Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Popularitas layanan buy now pay later (BNPL) terus meningkat di Indonesia, terutama di tengah kondisi ekonomi yang penuh tekanan. Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan tingginya kebutuhan pembiayaan masyarakat di masa sulit menjadi salah satu pendorong utama tren menggunakan paylater. Namun, ia juga mengingatkan adanya risiko signifikan yang mengiringi penggunaan BNPL, terutama soal potensi gagal bayar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Daya beli masyarakat menurun akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat tetap atau bahkan meningkat,” ujar Huda saat dihubungi, Jumat, 17 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan, dalam situasi seperti ini, permintaan terhadap pembiayaan alternatif, termasuk BNPL, meningkat pesat karena masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan perbankan formal (unbankable).
Menurut Huda, paylater dianggap solusi lebih baik dibandingkan pinjaman individu seperti rentenir, karena sifatnya yang lebih resmi. Selain itu, generasi muda Indonesia lebih memilih layanan teknologi seperti paylater dibandingkan kartu kredit yang dianggap memiliki proses pengajuan lebih lama dan tidak pasti. “Masyarakat muda kita malas berhadapan dengan proses yang rumit seperti kartu kredit. Mereka juga cenderung mengandalkan gawai untuk transaksi,” kata dia.
Meski menawarkan kemudahan, Huda menyoroti risiko besar di balik lonjakan penggunaan paylater. Salah satu dampak negatifnya adalah potensi gagal bayar yang meningkat akibat pola konsumsi tidak terkendali. “Ketika pembayaran cicilan hutang sudah lebih besar dari pendapatan, yang terjadi adalah pembayaran cicilan jadi macet. Maka potensi gagal bayar bisa lebih tinggi ke depan,” ujar Huda.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, penggunaan paylater dapat menggeser alokasi pengeluaran rumah tangga. Dana yang semula digunakan untuk kebutuhan lain berpotensi dialihkan untuk membayar bunga paylater, meskipun ia mencatat bahwa bunga dari layanan ini umumnya tidak terlalu tinggi.
Huda menilai, keberadaan paylater tak sepenuhnya negatif. Ia menilai ada sisi positif sebagai alternatif pembiayaan bagi masyarakat unbanked dan underbanked. Bagi kelompok ini, akses terhadap layanan perbankan konvensional masih sulit dijangkau. Namun, ia mengingatkan pentingnya edukasi keuangan untuk mencegah masyarakat terjebak dalam utang yang sulit dilunasi.
“Generasi muda banyak yang merupakan sandwich generation. Mereka tidak mungkin meminjam ke keluarga karena beban finansial keluarga sudah berat. Pilihannya ya melalui teknologi, salah satunya buy now pay later,” kata Huda.
Meski begitu, ia menekankan tanpa manajemen keuangan yang baik, risiko gagal bayar tetap menjadi ancaman besar. “Paylater memang menawarkan solusi di masa sulit, tapi pola konsumsi yang tidak terkendali harus diwaspadai.”
Dengan tingginya adopsi BNPL, Huda menekankan pentingnya regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap penyedia layanan ini, guna memastikan bahwa masyarakat tidak terjerumus dalam beban utang yang lebih berat di tengah situasi ekonomi yang sudah menantang.
Sebelumnya, PT Pefindo Biro Kredit (IdScore) menyampaikan bisnis buy now paylater (BNPL) di Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan positif dan diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2025. Berdasarkan data yang dihimpun oleh IdScore hingga November 2024, pertumbuhan fasilitas BNPL tercatat sebesar 24,53 persen secara tahunan (year-on-year), dengan total nilai portofolio kredit mencapai Rp35,14 triliun.
Angka itu mengindikasikan perilaku konsumtif masyarakat masih tinggi. Pertumbuhan BNPL diproyeksikan akan mencapai 30 persen pada Desember 2025, sejalan dengan prediksi pertumbuhan portofolio kredit nasional yang juga diperkirakan mencapai dua digit.
Bank umum, diprediksi juga akan semakin agresif memasuki bisnis BNPL, dengan pertumbuhan year-on-year yang signifikan, mencapai 68,24 persen. “Saat ini bisnis BNPL semakin diterima dan diintegrasikan ke dalam layanan perbankan konvensional” ujar Direktur Utama IdScore Tan Glant Saputrahadi dalam acara Media Gathering yang memaparkan hasil riset IdScore bertajuk 'Tren dan Pertumbuhan Bisnis Buy Now Pay Later di Indonesia' di Kantor Pefindo Tower 1 Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 16 Januari 2025.