Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Buku Pelni Berbicara

Menteri Tenaga Kerja Sudomo, minta agar Pelni diperiksa oleh akuntan. Laporan keuangan Pelni yang di lakukan oleh akuntan publik S. Parman, Jakarta, dikategorikan "no opinions". (eb)

24 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT menahun PT Pelni tampaknya selalu menarik perhatian. Menteri Tenaga Kerja Sudomo, misalnya, awal Maret mendadak bicara perlunya pemeriksaan keuangan terhadap badan usaha milik negara (BUMN) itu, tak lama sesudah utusan buruh Pelni yang dipecat mengadu padanya. Untuk mengetahui baik buruknya penampilan perusahaan pelayaran nusantara itu, Sudomo meminta agar pembukuannya diperiksa oleh akuntan negara. "Supaya jelas, begitu," katanya kepada TEMPO. Kejelasan hasil pemeriksaan akuntan negara memang diperlukan, paling tidak untuk membuktikan bahwa daya dukung pendapatan Pelni sudah kritis: bahwa pemutusan hubungan kerja terhadap 3.772 pegawai Pelni, yang dilakukan secara berangsur sejak Maret 1983, memang tak bisa dihindari. "Pak Domo rupanya ingin tahu secara finansial apakah benar kami menghadapi kesulitan keuangan atau tidak," ujar Sudharno Mustafa, Direktur Utama Pelni. "Permintaan itu merupakan tradisi bagus," katanya lagi. Tanpa diminta Menteri Sudomo pun, sebenarnya, hari-hari ini laporan keuangan Pelni sedang diperiksa Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tapi pemeriksaan laporan keuangan atas BUMN itu kini baru sampai dengan tahun laporan 1981. Kata Kepala BPKP, Drs. Gandhi, keterlambatan itu banyak disebabkan oleh belum tersedianya Ikhtisar Rugi/Laba dan Neraca Pelni secara lengkap. "Keadaan beberapa BUMN lain juga serupa," kata Gandhi pertengahan bulan ini. Tapi bagaimana mekanisme pemeriksaan itu dilakukan? Pada mulanya, pemeriksaan keuangan laporan keuangan seluruh BUMN dilakukan akuntan dari Kantor Akuntan Negara, Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan. Selain melakukan pemeriksaan keuangan, Ditjen PKN juga bertanggung jawab mengawasi segi operasional dan pelaksanaan BUMN itu. Sampai kemudian namanya diubah jadi BPKP, dan secara struktural kini berada di bawah presiden, tugas utama itu masih dipegangnya. Jumlah aparatnya kini hampir 3.000, yang terdiri dari akuntan, ajun akuntan, dan inspektur. Menurut Gandhi, pemeriksaan keuangan pertama biasanya dilakukan oleh pihak BUMN sendiri. Sesudah Ikhtisar Rugi/Laba dan Neraca didapat, barulah giliran Kantor Akuntan Negara, dan hasil pemeriksaannya kemudian dibawa ke rapat pemegang saham. Katanya, hasil pemeriksaan akuntan negara itu, seperti juga akuntan publik, biasanya dikategorikan dengan tiga sebutan: unqualified (baik atau tanpa catatan), qualified (cukup atau sedang), dan no opinions (buruk atau banyak catatannya mengenai pelbagai hal yang tak bisa dipertanggungjawabkan). Dari hasil pemeriksaan itu, "ada 14 BUMN dan perusahaan negara yang mendapat kategori no opinions," kata Gandhi. "Sebagian besar bergerak di bidang jasa dan perdagangan - termasuk Pelni." Bagaimana buruknya laporan keuangan Pelni, Gandhi, 53, tak ingin mengungkapkannya. Jauh sebelum BPKP, Kantor Akuntan Publik S. Parman, Jakarta, sesungguhnya juga sudah memeriksa laporan keuangan BUMN itu, yang diserahkan pada pemegang saham awal 1982. Tapi kantor akuntan itu kabarnya mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bukti-bukti pengeluaran yang tidak seluruhnya dilakukan dengan kuitansi. Maka, Gandhi tak heran ketika laporan keuangan Pelni itu dikategorikan no opinions. Dari laporan S. Parman, yang dibikin dalam tiga jilid untuk tahun buku 1978, 1979, dan 1980 itu bisa dibaca sejumlah soal berat: tidak sebandingnya pendapatan dengan pengeluaran perusahaan. Dari pengoperasian 71 kapalnya saja Pelni, yang karena dibebani tugas melayani angkutan perintis ke wilayah nonekonomis, pada 1978 rugi Rp 3,5 milyar. Dua tahun kemudian, laporan Akuntan S. Parman itu menyebut, kerugian bisa ditekan jadi Rp 1,4 milyar - KM Tomako tercatat menjadi penyumbang terbesar kerugian dengan nilai hampir Rp 270 juta. Banyaknya bidang usaha yang harus dipikul perusahaan pelayaran itu memang juga menjadi penyebab membengkaknya kerugian. Selain memberikan jasa untuk angkutan laut, BUMN ini juga harus mengelola Rumah Sakit Pelni di Petamburan, Jakarta Wisma Tamu di Cipayung, dan bengkel. Nilai buku untuk semua kekayaan nonkapal itu pada 1980 ditaksir Rp 5 milyar lebih, sedang kapalnya Rp 29 milyar lebih. Tapi tidak semua kekayaan miliknya itu mampu mendatangkan keuntungan. Wisma Tamu di Cipayung, misalnya, dalam dua tahun buku (1979-1980) menderita kerugian Rp 7 juta lebih. Hanya RS Petamburan, yang tampaknya dikelola dengan baik, bisa mendatangkan laba hampir Rp 3 juta pada 1980. Dengan kondisi seperti itu, Pelni toh harus menghidupi 7.000 lebih pekerjanya, yang sebagian besar merupakan pegawai darat. Untuk gaji, dana kesehatan, pensiun, dan asuransi, BUMN ini menyisihkan dana cukup besar. Pada tahun 1980, untuk kepentingan biaya pegawai, perusahaan menyisihkan Rp 1,43 milyar. Beban inilah yang tahun lalu menyebabkan Pelni rugi Rp 3,7 milyar. Karena itu, tidak heran, hanya beberapa bulan sesudah menerima jabatan sebagai orang No. I di Pelni, Sudharno merasa perlu mengambil tindakan penyehatan. Langkah merasionalisasikan karyawan sesungguhnya pernah pula dilakukan Almarhum Captain Harun Rasidi (1969-1973) secara berangsur. Dari hampir 10.000 karyawan, dia memangkasnya jadi tinggal kurang dari 5.000. Juga kapalnya, dari 81 jadi 54 buah saja. Tapi, karena dibebani banyak tugas sosial, atau entah apa, jumlah pegawai dan armadanya tadi membesar lagi pada masa kepemimpinan Husseyn Umar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus