Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Besar pasak daripada tiang

Industri hutan indonesia (inhutani) lebih banyak berfungsi sebagai pemasok kayu dan pembuat hutan tanaman industri. pengeluarannya lebih besar dari keuntungan.kalah bersaing dengan pengusaha swasta.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUMN Industri Hutan Indonesia (Inhutani) tampak bagaikan pemain cadangan di tengah serunya bisnis hutan saat ini. Mereka hanya turut dalam pertandingan tak bergengsi. Maka, di tengah banyaknya konglomerat lahir dari bisnis hutan, Inhutani hampir tidak kedengaran suaranya. "Dibandingkan dengan konglomerat swasta, kami memang kalah," ujar Soeroso Siswodarsono, Direktur Inhutani I. Bahkan, pada usia ke-18, BUMN ini baik Inhutani I, Inhutani II, maupun Inhutani III, misalnya, belum punya industri plywood sendiri. Keikutsertaan mereka dalam pabrik plywood baru lewat patungan dengan swasta: melalui PT Idec dan PT Intraca. Kedua pabrik tersebut berlokasi di Tarakan dengan kapasitas produksi masing-masing 50.000 m3 per tahun. Di Idec, Inhutani I memiliki saham senilai US$ 6 juta (33%), sedangkan di Intraca senilai US$ 17,5 juta (25%). Usaha penuh Inhutani I baru industri penggergajian kayu di Samarinda dan Tarakan, serta pabrik pintu (moulding) di Bekasi. Tahun lalu, Inhutani mendirikan pabrik moulding dan laminating baru di Gresik dan Surabaya senilai Rp 13 milyar itu untuk menampung hasil gergajian dari Kalimantan, dan bulan depan mulai melakukan uji coba. Selama ini, Inhutani, yang punya konsesi hutan 2,3 juta ha, lebih banyak sebagai pemasok kayu bagi industri-industri kayu. Dari sekitar 600.000 m3 kayu produksi Inhutani per tahun, hanya seperempatnya yang mereka olah sendiri. Sisanya dijual dalam bentuk gelondongan untuk penggergajian dan untuk Idec (70.000 m3) dan Intraca (90.000 m3). Mengapa? "Soalnya, dulu kami ada kesulitan izin mendirikan pabrik. Kami kelihatannya memang diarahkan untuk kerja sama dengan swasta," kata Soeroso. Direktur Inhutani I itu menambahkan, sekarang pun Inhutani diminta mencadangkan 1,25 juta ha hutan dari total luas konsesi yang mereka miliki untuk usaha patungan dengan swasta: 500.000 ha untuk Idec dan Intraca, masing-masing mendapat separuhnya, sedangkan sisanya untuk tiga perusahaan patungan baru Inhutani, yang akan bergerak di bidang moulding dan pulp. Di samping itu, Inhutani juga ditugasi Pemerintah agar membuat hutan tanaman industri (HTI). Selama tiga tahun terakhir, Inhutani telah membuat HTI seluas 30.000 hektar. Sekarang usaha itu dihentikan Inhutani berhubung adanya peraturan mengenai pemakaian dana reboisasi untuk HTI yang ditujukan buat swasta. "Sebenarnya, membuat HTI itu adalah tugas swasta. Karena dulu belum ada swasta yang mau melaksanakannya, maka Inhutani yang memulainya," ujar Soeroso. Partisipasi Inhutani dalam HTI kini tinggal bentuk kerja sama dengan swasta melalui penyertaan modal pemerintah. Untuk HTI, penyertaan modal pemerintah itu besarnya 14% (lainnya: 32,5% pinjaman Bank, 32,5% pinjaman tanpa bunga dari dana reboisasi, sedangkan dari kocek pengusaha sendiri 21%). Dari sembilan HTI dengan penyertaan modal Inhutani I (di Kalimantan Timur) dan Inhutani II (Kalimantan Selatan) hanya dua yang berlokasi di luar Kalimantan, yakni di Sulawesi. Dengan adanya tugas-tugas khusus itu, tidak heran jika Inhutani tak berkembang pesat. Kini Inhutani yang mempekerjakan 1.700 pegawai dan memiliki aset Rp 52 milyar itu, setahun hanya menghasilkan keuntungan rata-rata Rp 10 milyar. Sementara pengeluaran mereka, termasuk pajak, lebih besar dari itu, yakni sekitar Rp 14 milyar per tahun. Mengapa Inhutani yang memiliki konsesi hutan yang luas kalah bersaing dengan swasta? "Salah satu sebabnya, keberanian orang Kehutanan kalah dengan pengusaha. Kami orang Kehutanan agak sayang dengan hutan," kata Soeroso. Tak jelas, apakah itu berarti pengusaha tak sayang dengan hutan. G. Sugrahetty Dyan K., Indrawan, dan Dwi Setyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus