Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bulog: piutangmu kini

Jumlah piutang Bulog mencapai Rp 462,6 milyar. Piutang Bulog sebagian besar ada di PT bogasari flour mills sejumlah hampir Rp 144 milyar. Bulog mulai mengatur piutangnya untuk memperlancar dananya.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA, Bulog membuat tatanan baru untuk memperlancar peredaran dananya. Itu menyangkut soal piutang yang diusahakan bisa lancar pembayarannya. "Dalam kenyataannya, pada waktu lalu, sering terjadi kelambatan yang cukup lama," kata Bustanil Arifin, Kepala Bulog, dalam acara dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, pekan lalu. Ternyata, piutang Bulog sebagian besar mengendap di pabrik tepung terigu PT Bogasari Flour Mills, yang presiden direkturnya Soedono Salim atau Liem Sioe Liong. Jumlahnya hampir Rp 144 milyar. Bustanil menjelaskan bahwa Bulog mengimpor gandum dari luar negeri dan langsung menjualnya kepada pabrik-pabrik tepung terigu terutama Bogasari. Pembayaran harga gandum tersebut, pada aturan kontrak jualbelinya, dilakukan paling lambat 15 hari setelah pembongkaran barang. Alasannya bisa bermacam-macam. Menurut Bustanil, pabrik tepung terigu berdalih, keterlambatan terjadi karena stok gandum dan terigu masih banyak, dan belum terjual. Hal itu boleh jadi bukan kesalahan pabrik. Soalnya, Bogasari baru bisa menjual setelah mendapat perintah dari Bulog (Prinlog). Karena itulah pabrik tepung terigu selalu tidak dapat menepati kontrak. Sedangkan Bulog hanya sedikit ringan: tidak menanggung beban bunga, karena keterlambatan itu. Satu-satunya badan yang memegang distribusi terigu dan impor biji gandumnya memang Bulog. Namun, dalam praktek, impor itu dilaksanakan Bogasari. Untuk itu, ia menggunakan tiga kapalnya sendiri, yang seluruhnya bisa mengangkut 100 ribu ton - dan bisa langsung menuju dermaganya sendiri, baik di Jakarta maupun Surabaya. Bogasari juga mengolah biji gandum itu menjadi tepung terigu, yang kantungnya-antara lain - bercap segi tiga biru itu. Tapi, siapa sangka Bulog sampai memberi piutang hampir Rp 144 milyar ke Bogasari, sementara Grup Berdikari, yang juga punya pabrik tepung terigu, masih menyimpan piutang Bulog hampir Rp 22 milyar. Berarti jumlah uang Bulog di pabrik tepung terigu sekitar Rp 165 milyar. "Dalam waktu dekat akan dibayar, sehingga sisa utangnya Rp 100 milyar," ujar Bustanil. Rupanya, Bulog menyadari, bila piutang seperti itu berlanjut, bisa menyulitkan keuangannya. Karena itulah awal Desember lalu diadakan perundingan antara Bulog, pabrik tepung terigu, Departemen Keuangan, dan BPKP (Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan). Tercapai kesepakatan: semua pabrik tepung terigu tidak boleh lagi punya utang ke Bulog lebih dari Rp 100 milyar. "Jumlah itu dianggap sama nilainya dengan stok gandum dan terigu yang diperlukan untuk membentuk stok nasional," tutur Bustanil. Selain itu, perhitungan bunga yang bersubsidi penuh cuma dibatasi enam bulan, sejak Letter of Credit dlbuka sampai dengan tiga bulan kemudian, setelah barang tiba. Bunga yang dimaksud ternyata dibebankan pada harga jual tepung terigu. Namun, kalau selama enam bulan tersebut belum lunas juga, pabrik tepung terigu bakal menanggung bunga 18% setahun. Lebih mengejutkan lagi adalah utang Departemen Keuangan yang mencapai Rp 195 milyar - terbesar di antara piutang Bulog. Itu terjadi karena penyaluran beras dari Bulog untuk golongan anggaran (pegawai negeri dan ABRI). Dua tahun silam, Bustanil pernah juga mengungkapkan piutang itu Rp 120 milyar, yang di antaranya utang Hankam - sejak 1982 masih Rp 61 milyar. Berarti ada peningkatan Rp 75 milyar. Dan di antara piutang itu, karena tak bayar-bayar tentu, diselesaikan melalui Badan Urusan Piutang Negara. Selebihnya adalah piutang lama, yang oleh Departemen Keuangan telah dibebaskan bunganya. Sementara itu, piutang ekspor beras ke Filipina dan Vietnam keduanya bernilai Rp 64 milyar lebih. Total jenderal piutang Bulog, termasuk jenis piutang lain-lain, mencapai Rp 462,6 milyar atau hampir separuh kredit yang diterima Bulog dari BRI untuk pengadaan gabah/beras. Pantas bila Bulog menekan piutangnya di pabrik tepung terigu, karena, "Umumnya berjalan lancar pembayarannya." Ini dikatakan sendiri oleh Bustanil Arifin, yang adalah Kepala Bulog dan masih Presiden Komisaris PT Bogasari itu. Suhrdjo Hs.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus