Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Laris Di Tokyo

Indonesia berhasil memasuki pasar modal Jepang dengan menjual obligasi dalam pecahan 10 juta yen. Pembayaran bunga dilakukan setelah 10 tahun. Kebijaksanaan ini merupakan paket bantuan Jepang. (eb)

15 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM pernah terjadi sebelumnya. Kertas obligasi RI minggu lalu dijual di Tokyo. Dan terjual habis sebanyak 10 milyar Yen (sekitar US$50 juta). Maka bisa dimengerti bila Menteri Keuangan Ali Wardhana menyebutnya dengan bangga sebagai suatu peristiwa penting. "Ini menandakan adanya kepercayaan luar negeri terhadap ekonomi-keuangan Indonesia," katanya. Dengan menjual obligasi itu pemerintah berarti meminjam. Pinjaman itu rupanya termasuk dalam paket bantuan Jepang di IGGI. Bedanya, dalam hal obligasi ini, dananya bukan berasal dari pemerintah Jepang dan konsorsium perbankan. Tapi dari masyarakat lewat pasar modal (bursa) di Tokyo. Dengan kata lain, obligasi itu adalah semacam kredit, berupa wesel atau surat berharga yang oleh pemerintah RI dijual kepada umum di Tokyo. Lembaga atau perusahaan yang membelinya, dengan demikian berhak menerima balas jasa dalam bentuk bunga. Karena dengan beli obligasi itu, berarti pemerintah RI telah berhutang pada mereka. Para pembelinya di Jepang (40% kalangan perbankan dan 60% lagi kelompok perusahaan) baru akan menerima pembayaran dari pemerintah RI sesudah 10 tahun. Sebagai penjamin adalah tiga lembaga keuangan Jepang: Nomura Securities Co. Ltd., Bank of Tokyo dan The Industrial Bank of Japan. Surat pinjaman itu beredar dalam pecahan 10 juta Yen. Tiap sertifikat dijual 99 7/8% dari harga nominalnya. Potongan 1/8% itu dianggap lumrah berlaku sebagai ongkos emisi. Ia disertai kupon bunga 7,5% setahun untuk jangka 10 tahun, tapi dengan tenggang waktu 4 tahun. Dari Asean, Indonesia merupakan negara terakhir yang memasuki Pasar Modal Jepang untuk menjual obligasi. Melihat dalam waktu seminggu saja, seluruh obligasi RI itu telah terjual habis, Ali Wardhana tak menutup kemungkinan bahwa pemerintah sedang mempelajari kemungkinan untuk menjual obligasinya di pasaran Eropa. Warga Sendiri Hasrat menjual obligasi di luar negeri kiranya akan meningkat dari Indonesia berhubung bertambah besarnya kebutuhan akan dana pembangunan. Rachmat Muljomiseno, Ketua Komisi VII DPR, beranggapan penjualan obligasi RI di Jepang itu "menunjukan adanya kebutuhan yang sangat akan devisa, yang sementara ini tak bisa ditutup lewat ekspor." Tapi lebih dari itu, Muljomiseno merasa keputusan pemerintah itu adalah "prinsipiil" dan seyogianya diberitahukan lebih dulu kepada DPR. Maka menjadi harapan DPR, menurut Muljomiseno, bahwa Presiden Soeharto bisa menjelaskan masalah penting itu dalam pidato kenegaraan 16 Agustus nanti. Dalam RAPBN '78/'79, soal kemungkinan menjual obligasi di luar negeri, rasanya memang belum lagi disinggung. Tapi sementara menunggu tibanya pertengahan Agustus, beberapa pengusaha di Jakarta jadi bertanya: Apa tak sebaiknya pemerintah juga mengeluarkan obligasinya untuk warga sendiri? Ada benarnya. Kalau orang di Tokyo sudah makin percaya akan keadaan keuangan di Indonesia, tak ada alasan lagi bagi kaum pengusaha di sini untuk sangsi. Apalagi tingkat inflasi sudah makin bisa ditekan. Jual beli obligasi memang bukan barang baru di Indonesia. Di zaman kolonial, perdagangan obligasi berlangsung baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kemudian di tahun 1950-an, sewaktu zaman 'liberal', pemerintah mengeluarkan obligasi RI untuk dalam negeri. Tapi di tahun 1960-an, ketika rupiah makin susut nilainya dimakan inflasi, nasib obligasi RI itu jadi tak menentu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus