Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Insya Allah, Harga Mobil Turun Ini kabar baik untuk calon pembeli mobil: harga mobil kemungkinan akan segera turun. Ah, yang bener? Bukankah harga dolar mulai merayap naik? Entahlah. Yang pasti, pemerintah kini sedang menyiapkan sejumlah beleid untuk menambah gairah pasar mobil. Caranya? Ya jelas dengan menurunkan harga mobil, misalnya, melalui insentif penurunan tarif pajak. Kepastian soal insentif ini disampaikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rahardi Ramelan, Jumat, 8 Januari. Menteri Rahardi menyadari, konsumsi mobil amat lemah. Sepanjang tahun lalu, jumlah penjualan mobil hanya mencapai 58 ribu unit atau turun 85 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tahun ini pun perdagangan mobil diperkirakan tetap loyo. Nah, untuk memberikan tonikum, Rahardi menjanjikan meninjau sejumlah aturan jual beli mobil, termasuk tarif pajak. Selama ini, sekitar 50 persen dari harga mobil di Indonesia merupakan setoran pajak. Tak percaya? Hitung saja. Semua jenis mobil harus menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPn BM) yang besarnya sampai 200 persen dari harga mobil (tergantung bentuk mobil yang diimpor). Selain itu, produsen harus membayar bea masuk komponen sisa yang masih diimpor. Sebenarnya, pemerintah sudah membebaskan bea masuk komponen ini, asalkan produsen bisa memakai kandungan lokal lebih besar dari 60 persen. Tapi, celakanya, hingga saat ini, tak satu jenis pun mobil yang dirakit di Indonesia sudah bisa memenuhi syarat minimal itu. Akibatnya, semua kena pajak. Rahardi menjamin, insentif ini akan berlaku untuk semua. Orang mestinya masih belum lupa, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, ada juga "hadiah" pajak gratisan seperti ini. Hanya saja, waktu itu diberikan khusus untuk Hutomo Mandala Putra, pemegang proyek mobil nasional, yang "kebetulan" anak Presiden.
"Bersih Cendana" untuk Indofood Langkah "bersih lingkungan" rupanya tak cuma muncul di masa Orde Baru. Dalam zaman reformasi sekarang ini, orang tampaknya merasa perlu mencari status "bersih Cendana". Maksudnya: upaya menyucikan diri dari kaitan dengan keluarga bekas presiden Soeharto. Upaya itulah yang agaknya akan ditempuh oleh PT Indofood Sukses Makmur. Senin, 25 Januari ini, produsen mi terbesar di dunia itu menggelar rapat umum luar biasa pemegang saham (RULBPS). Pertemuan ini akan meminta persetujuan pemegang saham minoritas atas rencana penjualan seluruh saham Indofood yang dikuasai Grup Salim kepada Nissin Food Products (raksasa perusahaan makanan dari Jepang) dan First Pacific Company dari Hong Kong. Dengan penjualan ini, Indofood akan berganti juragan. Kerajaan mi dunia itu tak lagi kepunyaan keluarga Liem Sioe Liong, yang "dekat" dengan keluarga Soeharto, tapi sudah pindah tangan ke dua perusahaan publik di luar negeri. Selain "melepaskan" diri dari Salim, Indofood mulai membersihkan manajemennya dari orang-orang yang selama ini dikenal dekat dengan keluarga Soeharto. Presiden Direktur Anthony Salim, anak waris keluarga Liem Sioe Liong, misalnya, akan diganti. Begitu juga Sudwikatmono, sepupu Soeharto, yang akan digusur dari kursi komisaris. Sebenarnya, pengambilalihan ini tak sama sekali membebaskan Indofood dari Salim. Harap dicatat, sebagian besar saham First Pacific dikuasai oleh Salim dan konco-konconya, termasuk Sudwikatmono. Jadi, secara tak langsung, Indofood tetap saja masih "bau" Cendana. Tapi, menurut para analis, penjualan saham Salim dan penggusuran orang-orang dekat ini akan meringankan tekanan politik terhadap Indofood. Hanya saja, selesaikah tekanan politik terhadap Indofood? Tampaknya tidak. Kalaupun berhasil membersihkan diri dari "bau Soeharto", Indofood masih harus menghadapi tantangan undang-undang antimonopoli. Saat ini, DPR sedang memperdebatkan batasan penguasaan pangsa pasar yang tak diizinkan. Menurut kabar terakhir, dewan mengusulkan perusahaan tak diperbolehkan jika sudah menguasai market share sampai lebih dari 50 persen. Ini lebih besar dari usulan semula, yang cuma 30 persen. Tapi, batasan mana pun yang disetujui kelak, Indofood akan tetap kena pangkas. Selama ini, Indofood menguasai 90 persen pangsa pasar mi dan sekitar 60 persen pasar minyak goreng bermerek. Selain itu, kenyataannya, Indofood masih memonopoli proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu, lantaran belum ada pesaing yang serius. Jadi, bagi Indofood, persoalannya tak cukup sekadar "bersih diri". Perusahaan yang sudah bertahun-tahun menikmati monopoli penggilingan gandum ini agaknya juga harus menyesuaiakan tuntutan zaman: mereformasi diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo