Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Operator berlomba merebut tender pengadaan 200 bus listrik Transjakarta.
Ada mekanisme pengadaan bus listrik dengan melibatkan agen pemegang merek.
Sejumlah bus listrik buatan Cina masuk daftar pengadaan unit Transjakarta.
IBARAT bermain tenis, Gilarsi Wahju Setijono bersiap menerima bola dari pukulan servis lawan. Tangannya menggenggam erat raket, badannya menekuk dengan kaki sedikit melebar, sementara matanya mengawasi arah bola. “Agar gerakan kaki ketika menerima bola tidak salah,” kata Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR), penyedia bus listrik, itu pada Rabu, 22 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lawan main Gilarsi adalah PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta, perusahaan daerah milik Provinsi DKI Jakarta, yang mengelola transportasi publik. Pada Januari 2024, Transjakarta mengoperasikan 4.400 bus dan mengangkut 30,93 juta penumpang. Kini Gilarsi menunggu “bola servis” dari Transjakarta, berupa pesanan bus listrik berlantai tinggi merek BYD buatan Cina. VKTR, perusahaan yang terafiliasi dengan grup usaha Bakrie & Brothers, adalah agen pemegang merek BYD di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak akhir tahun lalu, manajemen Transjakarta menyatakan akan menambah 200 unit bus listrik. Penambahan unit ini menjadi bagian dari upaya mengurangi emisi karbon di sektor transportasi. Transjakarta memiliki target mengganti seluruh armadanya dengan bus listrik pada 2030. Tahun ini, ada 200 unit bus listrik yang akan menggantikan bus bermesin diesel yang sudah uzur.
Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas, Gilarsi W. Setijono di Jakarta, November 2022. Tempo/M Taufan Rengganis
Pada awal 2024, Transjakarta telah memanggil sejumlah perusahaan otobus rekanan mereka. Dalam sejumlah pertemuan, manajemen Transjakarta menyampaikan kualifikasi produk serta meminta para operator menyiapkan tawaran. Namun, lima bulan berlalu, belum ada tanda-tanda Transjakarta memulai pemesanan.
Gilarsi memerlukan kepastian pesanan dari Transjakarta karena lead time alias waktu yang dibutuhkan untuk menggarap bus, dari impor sasis hingga perakitan kendaraan siap pakai, memerlukan waktu enam-sembilan bulan. Itu pun bergantung pada kesiapan perusahaan karoseri yang menggarap bodi bus. “Jadi, kalau order Transjakarta turun tengah tahun, mungkin tidak akan bisa dikirim tahun ini,” ucapnya.
Beberapa operator bus anggota konsorsium Transjakarta menyebutkan pengadaan bus listrik berlantai tinggi pada tahun ini terhambat perbedaan harga. Semua operator bus, baik swasta maupun badan usaha milik negara, mengajukan harga di atas Rp 20 ribu per kilometer. Sedangkan harga perkiraan sendiri Transjakarta hanya Rp 17.500-19.000 per kilometer. Walhasil, tawaran para operator yang sudah muncul di katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tak dilirik Transjakarta.
•••
DIREKSI PT Mayasari Bakti mendapat undangan mendengarkan paparan Transjakarta pada Januari 2024 tentang pengadaan bus listrik berlantai tinggi sebanyak 200 unit. Mayasari adalah operator 52 dari 100 bus listrik berlantai rendah Transjakarta.
Dalam acara tersebut, direktur Mayasari Bakti, Ahmad Zulkifli, menuturkan, perwakilan Transjakarta menjelaskan petunjuk pelaksanaan pengadaan bus listrik. Di antaranya semua operator harus memasukkan tawaran dalam katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan menyertakan merek bus berikut agen pemegang mereknya di Indonesia. “Ada lima operator yang diundang,” ujarnya pada Rabu, 22 Mei 2024.
Bus listrik yang masuk daftar belanja antara lain BYD yang dipasarkan VKTR, Zhongtong dengan agen pemegang merek PT Mobilindo Armada Cemerlang, serta PT Mobil Anak Bangsa (MAB), perusahaan milik Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang memasarkan bus listrik MD12-E NF.
Sedangkan lima operator bus yang akan mengikuti tender adalah Perusahaan Umum Damri, PT Bianglala Metropolitan (BMP), dan PT Sinar Jaya Megah Langgeng. Belakangan, yang kemudian mengajukan tawaran di katalog elektronik adalah Mayasari Bakti, Damri, BMP, Sinar Jaya, PT Pahala Kencana, Koperasi Angkutan Arief Rachman Hakim, dan PT Steady Safe Tbk.
Direktur Utama Transjakarta Welfizon Yuza mengatakan, dari semua operator bus, baru tiga yang mengoperasikan bus listrik. Mereka adalah Mayasari sebanyak 52 unit, Damri dengan 26 bus Skywell buatan Cina, dan Bianglala dengan 22 bus Golden Dragon bikinan Cina. “Para operator sudah punya kuota mau isi berapa. Jadi terserah kemampuan mereka,” kata Yuza di Kantor Wali Kota Tangerang Selatan, Banten, pada Selasa, 21 Mei 2024.
Mayasari Bakti memakai tiga bus sekaligus, yaitu Zhongtong dan BYD buatan Cina serta MAB dari Indonesia. Perusahaan itu menawarkan bus BYD dengan harga Rp 25.128 per kilometer, sementara Zhongtong mengajukan harga Rp 25.133 per kilometer dan MAB Rp 26.437 per kilometer. Semuanya memakai skema kontrak 10 tahun dengan harga nyaris sama. “Di atas Rp 20 ribu per kilometer semua,” ujar Zulkifli.
Harga inilah yang membuat Transjakarta tak kunjung memilih tawaran operator yang masuk katalog elektronik. Saat operator diundang, kata Zulkifli, Transjakarta menyebutkan harga perkiraan sendiri hanya Rp 17.500-19.000 per kilometer untuk kontrak selama 10 tahun. Menurut dia, Transjakarta memperoleh angka tersebut setelah mencermati operasi bus listrik selama tiga tahun dengan skema investasi mobility as a service. Dalam skema ini, operator perlu membeli bus dan Transjakarta membayar biaya per kilometer kepada agen pemegang merek.
Dengan cara ini, Transjakarta mengalihkan risiko investasi dan perawatan ke operator bus. Operator bus seperti Mayasari kemudian membeli bus listrik dari agen pemegang merek dan pendanaannya berasal dari perusahaan pembiayaan.
Belakangan, untuk mengurangi biaya investasi operator, muncul skema lain. Operator tidak membeli bus, melainkan memberikan bayaran secara periodik kepada agen pemegang merek. Beban dan risiko investasi dilempar ke produsen bus. Yang sudah menjalankan skema ini adalah Damri dengan Skywell. Rupanya, skema inilah yang menginspirasi Transjakarta sehingga bisa memangkas biaya per kilometer yang mereka bayarkan.
Meski begitu, biaya pembelian bus listrik masih lebih mahal daripada bus bermesin diesel. Faktor ini yang menghambat penetrasi penggunaan bus listrik. Selain itu, tarif penumpang hanya menutup 20 persen biaya operasi. Sisanya ditambal subsidi dari pemerintah DKI Jakarta. Tahun ini, anggaran subsidi buat Transjakarta mencapai Rp 3,9 triliun.
Ketika diundang Direktur Operasi dan Keselamatan Transjakarta Daud Joseph, satu setengah bulan lalu, Direktur Utama MAB Kelik Irwantoro ditanyai tentang rencana pembiayaan yang disiapkan jika skema agen tunggal pemegang merek atau ATPM yang berinvestasi pada bus listrik jadi diterapkan. Menurut Kelik, mereka sudah berdiskusi dengan sejumlah lembaga pembiayaan untuk pengadaan bus listrik Transjakarta. Namun, Kelik menambahkan, kesepakatan bergantung pada harga per kilometer. Dengan skema agen pemegang merek yang menanggung investasi bus, MAB berharap harga per kilometer minimal Rp 13.400.
Itu hanya harga sampai di ATPM, belum mencakup harga per kilometer yang dibayarkan kepada operator. Berdasarkan informasi sejumlah operator, Kelik mengungkapkan, paling tidak harga dari operator Rp 9.000-10.000 per kilometer. Jika ditotal, harganya masih di atas Rp 20 ribu per kilometer. Sedangkan harga perkiraan sendiri Transjakarta maksimal hanya Rp 19 ribu per kilometer.
Direktur Utama VKTR Gilarsi Wahju Setijono mengaku lebih senang menjual putus bus listrik kepada operator. Tapi dia tak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa adopsi bus listrik untuk transportasi publik lebih sulit jika mengandalkan kemampuan operator saja. “Jadi kami juga sedang menimbang model mobility as a service. Anda bayar berapa per periode, tapi jaminan ke saya kontrak 10 tahun,” tuturnya. “Ini upaya kami untuk memudahkan operator bus beralih ke listrik.”
Sedangkan Direktur Utama Transjakarta Welfizon Yuza mengatakan rencana pengadaan bus listrik tidak macet. Sejak awal tahun, kata dia, TransJakarta menghitung sejumlah variabel untuk menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) jasa per kilometer bus listrik.
Salah satu yang membedakan pada pengadaan kali ini, kata Yuza, soal penambahan jumlah kilometer. Jika sebelumnya bus lantai rendah hanya menempuh 197 kilometer per hari, maka bus listrik lantai tinggi akan menempuh jarak 215 kilometer per hari. Operasi bus listrik selama dua tahun terakhir menurut Yuza memberikan data berupa efisiensi yang lebih tinggi dibanding perkiraan awal. Oleh karena itu, kata dia, dua komponen ini menjadi faktor penting yang menurunkan biaya per kilometer.
Soal HPS, kata Yuza, sampai dengan saat ini TransJakarta masih menghitungnnya. “Jumat atau minggu depan HPS kami tayangkan di katalog elektronik, setelah itu akan negosiasi dengan operator sampai deal,” kata dia.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Utak-atik Operasi Bus Listrik"