Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) merespons keluhan pemerintah Amerika Serikat tentang sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang dinilai menjadi salah satu hambatan perdagangan Amerika dan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, kerja sama Indonesia dengan negara lain untuk QRIS atau fast payment lainnya bergantung pada kesiapan masing-masing negara, termasuk dengan AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Jadi kami tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa tidak?” ujar Destry kepada wartawan dalam acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin, 21 April 2025.
Menurut Destry, sampai saat ini penggunaan Visa dan Mastercard—yang berasal dari AS—masih dominan di Indonesia. “Sampai sekarang kartu kredit yang selalu direbutin Visa dan Mastercard kan masih juga dominan. Jadi itu tidak ada masalah sebenarnya,” tuturnya.
Namun ia tak membeberkan lebih lanjut apa langkah yang akan ditempuh Bank Indonesia terkait dengan keluhan AS tersebut.
Dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025, United States Trade Representative (USTR) mencatat sejumlah hambatan tarif maupun nontarif yang dihadapi negara tersebut dengan para mitra dagang, termasuk Indonesia. Pengggunaan QRIS pun turut disorot.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa bank dan perusahaan penyedia jasa pembayaran asal Amerika Serikat merasa tidak dilibatkan saat Bank Indonesia membuat kebijakan mengenai QRSI. “Stakeholder internasional tidak diberitahu potensi perubahan akibat kebijakan ini ataupun diberi kesempatan untuk memberi pandangan mengenai sistem ini, termasuk bagaimana QRIS bisa didesain untuk terkoneksi dengan sistem pambayaran yang sudah ada,” tulis USTR.
Selain QRIS, USTR juga menyoroti hambatan lain seperti perizinan impor yang rumit, tingkat komponen dalam negeri, serta minimnya perlindungan properti intelektual. Dokumen ini sendiri dikeluarkan beberapa hari sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif.
Saat ini, proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah AS untuk merespons tarif sedang berlangsung dan ditargetkan selesai dalam 60 hari ke depan.
Pilihan Editor: Tergerus Transaksi QRIS