Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai Bank Indonesia (BI) perlu mempertahankan suku bunga acuan dalam rapat dewan gubernur yang sedianya dilakukan pada hari ini. Lembaga tersebut menilai pemangkasan suku bunga belum terlalu mendesak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky berpendapat, jika BI mempertahankan suku bunga acuan, maka bank sentral itu akan membantu mencegah potensi volatilitas mata uang dan mengelola risiko yang terkait dengan arus keluar modal secara tiba-tiba. Saat ini, suku bunga acuan BI atau yang kerap disebut BI Rate berada di angka 6,25 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pendekatan ini akan membantu mencegah potensi volatilitas mata uang dan mengelola risiko yang terkait dengan arus keluar modal secara tiba-tiba,” demikian analisis Riefky dan Kelompok Kajian Kebijakan Makroekonomi, Keuangan, dan Ekonomi Politik di LPEM.
LPEM menilai penahanan BI Rate harus tetap dilakukan meski ada beberapa tren positif saat ini; tingkat inflasi umum menurun, rupiah sedang menguat, dan ada ekspetasi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) yang bakal meningkatan masuknya arus modal.
Inflasi umum Indonesia sedikit menurun pada Agustus 2024 menjadi 2,12 persen (year on year) dari 2,13 persen pada Juli 2024, terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan. Inflasi inti naik menjadi 2,02 persen (yyoy), dipicu oleh kenaikan harga emas perhiasan, kopi, dan pendidikan.
Rupiah menguat menjadi Rp 15.395 per dolar AS pada pertengahan September, didukung oleh arus modal masuk yang kuat, dan cadangan devisa mencapai rekor US$ 150,2 miliar.
Sementara itu, The Federal Reserve (The Fed) sedang mengadakan pertemuan pada 17-18 September 2024. Bank sentral AS itu diperkirakan akan mengakhiri pertemuan dua harinya dengan pemotongan suku bunga pertamanya dalam siklus ini.
Para investor saat ini menilai hasil yang paling mungkin adalah pemotongan seperempat poin, sedangkan sebanyak 41 persen mengantisipasi pergerakan setengah poin, menurut FedWatch Tool milik CME.
Menghadapi hampir pastinya pemangkasan suku bunga The Fed, Indonesia dan negara berkembang lainnya terdampak positif dengan adanya arus modal masuk dan penguatan mata uang. Terlebih lagi, rupiah terus menguat, inflasi melambat, dan tingkat harga domestik di Indonesia sedang mengalami tren disinflasi.
LPEM menilai perkembangan-perkembangan tersebut membuka ruang gerak BI untuk memotong suku bunga acuan dalam rangka meningkatkan permintaan agregat dan pertumbuhan sektor riil. Meski demikian, penelitian lembaga tersebut menunjukkan tingkat inflasi masih beradam dalam koridor target BI dan masih ada potensi berbaliknya arus modal asing keluar dari Indonesia.
Mempertimbangkan kedua hal tersebut, LPEM mengatakan pemotongan suku bunga oleh BI belum terlalu mendesak untuk dilakukan di bulan ini. Oleh karena itu, BI dinilai perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen pada RDG kali ini.
“Menunda pemotongan suku bunga acuan juga berpotensi menguntungkan posisi BI dengan lebih lebarnya ruang gerak BI dalam melakukan pelonggaran moneter di sisa tahun ini apabila dibutuhkan,” kata Riefky.
LPEM berbeda pendapat dengan beberapa ekonom lainnya yang menilai BI perlu segera memangkas BI-Rate. Menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), BI harus menyambut potensi pemangkasan suku bunga The Fed, juga segera memangkas suku bunga acuan sebagai bagian dari easy money policy atau kebijakan uang mudah guna menghindari ancaman krisis ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai BI perlu melakukan pemangkasan suku bunga acuan minimal 25 basis poin, dilanjutkan dengan jumlah yang sama di bulan berikutnya, sehingga pemangkasan mencapai 50 basis poin sampai sisa tahun 2024.
Sebab, katanya, posisi cadangan devisa Indonesia dinilai gemuk dan pemangkasan suku bunga acuan dianggap bisa mendorong penyaluran kredit.