Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Impor bawang putih tersendat sehingga harganya naik.
Tingkat realisasi impor bawang putih masih di bawah 50 persen.
Kementerian Perdagangan tak menghapus RIPH sebagai syarat izin impor.
GEGER kenaikan harga bawang putih memaksa Kantor Staf Presiden bertindak. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono bercerita, pada Jumat, 17 Mei 2024, kantornya memanggil para importir bawang putih yang telah mengantongi surat persetujuan impor tapi tingkat realisasi impor mereka masih di bawah 50 persen. “Hasilnya disampaikan dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi di Kementerian Dalam Negeri,” kata Edy kepada Tempo, Selasa, 21 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor Staf Presiden (KSP) memanggil 40 perusahaan importir, tapi hanya 17 yang hadir secara fisik. Ada 14 perusahaan importir yang mengikuti pertemuan melalui aplikasi konferensi digital, sementara sembilan lainnya absen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edy mengatakan perusahaan yang mangkir tidak dapat dihubungi karena kontak yang dimiliki pemerintah salah. Padahal, dia mengungkapkan, pertemuan itu diperlukan untuk memetakan masalah yang memicu kenaikan harga bawang putih. KSP memasukkan bawang putih ke kelompok komoditas pangan dengan status harga tidak aman dan disparitas harga antardaerah tinggi.
Pekerja mengecek bawang putih impor dari Cina di salah satu agen di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Mei 2023. Tempo/Tony Hartawan
Pemanggilan importir adalah agenda lanjutan setelah KSP mengumpulkan para pejabat dari tujuh kementerian dan lembaga negara pada Rabu, 8 Mei 2024. Dalam risalah rapat tersebut tercatat pernyataan pemerintah yang menyebut rendahnya volume impor sebagai penyebab tingginya harga bawang putih. Secara keseluruhan, tingkat realisasi impor bawang putih tak sampai separuh dari total persetujuan impor yang telah diterbitkan pemerintah.
Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa Kementerian Perdagangan telah menerbitkan persetujuan impor atau PI bagi 56 perusahaan untuk mendatangkan 328 ribu ton bawang putih. Angka itu setara dengan 122 persen kebutuhan lima bulan. PI terbit setelah ada permohonan dari pelaku usaha yang mengantongi rekomendasi impor produk hortikultura atau RIPH dari Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian menerbitkan RIPH untuk 200 ribu ton bawang putih. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian mengklaim banyaknya importir baru sebagai penyebab molornya waktu realisasi impor.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono. ksp.go.id
Namun KSP melihat ada indikasi tingginya harga bawang putih berhubungan dengan lambatnya penerbitan PI. Edy mengatakan KSP memperoleh data yang menunjukkan 13 dari 15 perusahaan yang realisasi impornya masih nihil ternyata baru mengantongi PI pada 6 Mei dan 13 Mei 2024. Klaim ihwal rendahnya angka realisasi impor disebabkan oleh banyaknya pemain baru juga terbantahkan. Sebab, Edy menambahkan, sebanyak 13 perusahaan yang hadir dalam pertemuan dengan KSP baru pertama kali mendapatkan PI. Lima di antaranya sudah merealisasi impor 21-41 persen dari kuota yang mereka peroleh. “Tidak ada indikasi pemain baru kesulitan merealisasi impor,” tutur Edy.
Di sisi lain, pengusaha menyatakan rendahnya angka realisasi impor disebabkan oleh kesulitan mendapatkan suplai bawang putih dari negara pemasok, seperti Cina. Mereka menyatakan barang yang berada di Cina saat ini adalah hasil panen tahun lalu yang sudah disimpan berbulan-bulan di dalam gudang sehingga kualitasnya kurang baik. Pasokan bawang putih diperkirakan baru akan masuk pada Juni 2024 setelah musim panen di Cina tiba.
Edy memperkirakan pasokan bawang putih impor masuk ke Indonesia pada pertengahan Juni hingga Agustus mendatang. Ada sebelas importir yang bakal merealisasi impor paling lama pada Agustus. Karena itu, dia menjelaskan, kondisi ini perlu diantisipasi agar tidak terjadi penumpukan stok bawang impor. “Penumpukan impor pada periode tersebut dapat menyebabkan kelangkaan di periode berikutnya.”
Bawang putih adalah salah satu komoditas yang menjadi perhatian dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi yang dipimpin Kementerian Dalam Negeri pada Senin, 20 Mei 2024. Badan Pusat Statistik mencatat harga bawang putih pada April 2024 mengalami inflasi 5,51 persen dengan andil sebesar 0,02 persen terhadap tingkat inflasi nasional.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa mengatakan izin impor yang telah terbit sudah sesuai dengan kebutuhan. Hingga Kamis, 16 Mei 2024, izin impor telah terbit untuk 349 ribu ton bawang putih atau 54 persen dari alokasi yang ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas Kementerian Koordinator Perekonomian pada 13 Desember 2023. Masalahnya, dia menambahkan, realisasi impor itu baru 124 ribu ton atau 19 persen. Masalah lain adalah angka distribusi bawang putih impor yang baru mencapai 43 ribu ton.
Di luar persoalan itu, Ketut mengungkapkan, harga bawang putih di Cina masih lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Pada Maret 2023, dia menerangkan, harga bawang putih di Cina mencapai 7,5 yuan per kilogram. Sedangkan harga pada bulan ini sebesar 11,56 yuan per kilogram. Menurut Astawa, dengan harga tersebut, harga bawang putih di pelabuhan Indonesia bisa mencapai Rp 28 ribu per kilogram dan harga di pasar Rp 36 ribu per kilogram. “Relatif lebih tinggi,” ujarnya.
Aktivitas bongkar muat bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Oktober 2023. Tempo/Tony Hartawan
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Bambang Wisnubroto memastikan pasokan bawang putih ke pasar-pasar mulai meningkat dalam beberapa hari terakhir agar persoalan tak makin pelik, meski sebagian besar masih di bawah pasokan normal. Menurut dia, Kementerian Perdagangan terus memantau realisasi impor berdasarkan kuota atau izin yang telah diterbitkan sembari mempercepat penerbitan izin impor untuk menambah pasokan.
•••
HARGA bawang putih masih dalam tren menanjak sejak akhir tahun lalu. Panel harga Badan Pangan Nasional menunjukkan harga rata-rata bawang putih di tingkat pedagang mencapai Rp 42.830 per kilogram pada Rabu, 22 Mei 2024, meninggalkan batas harga eceran tertinggi yang dipatok Rp 32 ribu per kilogram oleh Kementerian Perdagangan. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang harga rata-rata Mei 2023 yang sebesar Rp 35.220 per kilogram dan harga rata-rata bulanan tertinggi tahun lalu yang mencapai Rp 39.990 per kilogram.
Tingginya harga bawang putih tak lepas dari keterbatasan pasokan. Pantauan Kementerian Perdagangan pada Jumat, 17 Mei 2024, menunjukkan pasokan bawang putih pada 14 dari 19 pasar induk masih di bawah normal. Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Bambang Wisnubroto mengatakan rata-rata pasokan dalam sepekan terakhir di 19 pasar sebesar 151 ton. Padahal biasanya tak kurang dari 191 ton. “Kami akan terus melakukan pengawasan,” ucapnya dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Senin, 20 Mei 2024.
Suplai bawang putih juga menjadi sorotan pemerintah. Dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi pada Senin, 13 Mei 2024, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan kian mahalnya bawang putih tidak semata-mata dipicu harga yang tinggi dari negara asal. “Tapi karena kita sendiri di dalam negeri, manajemen kita kurang bagus. Yang sudah diberi izin belum merealisasi impor sesuai dengan target," katanya.
Guru besar Institut Pertanian Bogor atau IPB University, Jawa Barat, Dwi Andreas Santosa, mengatakan masalah dalam tata kelola bawang putih terjadi karena campur-aduk antara program stabilisasi harga dan program swasembada. Dia memberi contoh, demi mencapai swasembada, pemerintah memberlakukan skema wajib tanam bawang putih di dalam negeri kepada para importir yang hendak mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura. Proses semacam ini, dia melanjutkan, bakal memperlambat proses impor. “Kalau impor ditahan, harga pasti melonjak,” tuturnya.
Pada 2019, masalah impor menyebabkan harga bawang putih melambung. Kala itu harga eceran bawang putih mendekati Rp 65 ribu per kilogram. Padahal harga internasionalnya di pelabuhan hanya Rp 10 ribu per kilogram. Berdasarkan hitungan Andreas, kerugian konsumen pada Maret-Mei 2019 bisa mencapai Rp 1 triliun akibat melambungnya harga di luar kewajaran.
Menurut Andreas, kondisi sekarang berbeda dengan pada 2019 karena saat ini harga internasional bawang putih juga naik. Berdasarkan catatan Andreas, harga bawang putih saat masuk pelabuhan merangkak naik dari Rp 16 ribu per kilogram pada 2020 menjadi Rp 17 ribu per kilogram pada 2022. Setahun kemudian, harganya mencapai ke Rp 18 ribu dan saat ini sebesar Rp 30 ribu per kilogram. Untuk mengatasi masalah ini, kata dia, pemerintah harus memisahkan program stabilisasi harga dari ambisi swasembada.
Andreas mengatakan pengendalian harga bawang putih semestinya tidak sulit karena sebagian besar kebutuhan di dalam negeri ditopang oleh produk impor. Kebutuhan bawang putih setiap bulan, dia menjelaskan, cenderung stabil sehingga pola impornya bisa dihitung dengan cermat. “Jika importir tidak taat, tinggal digetok saja,” ujarnya.
Toh, belakangan pemerintah dan pengusaha malah saling tunjuk dalam persoalan ini. Pemerintah menuding lambatnya realisasi impor sebagai biang kerok tingginya harga, sementara pengusaha mengeluhkan lambatnya penerbitan persetujuan impor. Jaya Sartika, importir bawang putih, mengklaim telah mengantongi RIPH dan mengajukan permohonan surat persetujuan impor atau SPI pada Januari 2024. “Sampai hari ini SPI belum turun,” kata Direktur Utama PT Jaya Agra Barokah itu pada Selasa, 21 Mei 2024. Biasanya, Jaya menjelaskan, SPI bisa terbit paling lambat 30 hari setelah pengajuan.
Jaya tak memungkiri informasi bahwa perkara kualitas dan harga barang juga membuat para pengusaha yang telah mengantongi SPI lebih selektif. Apalagi, dia menambahkan, Cina akan memasuki masa panen pada Juni 2024. Namun Jaya meyakini, jika pemerintah mempercepat penerbitan SPI, pasokan bawang putih ke Tanah Air bisa lebih banyak dan harganya dapat segera dikendalikan. “Kalau izin keluar pekan ini, kami akan langsung tancap gas sehingga barang bisa masuk,” tuturnya.
Jaya bukan satu-satunya pengusaha yang belum mengantongi SPI. Ketua Umum Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia, Antonius Reinhard Batubara, mengatakan sebagian besar anggota asosiasinya belum mendapatkan SPI. “Periode pengajuan permohonan bervariasi, ada yang awal tahun, ada yang baru,” ucapnya.
Importir lain, Sonny Kurniawan, yang juga anggota Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia atau Aseibssindo, mengaku belum mengantongi RIPH yang menjadi syarat pengajuan permohonan SPI. Akibatnya, sampai saat ini Sonny belum mengantongi izin impor. Dia mengaku mengalami kesulitan ketika memohon RIPH karena periode pengajuannya sangat sempit dan memakai sistem buka-tutup. Lambatnya penerbitan izin impor membuat importir tidak bisa segera membeli barang dari negara asal. Padahal harga di negara asal terus melambung.
Lantaran kendala tersebut, Aseibssindo beberapa kali mengirim surat kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Kepada Kementerian Perdagangan, mereka meminta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang menjadi dasar regulasi larangan dan pembatasan alias lartas ditinjau ulang, terutama untuk produk hortikultura seperti buah dan bawang. Mereka juga meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan meninjau ulang skema RIPH.
Ketua Umum Aseibssindo Ayub A. Fina mengatakan asosiasinya sebenarnya mendukung RIPH yang menjadi instrumen pengawasan produk hortikultura impor. Masalahnya, dia menjelaskan, anggota Aseibssindo mengalami kendala saat berupaya memperoleh rekomendasi tersebut. “Daripada usaha tidak bisa berjalan, kami mengajukan permohonan untuk meninjau kembali aturan itu.”
Pada akhir April 2024, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2024 yang memperbarui peraturan tentang kebijakan dan pengaturan impor. Dalam aturan terbaru, Kementerian Perdagangan tidak lagi mempersyaratkan adanya RIPH dalam pengajuan permohonan pada sebagian besar produk hortikultura. Namun ketentuan itu tak berlaku untuk bawang putih.
Dalam aturan tersebut, pemerintah masih mempersyaratkan RIPH yang berisi laporan hasil verifikasi, rekomendasi, atau pertimbangan teknis dari Kementerian Pertanian sebagai syarat penerbitan SPI untuk bawang putih. Alasannya, Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistiyo menambahkan, bawang putih masuk skema neraca komoditas transisi sejak 2023 sehingga perlu ada verifikasi dari kementerian atau lembaga pembina komoditas pertanian sebelum persetujuan impor terbit.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, mengatakan RIPH seharusnya tak lagi menjadi syarat pengajuan persetujuan impor. Musababnya, saat ini lembaga yang memiliki kewenangan atas keamanan pangan bukan lagi Kementerian Pertanian, melainkan Badan Pangan Nasional. Kewenangan pemeriksaan pun tidak lagi berada di Kementerian Pertanian, melainkan di Badan Karantina Indonesia. “Dokumen administratif seperti surat izin tidak perlu RIPH,” ujarnya.
•••
PENYELIDIKAN Ombudsman RI mengungkap adanya maladministrasi dan dugaan penyelewengan dalam impor bawang putih, baik dalam proses penerbitan rekomendasi impor produk hortikultura oleh Kementerian Pertanian maupun surat persetujuan impor oleh Kementerian Perdagangan. Ombudsman merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) mengenai dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Kementerian Perdagangan pada 16 Oktober 2023, sementara LAHP investigasi atas prakarsa sendiri tentang RIPH bawang putih terbit pada akhir Maret 2024.
Dalam persoalan SPI, Ombudsman menemukan beberapa informasi, antara lain mengenai permainan dalam penerbitan izin impor bawang putih pihak tertentu di lingkungan Kementerian Perdagangan sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur. Ada pula pelapor yang menyampaikan bahwa beberapa importir bawang putih mendapat intimidasi dari pihak tertentu di Kementerian Perdagangan agar tidak memohon volume impor lebih dari 5.000 ton. Orang-orang ini juga meminta importir tidak mengadukan masalah dalam penerbitan SPI kepada pihak mana pun. Jika ada aduan, SPI tidak akan terbit.
Informasi lain yang diperoleh Ombudsman berasal dari pelapor yang pernah ditawari seseorang yang mengaku dapat melancarkan penerbitan SPI bawang putih dengan biaya Rp 4.500-5.000 per kilogram. “Terhadap informasi-informasi tersebut, Ombudsman menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum selaku pihak yang lebih berwenang dan instansi terkait untuk mendalami ataupun melakukan penyelidikan," kata Yeka Hendra Fatika pada 17 Oktober 2023.
Dalam perkara RIPH, Ombudsman menemukan adanya maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum, tidak adanya kompetensi, dan pelampauan wewenang. Maladministrasi ini kemudian menyebabkan penerbitan izin berlarut-larut, diskriminasi, penyimpangan prosedur, dan pelaksanaan pelayanan RIPH bawang putih secara tidak kompeten.
Menurut Ombudsman, Kementerian Pertanian sebagai terlapor tidak kompeten mengawasi penyelenggaraan layanan RIPH dan wajib tanam sehingga berpotensi menimbulkan tindakan koruptif.
Selain itu, Yeka menambahkan, lemahnya pengawasan dan evaluasi dari atasan dan penanggung jawab pada Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan bentuk pengabaian kewajiban hukum terhadap pengawasan layanan sistem RIPH online. Atas temuan maladministrasi tersebut, Ombudsman sudah mengeluarkan rekomendasi tindakan korektif. “Kalau tidak dilaksanakan, akan kami sampaikan rekomendasi kepada presiden,” tutur Yeka.
Tempo meminta tanggapan tentang dugaan adanya pungutan dalam penerbitan RIPH ataupun SPI dari Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Muhammad Taufiq Ratule dan Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistiyo. Keduanya kompak membantah kabar adanya pungutan dalam perizinan impor tersebut.
Ihwal RIPH bawang putih, Arif mengatakan syarat tersebut selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas. Berdasarkan aturan tersebut, Arif menerangkan, pemerintah menetapkan neraca komoditas untuk beras, gula, daging lembu, pergaraman, dan perikanan. Adapun bagi komoditas yang belum memiliki neraca komoditas, penerbitan rekomendasi ekspor dan impor dilakukan melalui sistem informasi neraca komoditas. “Bawang putih termasuk komoditas yang belum tersedia neraca komoditasnya,” ujarnya.
Kementerian Koordinator Perekonomian telah menggelar sejumlah rapat koordinasi. Pada pekan keempat November 2022, pemerintah menetapkan neraca komoditas hortikultura transisi. Arif berujar, bawang putih masuk skema neraca komoditas transisi pada 2023 sehingga memerlukan verifikasi dari Kementerian Pertanian. Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa mengatakan bawang putih direncanakan masuk neraca komoditas pada 2025.
Namun guru besar IPB University, Dwi Andreas Santosa, mengusulkan penghapusan sistem kuota dalam impor bawang putih sebagai solusi untuk menstabilkan harga dan pasokan. “Bebaskan impor, harga akan stabil,” katanya. Usulan itu juga disampaikan dalam diskusi yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada Selasa, 21 Mei 2024.
Andreas mengatakan pembebasan impor akan memaksa importir bersaing sehingga tercipta harga yang adil. Menurut dia, penerapan sistem kuota selama ini menciptakan laba abnormal yang menyebabkan harga di pasar tidak terkendali. Jika masih berharap mencapai swasembada, ia meneruskan, pemerintah bisa menerapkan sistem tarif untuk impor. Dananya bisa dipakai untuk menyejahterakan petani. “Bukan dengan cara wajib tanam tapi harga tidak diatur.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Terganjal Lambatnya Izin Impor"