DARI sekian ratus asosiasi, hanya Ikatan Konsultansi Indonesia
(Ikindo) yang mendapat perhatian istimewa dari pemerintah.
Menteri Negara/Wakil Ketua Bappenas J.B. Sumarlin sampai
membentuk Team Pembina Pengembangan Konsultansi Indonesia
(TPPKI) 2 tahun lalu, dengan bantuan teknik dan dana dari
pemerintah Belanda. Tim ini bersifat sementara dan akan berakhir
masa tugasnya satu tahun lagi. Tapi minggu lalu Dir-Ut Bapindo
ir. Kuntoadji yang merangkap ketua TPPKI melempar gagasan supaya
tim itu dilembagakan.
Gagasan Kuntoadji itu merupakan keinginan pemerintah juga. Dari
13 anggota tim itu, 10 adalah pejabat dari berbagai departemen
dan bank pemerintah. Maklum, pasar bagi bisnis konsultansi ini
dikuasai pemerintah. Apalagi dari anggaran belanja pembangunan
1977/1978 saja berikut bantuan proyek diperkirakan volume
pekerjaan konsultan itu sebesar 10% atau Rp 216,8 milyar. Bila
10% saja dari volume bisnis itu masuk kocek biro konsultan
nasional, porsi itu sungguh besar.
Sebelum sampai membentuk lembaga konsultansl yang permanen dan
tunggal itu TPPKI melihat bahwa asosiasi konsultan sendiri perlu
menyehatkan diri. "Dewasa ini di seluruh Indonesia terdapat 212
biro konsultan. Ini perlu ditertibkan," kata Kuntoadji di suatu
pertemuan Ikindo. Timbulnya biro konsultan yang banyak itu
rupanya karena selain izin usahanya dikeluarkan oleh Departemen
Perdagangan, daerah-daerah juga mengeluarkan izin. Dan
penertiban ini dianjurkannya untuk menumbuhkan kepercayaan
pemakai jasa biro konsultan.
Dalam acara makan siang Ikindo itu, soal perlunya lembaga
pembinaan dan pengembangan konsultansi nasional telah dibahas
non stop selama 5 jam. Ini sehubungan dengan konsep penggunaan
jasa konsultan dalam proyek pembangunan dan pengembangan usaha
konsultansi nasional di Indonesia. Kesempatan itu juga dipakai
oleh anggota Ikindo untuk menyampaikan uneg-uneg yang
dihadapinya selama ini.
Seorang anggota mengatakan: "Iklim di sini belum menguntungkan.
Di Singapura segala proyek pemerintah dibiayai via bank. Di
sini, kalau bank dikerasi sedikit saja, kita tak sanggup, takut
nantinya tidak dibayar. Jadi, bukan padi yang tak mau tumbuh.
Tapi tanah yang tak mau menerima. Lagi pula, kita diminta tumbuh
dengan harga murah.
Shindunata, anggota lainnya, mengakui bahwa konsultan asing
lebih ahli dalam menjual jasanya. Bahkan Bank Indonesia,
katanya, telah mendirikan biro konsultan sendiri dengan bantuan
asing. "Tapi ternyata calon nasabah dari konsultan BI itu bukan
dilayani oleh orang-orang Indonesia, melainkan oleh orang
asing," kata Sindhu. Konsultan yang juga dikenal sebagai tokoh
penggerak kesatuan bangsa itu (LPKB) lalu mengusulkan agar
konsultan yang kwalifikasinya sama, nasional maupun asing,
mendapat tarif jasa sama pula. Dengan kata lain, agar pemerintah
menyeragamkan tanpa diskriminasi.
Tapi asosiasi konsultansi itu sendiri ternyata dianggap perlu
diseragamkan. Selain Ikindo, ada dua asosiasi konsultansi
lainnya, yaitu Persatuan Konsultan Tehnik Pembangunan Indonesia
(PKTPI) dan Asosiasi Profesi Penilai Indonesia (APPI). Ketiganya
sering mengejar pasar yang sama. Bukan sedikit pula anggota
masing-masing memasuki sekaligus kedua atau ketiga asosiasi itu.
Ini bikin ramai saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini