Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kwik Menabur Tudingan, Siapa Menuai Kecaman?

Tudingan Kwik Kian Gie membuat kalangan pengusaha dan Bank Indonesia belingsatan. Seberapa kuat bukti yang ada di tangannya?

27 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA tamu baru saja menyelesaikan hidangan steak ketika Kwik Kian Gie diminta memberikan pidato kehormatan, Rabu malam pekan lalu. Sambil menunggu kopi dan penganan pencuci mulut dihidangkan, Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri itu diminta menjelaskan prospek ekonomi Indonesia di depan para pengusaha dan pejabat Singapura. Acara di ruang Hibiscus, Hotel Hyatt, Singapura, itu memang diadakan majalah Business Week bagi para calon investor dan birokrat di negeri jiran tersebut. Kwik, yang malam itu menggantikan Perdana Menteri John Taylor yang terlambat dan baru berbicara keesokan harinya, tentu memanfaatkan peluang ini untuk berpromosi. Ia menyatakan perekonomian sudah mulai pulih dan rencana pembersihan praktek-praktek korupsi sudah digelindingkan. Artinya, para investor dipersilakan datang untuk menangguk keuntungan. Sampai di sini, semua lancar. Maka, acara tanya-jawab pun digelar. Seorang pengusaha Singapura lantas mengajukan pertanyaan, "Apa betul pengusaha asing harus membayar ongkos 10 persen kepada calo yang dekat dengan kekuasaan jika ingin berinvestasi di Indonesia?" Dengan mudah Kwik membantah. "Di zaman pemerintahan sekarang, praktek seperti itu sudah tak ada lagi," katanya. Sang penanya rupanya belum puas. "Menteri Kwik, Anda selalu mengajak investor menanam uang di Indonesia. Tapi pengusaha Indonesia keturunan Cina justru berlarian ke luar negeri dan sampai sekarang belum mau membawa pulang duitnya. Kalau mereka sudah mau pulang, investor asing seperti kami pasti akan ikut," katanya. Tentu bukan Kwik Kian Gie namanya kalau tidak siap dengan jawaban yang pedas dan terus terang. "Uang itu tak akan pernah mereka bawa kembali karena itu adalah uang curian," jawabnya. Keruan sekitar 80 hadirin dalam acara "The President Forum" itu, termasuk wartawan TEMPO Dwi Setyo Irawanto, terperangah. Apalagi, kendati Kwik telah membuka jawabannya dengan mengatakan, "Wah, saya kalau berbicara seperti ini harus hati-hati karena suka dikritik," pejabat tinggi pemerintahan Gus Dur itu tetap meneruskan penuturannya tentang bagaimana para pengusaha nakal Indonesia "mencuri" uang publik melalui pelanggaran batas maksimum pinjaman kelompok sendiri dan mekanisme mark-up. Itu hampir serupa dengan ucapan-ucapan yang biasa dilontarkan Kwik ketika masih menjadi pemerhati ekonomi yang kritis di era Orde Baru dulu. Kebiasaan ini rupanya tak cuma berlangsung di luar negeri. Dalam kesempatan berikutnya, di depan anggota DPR di Jakarta, tudingan keras alumni Nederlandsche Economische Hogerschool, Rotterdam, Belanda, ini terarah kepada kalangan direksi Bank Indonesia, yang ia anggap turut menikmati sebagian dari dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang jatuh ke kalangan perbankan nasional. Sayang, Kwik tidak merinci nama para maling di luar negeri dan berapa persisnya uang negara yang amblas ke kantong pejabat bank sentral dalam kasus BLBI tersebut. Cuma, sebagai gambaran, hingga kini jumlah total BLBI mencapai Rp 144 triliun. Coba hitung, berapa kerugian negara jika 25 persennya saja menguap di tangan mereka? Kalangan yang dituding di Indonesia jelas panas-dingin. "Terus terang, pernyataan Kwik sudah mulai mengganggu minat para investor," ujar pengusaha tekstil, Benny Sutrisno. Untuk meredam respons negatif seperti ini, Kwik harus segera bertindak, misalnya—sebagaimana diusulkan ahli hukum tata negara, Harun Al Rasjid—dengan melaporkan hasil temuannya kepada Presiden dan Kejaksaan Agung. Harapan serupa dilontarkan oleh Deputi Gubernur BI, Achjar Iljas, yang menganggap pernyataan Kwik masih sumir sifatnya. Karena itu, BI menunggu informasi dari yang bersangkutan lebih lengkap sebelum melakukan pembersihan ke dalam. "Setidaknya kami harus tahu siapa pejabat BI yang makan dana BLBI dan dengan siapa ia berkolusi," katanya. Sanggupkah Kwik memenuhi tantangan ini? Pendiri Institut Bisnis Indonesia ini rupanya siap dengan persediaan "amunisi" berupa bukti penyelewengan kredit dan mark-up para pengusaha, baik dari laporan auditor internasional sekelas J.P. Morgan dan Lehman Brothers maupun yang dikumpulkannya dari neraca ribuan perusahaan milik konglomerat yang kreditnya bermasalah. Kwik yakin pihak Kejaksaan Agung juga memiliki data kenakalan para pengusaha itu. Sinyalemen ini tidak dibantah oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman. Sejauh ini, pihaknya malah telah memeriksa 14 bank penerima BLBI dan menyerahkan hasilnya ke pemerintah. Kini Marzuki dan anak buahnya tengah berkutat memeriksa aspek pidana dari BLBI dan melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dalam meneliti bankir yang BLBI-nya bermasalah. Marzuki minta para investor tidak terlalu cemas dengan kritikan tajam Kwik. "Apa yang dikemukakan Kwik justru bertujuan meyakinkan publik—dalam dan luar negeri—bahwa penyelidikan kasus BLBI terus berjalan," kata bekas Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini. Dus, jika Anda—para pengusaha dan direksi BI—memang jujur dalam bekerja, tidak usah kalang-kabut memprotes Kwik. Air beriak tanda tak dalam, mereka yang berteriak tanda…? Widjajanto, Andari Karina Anom, I G.G. Maha Adi, dan Iwan Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus