNYA ekonomi AS rupanya bakal mendorong negara itu untuk berbuat kebajikan. Menurut Direktur Jenderal Perdagangan William Brock, pekan lalu, tahun ini AS akan menyisihkan US$ 60 milyar untuk membeli produksi negara-negara berkembang. Dua tahun lalu, impor dari negara-negara berkembang oleh negeri itu baru US$ 36 milyar. Rencana menaikkan impor hampir 70% itu, setelah serentetan tindakan proteksi Washington baru-baru ini, tentu saja mengundang cukup tanda tanya. Brock tidak lupa mengkritik sikap Jepang, dan menyatakan tidak mengerti mengapa negeri industrl ini hanya mengimpor produk negara berkembang sekitar 10% dari seluruh total impornya pada tahun 1982. "Fakta ini bisa diperbaiki, dan saya kira harus diubah," katanya. Jika dihitung secara cermat, pengusaha jenis itu tentu ribuan jumlahnya. Yang bergabung dengan Hipli di Jakarta saja, menurut Faber Purba, jumlahnya 680 pengusaha. "Mereka ini punya modal usaha Rp 2 juta sampai Rp 11 juta," katanya. Sekalipun kelak mereka bisa digolongkan sebagai pengusaha bebas PPN, menurut Dirjen Pajak Salamun, mereka tidak akan lepas dari kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh). Bagi pengusaha jenis ini, katanya, pemerintah membuat tuntunan mengenai berapa kira-kira besarnya laba mereka. "Sekaligus di situ akan ditetapkan pajaknya," tambahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini