Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisaris Telkom Bertahan
RAPAT umum pemegang saham luar biasa PT Telekomunikasi (Telkom) Indonesia Tbk. pada Rabu pekan ini tampaknya akan mengakhiri karier Arwin Rasyid sebagai direktur utama di perusahaan milik negara itu. Berbeda dengan manajemen PT Jamsostek yang dirombak total, jajaran komisaris Telkom tampaknya bakal aman-aman saja. Sinyal ini tergambar dalam agenda rapat yang hingga akhir pekan lalu memuat rencana pergantian direksi. Untuk komisaris akan dilakukan penyesuaian masa jabatan.
Tanri Abeng, selaku Komisaris Utama Telkom sudah mengajukan 30 nama calon direksi pada akhir Januari lalu. Tujuh direktur Telkom saat ini ikut masuk daftar tadi. Mereka telah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di depan konsultan independen sejak pertengahan Februari hingga akhir pekan lalu.
Selanjutnya, para calon akan diwawancarai oleh Tim Evaluasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan dinilai oleh Menteri Negara BUMN Sugiharto. "Tiga calon disiapkan untuk satu posisi," kata Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu, Selasa pekan lalu. Sumber Tempo mengatakan, keputusan final baru akan dibahas tim penilai akhir yang diketuai Presiden pada hari ini.
Nama-nama yang sempat diuji, antara lain, Kiskenda Suriahadja (Dirut Telkomsel, anak perusahaan Telkom), Rinaldi Firmasyah (Direktur Keuangan Telkom), Arief Yahya (Direktur Enterprise & Wholesale Telkom), dan Abdul Haris (Direktur Jaringan Telkom). Kiskenda termasuk salah satu calon kuat. Sebelum berkiprah di Telkomsel, ia menjabat Kepala Divisi Regional II Jakarta, Telkom. Tanri berpendapat, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan posisi direktur dari kalangan internal perusahaan.
Pembatasan Obligasi Daerah
PEMERINTAH pusat membatasi penerbitan obligasi daerah maksimum 75 persen dari total penerimaan umumnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pembatasan dimaksudkan agar beban utang yang ditanggung daerah lebih kecil dari kemampuannya untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
Mardiasmo, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan, mengatakan, jika daerah mengeluarkan dana terlalu besar untuk membayar bunga dan cicilan utang, dikhawatirkan alokasi belanja daerah bakal terpangkas. Termasuk di antaranya adalah bujet untuk pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, menjaga iklim investasi, dan pengelolaan keuangan. "Intinya, kalau daerah bisa menjamin semuanya, baru diberi izin menerbitkan obligasi," katanya.
Menurut ekonom Institute for Development Economic and Finance, Fadhil Hasan, batas 75 persen masih terlalu tinggi. Dikhawatirkan pasar akan jenuh sehingga biaya penerbitan pun menjadi mahal karena berlomba-lomba menawarkan bunga tinggi.
Sebagian Utang Luar Negeri Batal
BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional membatalkan sebagian utang luar negeri pemerintah senilai US$ 369,9 juta (sekitar Rp 3,3 triliun). Utang itu bersumber pada Bank Pembangunan Asia (ADB), yakni US$ 102,6 juta, Bank Dunia US$ 32 juta, pemerintah Jepang US$ 207 juta, dan pemerintah Denmark US$ 28,3 juta.
Menurut Kepala Bappenas Paskah Suzetta, pembatalan dilakukan lantaran masih ada sisa pinjaman yang belum digunakan, sementara proyek yang seharusnya didanai sudah selesai. Langkah ini juga bagian dari upaya menurunkan rasio utang terhadap produk domestik bruto dari semula 54,3 persen (2004) menjadi 31,8 persen (2009).
Adapun pinjaman yang dibatalkan semula direncanakan untuk membiayai 11 proyek di departemen dan BUMN. Menurut Ayun Sundari, Pejabat Hubungan Eksternal ADB, utang yang dibatalkan tidak akan dikenai commitment fee.
Schiphol Minati Angkasa Pura II
SCHIPHOL Grup berminat membeli saham pemerintah di PT Angkasa Pura II. Direktur Keuangan Schiphol, Pieter Verboom, mengatakan telah menyampaikan niat itu ke pemerintah. "Tidak harus mayoritas, yang penting kami memiliki jumlah saham yang cukup menguntungkan," katanya di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Sebelumnya, perusahaan pengelola Bandara Schiphol di Belanda ini telah bekerja sama dengan Angkasa Pura II membentuk perusahaan patungan PT Angkasa Pura Schiphol. Perusahaan ini bertugas melakukan alih teknologi ke bandara-bandara yang dikelola Angkasa Pura, termasuk Bandara Soekarno-Hatta.
Penjualan Texmaco Batal
NIAT pemerintah mendulang duit dari penjualan aset kredit dan saham Grup Texmaco untuk sementara kandas. PT Perusahaan Pengelola Aset sebagai wakil pemerintah memutuskan tidak ada pemenang tender. Yang jadi sebab, harga yang ditawarkan ketiga investor di bawah harga patokan Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Bahkan ada investor yang mengajukan penawaran bersyarat," kata Direktur Utama PPA Mohammad Syahrial pada Selasa pekan lalu.
Pemerintah sebelumnya pasang banderol US$ 150 juta (sekitar Rp 1,35 triliun), sementara tawaran PT Cipta Raharja Investama BV hanya US$ 70 juta, Bhakti Asset Management US$ 45 juta, dan Amerasia International Ltd. US$ 10 juta. Aset bekas milik Marimutu Sinivasan ini sebelumnya masuk perawatan Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional dengan total utang Rp 29,4 triliun.
Hasil pantauan Tempo di pabrik Texmaco di Desa Karangmukti, Subang, Jawa Barat, menunjukkan sejumlah kawasan pabrikasi di kompleks seluas 40 hektare itu tak terurus dan dipenuhi ilalang. Banyak peralatan pabrik teronggok di alam bebas menjadi besi tua. Mesin di dalam pabrik pun tampak kusam dipenuhi sarang laba-laba. "Sejak ada pemutusan hubungan kerja massal pada April 2004, nyaris semua mesin tidak digerakkan," ujar Jamhari, mantan Asisten Manajer di PT Wahana Perkasa Auto Jaya. n
Bank Dunia Kecam Hutan Indonesia
BANK Dunia dalam laporan terbarunya yang dilansir pekan lalu menilai tata kelola kehutanan di Indonesia sangat buruk. Lebih dari 25 juta hektare kawasan hutan atau hampir seluas wilayah Inggris Raya telah gundul.
Menurut Kepala Spesialis Lingkungan Bank Dunia, Josef Leitman, pengelolaan hutan merupakan masalah serius dalam pembangunan, sebab 10 juta dari 36 juta penduduk miskin Indonesia sumber kehidupannya adalah hutan.
Tata kelola hutan yang lemah juga akan merusak iklim investasi, potensi ekonomi pedesaan, serta daya saing dan reputasi Indonesia di mata internasional. Karena itu, kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Andrew Steer, sekarang adalah saat krusial bagi Indonesia untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan hutan.
Skenario Penyelesaian Utang BLBI
NASIB delapan pengutang kakap penerima bantuan likuiditas Bank Indonesia akan segera diputuskan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengajukan rancangan tiga skenario penyelesaian utang dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR di Jakarta, Senin pekan lalu.
Skenario pertama, obligor BLBI dinyatakan gagal bayar alias default. Konsekuensinya, mereka harus membayar sesuai dengan ketentuan dalam akta pengakuan utang (APU) awal plus bunga dan denda. Jumlah total yang harus dibayar ketujuh obligor itu adalah Rp 9,4 triliun.
Skenario kedua, obligor dinyatakan default, tetapi diberi keringanan bunga dan denda.
Skenario ketiga, obligor tidak dinyatakan default sehingga pembayaran utang didasarkan atas perjanjian APU Reformulasi (tanpa bunga dan denda) sebesar Rp 2,5 triliun. Perhitungan versi obligor sendiri hanya mencatat tunggakan utang Rp 2,2 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo