Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo tegas melarang lembaga-lembaga keuangan di Indonesia untuk menggunakan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai alat pembayaran maupun alat servis jasa keuangan. Hal tersebut disampaikan dalam webinar BPK RI Seri II di Jakarta, Selasa, 15 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Larangan itu, kata Perry, didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Itu bukan merupakan alat pembayaran yang sah sesuai dengan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang Bank Indonesia dan juga Undang-Undang Mata Uang,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk memastikan lembaga keuangan telah mematuhi ketentuan tersebut, Perry menyatakan bakal menerjunkan pengawas-pengawas dari BI ke lapangan.
Belakangan ini penggunaan mata uang digital seperti uang kripto sedang hype di tengah masyarakat karena lonjakan harganya sering kali melampaui produk investasi yang lazim sebelumnya. Namun begitu, penggunaan cryptocurrency ini tidak memberi perlindungan konsumen yang memadai.
Selain itu, instrumen tersebut juga tidak memiliki basis fundamental maupun regulasi yang jelas dan berbau spekulasi. Oleh karena itu, Bank Indonesia tegas melarang penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran.
Adapun bank sentral punya rencana tersendiri menerbitkan mata uang rupiah dalam bentuk digital yang kini perancangan serta rencana pengedarannya masih dalam proses pembahasan.
Bank Indonesia kini tengah merumuskan pembuatan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) apabila nanti dibutuhkan. "Sehingga akan melihat kondisi ekonomi dan konteks digitalisasi yang sedang didorong oleh Bank Indonesia," seperti dikutip dari akun Instagram resmi @bank_indonesia, Ahad, 30 Mei 2021.
CBDC rupiah adalah representasi uang digital yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya.
Dengan bentuk uang digital, CBDC akan diterbitkan dan dikendalikan oleh bank sentral. Dengan begitu, pasokannya bisa ditambah atau dikurangi oleh BI untuk mencapai tujuan ekonomi.
Saat ini BI telah melakukan kajian CBDC Rupiah untuk melihat potensi dan manfaat mata uang digital. Adapun kajian yang dilakukan meliputi desain, teknologi serta mitigasi risikonya.
Dalam asesmen tersebut, Bank Indonesia berkoordinasi dengan bank sentral lain, termasuk lewat forum internasional. Hal ini dilakukan untuk lebih memperdalam kajian penerbitan mata uang digital atau CBDC Rupiah.
Adapun rencana penerbitan CBDC Rupiah oleh BI tersebut dilandasi oleh sedikitinya tiga pertimbangan. Tiga hal itu adalah: sebagai alat instrumen pembayaran yang sah di Indonesia, mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, serta menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis teknologi.
Dalam hal ini, BI menegaskan bahwa CBDC Rupiah perlu dibentengi dengan firewall untuk menghindari serangan siber yang bersifat preventif dan juga resolution. "Nantinya desain dan sistem keamanan harus disiapkan betul sebelum akhirnya Rupiah digital bisa digunakan masyarakat."
ANTARA | RR ARIYANI