Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=2 color=navy>Perbankan</font><br />Pukulan Kedua untuk SocGen

Aksi Kerviel membuat Societe Generale rugi US$ 7,2 miliar. Sebelumnya didera kredit macet perumahan.

4 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sampai 11 Januari lalu, ketika Jerome Kerviel merayakan ulang tahunnya yang ke-31, boleh jadi tak seorang pun di dunia ini yang tahu siapa dirinya. Tapi, selama sepekan terakhir, nama Kerviel mencuat di berbagai media, termasuk Internet. Ia menjadi gosip terpanas pekan ini. Berbagai situs, blog, dan klub penggemar yang mencatumkan nama pemuda ini muncul bak jamur di musim hujan.

Nama pria yang dikenal pendiam dan penyendiri oleh rekan kerjanya di Societe Generale itu mencuat setelah pada pertengahan Januari lalu bank terbesar kedua di Prancis itu menemukan transaksi saham tak sah. Ketika bank berusaha menutup transaksi, kerugian telanjur menggelembung jadi US$ 7,2 miliar (sekitar Rp 67 triliun). Ini hampir mendekati keuntungan bersih bank itu pada 2006.

Kerugian itu tak ayal menempatkan SocGen di peringkat pertama dalam skandal keuangan terbesar abad ini. Sebelumnya, rekor kerugian dipegang Barings Bank. Bank yang bangkrut 13 tahun lalu itu juga karena seorang pialangnya terlalu berani ”bertaruh” di lantai bursa, sehingga merugi US$ 1,4 miliar.

Ini membuat Alain Crouzat, Manajer Portofolio Montsegur Finance, prihatin. Dia menilai, pasar uang sekarang tak ubahnya kasino. ”Mengherankan. Bagaimana mungkin Societe Generale bisa dibobol oleh satu operator saja,” katanya. Usia SocGen memang sudah tua. Ia didirikan pada 1864. Tapi, nyatanya, Societe Generale dikalahkan seorang muda.

Setelah meraih master keuangan dari Universitas Lumiere, Lyon, pada 2000, Kerviel langsung diterima bekerja di Societe. Tapi, baru lima tahun kemudian, ia bekerja di dealing room. Ia masuk divisi Delta One, yang kerjanya antara lain melakukan transaksi dan exchange-trade fund. Gaji plus bonusnya Rp 1,3 miliar per tahun.

Dalam transkrip interogasi polisi terhadap Kerviel yang dimuat di situs Le Monde, terungkap bahwa ia mulai berani melakukan transaksi setelah berhasil menyelamatkan saham Allianz pada 2005. Karena keberuntungannya, harga Allianz tak sempat terjun bebas walaupun saham lain berjatuhan terkena imbas ancaman terorisme di London. Ketika itu ia menangguk untung US$ 730 ribu. ”Perasaan saya campur aduk, antara bangga akan hasil yang saya peroleh dan merasa heran kok berhasil,” ujarnya.

Keberhasilan itu membuat Kerviel ketagihan melakukan transaksi yang lebih besar di European Futures and Options Exchange. Ia mengaku kepada polisi bahwa semua itu dilakukan untuk perusahaan. Namun ia tak melaporkan keuntungannya sampai akhir tahun lalu yang mencapai US$ 2 miliar atau hampir separuh dari perolehan di divisinya. Menurut dia, mustahil SocGen tak tahu sepak terjangnya. Buktinya, tahun lalu ia ditawari bonus 300 ribu euro.

Karena itu, dia balik menuduh atasan-atasannya di SocGen tutup mata selama perbuatannya bisa mendatangkan keuntungan besar. Pada November lalu, Eurex sebenarnya sudah mempertanyakan sejumlah transaksi yang dilakukan Kerviel, tapi tak ditanggapi. Ternyata, tak selamanya Dewi Fortuna menghampiri Kerviel.

Setelah merugi, ia memalsukan dokumen. Ia ditangkap polisi Ahad lalu, dan setelah diinterogasi selama dua hari, ia dilepas dengan jaminan paspornya. Untuk sementara, Kerviel dikenai tuduhan mengakses komputer secara ilegal dan menyalahgunakan kepercayaan. Polisi masih mencari bukti lain apakah ada orang lain yang terlibat, tapi saat ini dia dianggap bekerja sendiri.

Pengacara Kerviel menuding, SocGen menjadikan Kerviel sebagai kambing hitam dari kerugian yang mendera bank itu. SocGen sebelumnya memang sudah kelimpungan terkena dampak dari kredit macet perumahan yang terjadi di Amerika Serikat. Bank yang ikut menanam uangnya di sektor ini merugi 2,1 miliar euro (lebih dari Rp 26 triliun).

Bagi Kerviel, kasus ini tak hanya membuat dirinya terkena masalah, tapi juga mendatangkan popularitas. Tinggal menunggu waktu saja kisahnya akan diangkat dalam buku atau film seperti Nick Leeson, 41 tahun, yang pada 1995 membangkrutkan Barings Bank.

Setelah dipenjara selama enam tahun di Singapura, ia kembali ke London dan menjadi CEO Galway United Football Club. Ia juga menulis buku tentang transaksi ilegalnya, dan menjadi pembicara laris tentang manajemen risiko. Kisahnya juga difilmkan dengan judul Rouge Trader pada 1999, yang diperankan oleh Ewan McGregor.

Grace S. Gandhi (Telegraph, Reuters, Bloomberg, Businessweek)


Transaksi Besar yang Merugikan

1987 Merrill Lynch & Co. Kerugian: US$ 377 juta

1995 Barings Plc. Kerugian: US$ 1,4 miliar (bangkrut)

1996 Sumitomo Corp. Kerugian: US$ 2,6 miliar

1998 Peregrine Investments Holdings Ltd. Kerugian: US$ 300 juta

2005 Refco Inc. Kerugian: US$ 430 juta (bangkrut)

2006 Amaranth Advisors LLC Kerugian: US$ 6,6 miliar

2007 Bank of Montreal Kerugian: US$ 663 juta

2008 Societe Generale Kerugian: US$ 7,2 miliar (sebelum pajak)

Sumber: Telegraph, Bloomberg

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus