Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bisnis Sepekan

13 Agustus 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaminan Proyek Listrik

PEMERINTAH akhirnya menjamin proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt. Keputusan itu dilansir Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Senin lalu. Hal ini berbeda dengan sikap pemerintah sebelumnya, yang hanya akan menjamin arus kas PT Perusahaan Listrik Negara dalam membayar cicilan penggantian ongkos investasi pembangkit baru.

Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan tidak semua proyek pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara akan dijamin penuh. ”Kami pilah-pilah mana yang butuh garansi dan mana yang tidak,” ujarnya.

Menurut Direktur Utama PLN Eddie Widiono, pembangkit yang dijamin penuh yaitu yang menggunakan Sinosure sebagai lembaga penjamin dana: PLTU Indramayu dan PLTU Labuan. Adapun PLTU Suralaya dan PLTU Paiton yang didanai China Exim Bank tidak memerlukan jaminan.

Proyek kilat pembangunan pembangkit 10 ribu megawatt berbahan bakar batu bara, yang ditaksir menelan biaya US$ 8,7 miliar, dimaksudkan untuk menggantikan pembangkit bertenaga solar. Sebelum 31 Desember 2009, semua pembangkit diharapkan sudah beroperasi. Ada tiga proyek listrik yang kontraknya ditandatangani pada Selasa lalu, yaitu PLTU 1 Pacitan (Jawa Timur), PLTU2 Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), dan PLTU 3 Teluk Naga-Lontar (Banten). ”Dana investasi 15 persen dari PLN, sisanya dari China Exim Bank,” kata Eddie.

Ketimpangan Meningkatdi Asia

PERTUMBUHAN ekonomi yang tinggi di Asia ternyata tak diikuti oleh perbaikan pemerataan. Laporan terbaru Bank Pembangunan Asia (ADB), Key Indicators 2007, menyebutkan ketimpangan sosial justru meningkat di sebagian besar negara Asia.

Hal ini tercermin dari kenaikan signifikan koefisien Gini, yang merupakan indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan. Khususnya di Bangladesh, Kamboja, Laos, Nepal, Sri Lanka, dan Cina selama lebih dari 15 tahun terakhir. Koefisien Gini Cina naik dari 40,7 pada 2003 menjadi 47,3 pada tahun berikutnya—koefisien nol jika distribusi pendapatan merata sempurna, dan 100 jika seluruh pendapatan hanya dinikmati satu orang.

Di Cina dalam kurun 1999-2004, pertumbuhan pengeluaran 20 persen penduduk terkaya mencapai 180 persen, pengeluaran 20 persen penduduk termiskin hanya tumbuh 20 persen. Fenomena serupa terjadi di Indonesia dan Malaysia, meski tingkat ketimpangan cenderung menurun. Pertumbuhan pengeluaran 20 persen warga terkaya Indonesia 34 persen, sedangkan 20 persen warga termiskin hanya 10-15 persen.

”Meningkatnya ketimpangan ini membahayakan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi negara Asia dan berpotensi memantik kerusuhan sosial,” kata Ifzal Ali, Kepala Ekonom ADB di Beijing, Rabu lalu. Karena itu, ADB menyarankan adanya kebijakan untuk membantu kaum miskin lewat pengerahan investasi di sektor pertanian, perbaikan akses layanan kesehatan, dan pengadaan sarana pendidikan dasar.

BI Pertahankan Suku Bunga

LAJU penurunan suku bunga bank sentral tertahan. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Selasa lalu mempertahankan BI rate 8,25 persen. Bank sentral sebelumnya telah 14 kali menurunkan suku bunga dari level tertinggi 12,75 persen pada April 2006. ”Keputusan diambil setelah mengevaluasi prospek inflasi dan perekonomian nasional,” kata Budi Mulya, Direktur Perencanaan Strategis BI.

Inflasi tahunan Juli 2007 terhadap Juli 2006 di atas 6 persen—target BI 6 plus-minus 1 persen. Kurs rupiah pada akhir Juli lalu melemah hampir 2 persen dari bulan sebelumnya menjadi Rp 9.215 per dolar Amerika. Ini akibat memburuknya perekonomian global—ditandai kenaikan harga minyak dunia dan rontoknya bursa saham dunia, yang dipicu oleh memburuknya pasar surat utang kredit perumahan di Amerika Serikat.

Menurut ekonom Citibank, Anton Gunawan, kedua faktor itu yang mendorong BI mempertahankan suku bunga. Apalagi risiko naiknya inflasi hingga akhir tahun masih terbuka. ”Risiko utama berkaitan dengan rencana pemerintah mengganti penggunaan minyak tanah dengan elpiji,” ujarnya.

Meski begitu, BI memperkirakan ekonomi pada triwulan ketiga akan tumbuh 6,2 persen. Cadangan devisa pun aman. Hingga akhir Juli mencapai US$ 51,9 miliar, cukup untuk membiayai 5,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus