Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga Menguak Astra |
Tiga konsorsium akhirnya berhak memperebutkan 40 persen saham Astra International yang kini dipegang Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Ketiga konsorsium itu adalah konsorsium AS yang terdiri dari Newbridge Capital-Gilbert Global Equity-Chase Asia Equity-Saratoga Investama Sedaya. Ada lagi konsorsium Lazard Asia dan konsorsium Singapura yang didukung Cycle & Carriage, Batavia Investama, dan J.P. Morgan. Sumber TEMPO mengungkapkan, masuknya Saratoga Investama Sedaya makin jelas menunjukkan bahwa keluarga Soeryadjaya mau menguasai Astra kembali.
Yang menarik, sejumlah nama yang sebelumnya disebut-sebut bakal menjadi kuda hitam dalam perebutan Astra mendadak lenyap. Mereka antara lain George Soros dan Harry Tanoesudibyo. Dalam pengumuman BPPN pekan lalu, nama perusahaan Harry, Bhakti Investama atau Indonesia Recovery Company, tidak tercantum. Tapi, ternyata Soros dan Harry sekarang berbendera Lazard Asia. ”Kalau kami masuk sendiri, posisi kami kurang kuat. Karena itu, kami mengajak Lazard,” kata Harry.
Nama lain yang meramaikan perebutan saham perusahaan otomotif terbesar di Indonesia itu adalah Eka Tjipta Widjaja dan Anthony Salim. Masuknya Chase Asia Equity dalam konsorsium Newbridge disebut-sebut membawa taipan terkaya di Indonesia ini. Tapi sumber TEMPO membantahnya. ”Kebetulan saja Chase juga mengincar BII, bank milik Eka Tjipta. Lagipula, bisnis inti Eka bukan di otomotif,” kata sumber ini. Sementara itu, Salim disebut-sebut akan membawa kembali Keluarga Cendana ke Astra. Lagi-lagi rumor ini belum terbukti. Yang sudah jelas tampaknya memang baru Edwin dan Harry.
Ayo, Laporkan Transaksi Devisa |
Pemerintah mulai pekan depan akan mewajibkan siapa saja yang melakukan transaksi devisa untuk melaporkan transaksinya. Laporan diberikan melalui bank yang dipakai bertransaksi. Bagi yang bertransaksi di atas US$ 10 ribu, laporan harus rinci, mulai dari jumlah sampai tujuan transaksi. Tapi, bagi yang di bawah US$ 10 ribu tak wajib merinci laporannya. ”Ini bukan berarti Indonesia mengubah kebijakan devisanya dari rezim devisa bebas menjadi devisa terkontrol,” kata Deputi Gubernur BI, Achjar Iljas, di Jakarta pekan lalu.
Menurut Achjar, kebijakan devisa bebas yang tanpa sistem pemantauan yang baik ternyata menyebabkan dampak negatif yang berat bagi perekonomian nasional. Karena itu, dengan pelaporan tersebut, diharapkan data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan Posisi Investasi Internasional Indonesia (PIII) dapat diketahui dengan lebih akurat, sehingga proyeksi perekonomian bisa dibuat lebih sesuai dengan kenyataan yang ada.
Aturan ini juga disertai sanksi yang tegas dan tidak main-main. Bisa saja izin usaha bank tersebut dicabut. Hukuman ini diberikan kepada bank yang tidak melaporkan transaksi devisanya selama enam bulan berturut-turut. Jika sebuah bank hanya terlambat memberikan laporan, sanksinya denda Rp 5 juta untuk setiap hari keterlambatan. Bank yang tidak menyampaikan laporan dikenai denda Rp 100 juta ditambah denda keterlambatan. Jadi, jangan terlambat, Bung.
Stop Mobil Mewah |
Masa bulan madu orang-orang kaya yang ngebet ingin memiliki mobil mewah impor ternyata cuma berlangsung delapan bulan. Belum puas mereka memborong mobil mewah sekelas Rolls-Royce atau mobil sport seperti Ferrari, pemerintah sudah mencabut izin impor sedan mewah dengan harga di atas US$ 40 ribu (sekitar Rp 800 juta). Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla juga melarang impor utuh (CBU) jip yang harganya di atas US$ 35 ribu atau setara dengan Rp 550 juta. Larangan impor CBU itu berlaku mulai pekan lalu.
Kebijakan yang menabrak kebijakan pemerintah sebelumnya ini rupanya diambil Menteri Jusuf untuk menghilangkan kesenjangan sosial ekonomi. ”Masa, di tengah pendapatan per kapita yang hanya US$ 600, orang-orang kaya masih saja mengimpor mobil mewah seharga Rp 1 miliar,” kata Jusuf. Pada Juni 1999, pemerintah memang menurunkan bea masuk impor sedan CBU dari 175 persen menjadi 80 persen. Pajak barang mewah turun dari 50 persen menjadi 35 persen. Tak aneh jika impor mobil mewah deras mengalir ke Indonesia. Akibatnya, mobil sekelas Rolls-Royce berseliweran di Jakarta, melintasi gubuk ”derita” yang terbuat dari kardus bekas. Oli mobil mewah itu barangkali lebih mahal ketimbang biaya hidup sebulan para gelandangan. Baguslah kalau Menteri Jusuf jadi risi.
Hemat Utang, Jangan Malas |
INI (lumayan) kabar baik bagi anak-cucu bangsa ini: pemerintah hanya akan memakai US$ 4 miliar dari jatah utang luar negeri sebesar US$ 4,7 miliar untuk tahun anggaran 2000. Pengurangan itu terjadi setelah DPR memaksa pemerintah mengubah berbagai asumsi dan target yang ditetapkan dalam RAPBN 2000. Dengan itu, pendapatan negara bertambah lumayan besar. Yang diubah, antara lain, patokan harga minyak, target perolehan dana segar dari penjualan BUMN, dan penjualan aset yang berada di tangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Menurut Ketua Komisi IX, Sukowalujo Mintohardjo, pemerintah setuju mengubah harga patokan minyak dari US$ 18 menjadi US$ 20 per barel. Sementara itu, target penjualan BUMN dinaikkan dari Rp 5,9 triliun menjadi Rp 6,5 triliun. Target penjualan aset di BPPN didongkrak dari Rp 16,25 triliun menjadi Rp 18,9 triliun. Dan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo di DPR, Rabu pekan lalu, berjanji, ”Pemerintah tidak akan menghabiskan jatah utang untuk tahun anggaran 2000.”
Bambang mengatakan, defisit anggaran pada tahun 1999/2000 yang hanya 3,8 persen ternyata jauh lebih rendah ketimbang yang direncanakan sebesar 6,8 persen. Maka, jatah utang tak perlu dipakai semuanya. Melihat pertumbuhan ekonomi yang mulai positif pada tahun lalu, bolehlah Indonesia berharap bisa menekan defisit anggaran dari target semula, yaitu 4,9 persen dari produk domestik bruto. Dan itu bisa terjadi jika pemerintah bekerja keras, misalnya mengintensifkan pajak dan menggenjot ekspor. Untuk sementara ini DPR sukses membuat pemerintah berjanji memeras keringat lebih keras. Kalau janjinya nanti meleset, ya, tidak apa-apa, kan? Namanya juga janji. Kok, repot.
Dulu Beras, Sekarang Gabah |
Bulog menyiapkan Rp 6 triliun untuk membeli gabah petani tahun ini, hampir tak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bedanya, dulu Bulog membeli beras, sekarang gabah yang akan dibeli. Pembelian yang akan dilakukan setiap bulan dengan dana Rp 400 miliar ini akan dipakai untuk menstabilkan harga. Menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla, pemerintah menempuh cara tersebut karena lebih efektif menjangkau petani secara langsung.
Sebelumnya, pemerintah selalu membeli beras, baik ke pasar dalam negeri maupun luar negeri. Akibatnya, yang menikmati keuntungan kebanyakan pedagang perantara atau tengkulak yang menjual beras, sementara petani gigit jari. Apalagi jika harga dasar gabah sedang jeblok. Saat ini, harga gabah di Pulau Jawa Rp 800 hingga Rp 1.100 per kilogram. Padahal, di beberapa tempat, ”Ada gabah yang bisa dijual Rp 1.024 sampai 2.400,” kata Jusuf Kalla. Sebentar lagi panen raya akan tiba, akankah nasib petani jadi lebih baik dengan beleid baru ini?
’Go Public’ BCA Diundur, Target BPPN? |
Pemerintah akhirnya menunda rencana go public Bank BCA menjadi pada tahun anggaran 2000. Menurut seorang pejabat BPPN, mundurnya rencana BCA itu lebih karena persoalan teknis. Padahal, sebelumnya, BCA menjadi salah satu andalan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk memenuhi target pemerintah Rp 17 triliun pada tahun anggaran 1999/2000. Akibatnya, Ketua BPPN Cacuk Sudarijanto harus memeras otak untuk menambali ”ketekoran” rencana pemasukannya.
Sampai saat ini, BPPN baru berhasil menjala Rp 10,5 triliun dari target Rp 17 triliun. Sisanya yang Rp 6,5 triliun diharapkan datang dari BCA dan penjualan saham Astra International. Namun, yang terjadi, dana hanya masuk dari Astra. Ini pun masih belum pasti karena prosesnya sedang berjalan. Karena itu, BPPN kemudian melirik QAF dan First Pacific, dua anak perusahaan Salim. Sekarang, BPPN menguasai 20 persen saham di QAF dan 9 persen di First Pacific.
Analis dari perusahaan sekuritas asing mengatakan, kemungkinan besar BPPN memang akan menjual sahamnya di dua perusahaan tersebut. BPPN tidak mempunyai pilihan lain yang lebih mudah dan singkat untuk mengganjal duit Rp 3 triliun dalam kurun waktu sebulan ke depan. Buku biru BPPN sendiri sudah menyebutkan First Pacific akan dijual Maret tahun ini. Tapi banyak yang tak yakin target itu tercapai. First Pacific diperkirakan akan menghasilkan Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun, sedangkan QAF Rp 1 triliun. Jadi, masih kurang banyak. Dari mana lagi Cacuk harus mencari uang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo