Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Aset Sitaan Korupsi Asuransi Jiwasraya Dilelang dengan Harga Murah, Siapa Untung?

Nilai lelang aset sitaan korupsi Asuransi Jiwasraya dituding di bawah harga pasar. Terhubung dengan eks narapidana kasus suap.

26 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESI penjelasan lelang alias aanwijzing perusahaan tambang batu bara PT Gunung Bara Utama (GBU) berjalan lancar di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 6 Juni 2023. Pejabat Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, perwakilan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kementerian Keuangan, serta petinggi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral turut hadir dalam forum itu. Hingga detik akhir, hanya PT Indobara Utama Mandiri (IUM) yang tercatat sebagai peserta lelang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panitia lelang meminta perwakilan PT IUM memenuhi sejumlah syarat, di antaranya kewajiban menyetor Rp 900 miliar ke kas negara. Dua hari kemudian, lelang tambang secara elektronik dibuka. Saham PT GBU ditawarkan dengan harga Rp 1,94 triliun. Karena tak ada penawaran lain, PT IUM otomatis menjadi pemenang. “Karena hanya satu peserta, dia yang jadi pemenang,” ujar Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Ketut Sumedana kepada Tempo pada Rabu, 22 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Gunung Bara Utama merupakan perusahaan pemilik konsesi batu bara di Sendawar, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Kejaksaan Agung menyita PT GBU dari tangan terpidana kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya, Heru Hidayat. Heru divonis bui seumur hidup dan wajib mengganti kerugian negara Rp 10,7 triliun. Penyitaan PT GBU merupakan bagian dari proses penggantian itu.

Heru adalah komisaris utama dan pemilik PT Trada Alam Minera Tbk. Heru menguasai PT GBU lewat kedua anak perusahaan PT Trada Alam Minera, yaitu PT Black Diamond Energy dan PT Batu Kaya Berkat. Duit korupsi Jiwasraya ditengarai digunakan untuk mengakuisisi PT GBU. Pemilik Maxima Group tersebut juga terseret perkara rasuah pengelolaan dana prajurit Tentara Nasional Indonesia yang dikelola PT Asabri (Persero). Namun hukuman baginya nihil lantaran hakim sudah menjatuhkan hukuman maksimal dalam kasus Jiwasraya. Sejumlah aset sitaan Heru kini dalam penguasaan Kejaksaan Agung untuk dilelang.

Ketut Sumedana mengatakan lelang PT GBU bukan perkara mudah. Kejaksaan Agung sebenarnya sudah menggelar lelang pertama untuk aset dan saham PT GBU pada 17 November 2022, tapi sepi peminat. Hingga batas lelang berakhir, Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung hanya mampu menjual aset PT GBU senilai Rp 9 miliar. Tak ada yang mau membeli 1.626.383 lembar saham PT GBU.

Heru Hidayat bersiap mengikuti sidang pembacaan putusan kasus korupsi Asabri di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 18 Januari 2022. Dok. Tempo /Hilman Fathurrahman W

Saat itu harga lelang saham yang ditawarkan Rp 3,4 triliun. Harga tersebut diperoleh dari penaksiran kantor jasa penilai publik Pung's Zulkarnain & Rekan yang ditunjuk Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. “Pada lelang pertama, tak ada yang mau membeli saham PT Gunung Bara yang dilelang senilai Rp 3,4 triliun,” tutur Ketut.

Gagal melelang PT GBU, Kejaksaan Agung menggandeng Kementerian Keuangan serta Kementerian ESDM. Kedua kementerian itu merekomendasikan lelang saham PT GBU diulang. Harga saham PT GBU pun dikaji kembali. Mereka lantas menunjuk kantor jasa penilai publik Tri Santi & Rekan pada 3 April 2023. Dalam taksiran mereka, harga saham PT GBU menyusut menjadi Rp 1,94 triliun. Harga inilah yang kemudian dilepas pada lelang kedua dan dimenangi PT IUM.

Dokumen risalah lelang menuliskan PT IUM ditetapkan sebagai pemenang lewat surat bernomor 293/28/2023 tertanggal 8 Juni 2023 yang ditandatangani Kepala KPKNL Jakarta IV Karman. Saham tersebut diserahkan kepada Oki Triwahyudi selaku pemegang kuasa PT IUM.

Setelah dilelang, kantor PT GBU di Jakarta justru tak beroperasi lagi. Gedung tiga lantai di Jalan Tebet Barat Raya, Jakarta Selatan, itu malah beralih peruntukan menjadi kantor agen travel haji dan umrah, Aston Alhijaz Hotels. Salah seorang karyawan mengatakan kantor PT GBU masih menerima surat. Tapi tak ada aktivitas di sana. “Mereka cuma menumpang alamat,” ucapnya.

Kemenangan PT IUM turut menjadi buah bibir di kalangan pengamat dan pengusaha batu bara. Pelelangan di Kejaksaan Agung itu bahkan menjadi tema utama salah satu diskusi pada 15 Mei 2024 di Jakarta. Dalam diskusi itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Faisal Basri, menduga ada indikasi penyusutan harga limit (markdown) saat Kejaksaan Agung melelang PT GBU. Ia menganggap, jika menghitung potensi cadangan batu bara PT GBU, nilai lelang Rp 1,94 triliun tergolong murah. “Kerugian negara bisa berlipat ganda karena penyusutan harga,” tuturnya.

Forum diskusi itu juga menyoal kucuran dana Rp 2,4 triliun yang berasal dari Bank Negara Indonesia (Persero). Uang tersebut ditengarai digunakan PT IUM untuk membayar harga lelang PT GBU. Dimintai konfirmasi soal ini, Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo membantah informasi tersebut. “PT Indobara Utama bukan debitor kami,” ujarnya. Tapi Okki tak menjawab tegas apakah uang itu dicairkan kepada perusahaan yang terafiliasi dengan PT IUM.

Aset PT Gunung Bara Utama yang merupakan barang rampasan negara dalam perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya saat dinilai oleh tim penilai Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), Oktober 2021. www.djkn.kemenkeu.go.id/

Ketut Sumedana membantah jika harga lelang PT GBU disebut terlalu murah. Taksiran harga sudah didasari pemeriksaan lapangan. Mereka juga bekerja sama dengan Kementerian ESDM untuk menentukan kandungan batu bara, kualitas, dan nilai pasarnya pada saat itu. “Enggak mungkin appraisal hanya melihat dokumen,” ucapnya.

Lahan konsesi tambang batu bara PT GBU di Kutai Barat memiliki luas 5.350 hektare. Cadangan batu baranya diperkirakan mencapai 70,68 juta metrik ton dengan nilai kalori 4.700-5.400 kilokalori per kilogram. Jika merujuk pada harga acuan Kementerian ESDM yang ditetapkan US$ 151 per metrik ton, potensi keuntungan tambang di lahan PT GBU di masa depan bisa mencapai puluhan triliun rupiah.

Pengacara PT GBU, Aldres Jonathan Napitupulu, juga menganggap harga lelang PT GBU terlalu rendah. Ia mengatakan, dalam praktik bisnis, valuasi nilai saham perusahaan tambang ditentukan berdasarkan luas area konsesi, kandungan dan kualitas batu bara, serta harga jual pasar ketika itu. PT GBU diperkirakan menghasilkan keuntungan lebih di masa depan. “Sementara muncul keterangan saksi di persidangan PT Asuransi Jiwasraya bahwa kerugian negara dalam kasus itu bisa diselesaikan dalam waktu tujuh tahun jika jaksa tidak menyelesaikan perkara ini lewat jalur hukum,” katanya.

Pembelaan datang dari pihak manajemen kantor jasa penilai publik Tri Santi & Rekan, Ruspriono. Ia mengatakan taksiran nilai saham perusahaan lazim dikaji menggunakan pendekatan aset, pendapatan, dan pasar. Dalam perkara PT GBU, pendekatan pasar harus diabaikan karena kondisi lantai bursa yang fluktuatif dan tidak sebanding. Sementara itu, dari sisi pendapatan, nilai saham perusahaan tambang ditaksir menurut potensi performa korporat atau enterprise value.

Proses appraisal juga memperhitungkan analisis capital expenditure alias modal usaha untuk mengelola aset perusahaan. Hal itu termasuk aset dan beban utang non-operasional seperti penyelesaian piutang. Ketika perusahaan itu punya utang dengan pihak ketiga, kewajiban tersebut juga harus diselesaikan setelah lelang. “Kami hanya menjahit data dari orang yang berkompeten sesuai dengan standar penilaian dan profesi,” ujar Ruspriono.

Urusan piutang ini juga menjadi masalah pelik saat Kejaksaan Agung memproses pelelangan PT GBU. Induk usaha PT GBU sebelumnya, PT Trada Alam Minera Tbk, pernah bekerja sama membangun jalur logistik atau hauling road dengan anak usaha PT Adaro Energy Indonesia, yakni PT Alam Tri Abadi. Laporan keuangan PT Adaro Energy pada 2021 mencantumkan kerja sama itu dibiayai PT Adaro Capital Limited (ACL) senilai US$ 100 juta. Saham PT Black Diamond Energy dan PT Batu Kaya Berkat, pemilik saham PT GBU kala itu, dijadikan jaminan pinjaman.

Suntikan dana dari PT ACL digunakan untuk membangun jalan sepanjang 60 kilometer yang membentang dari area konsesi PT GBU ke wilayah konsesi tambang Adaro MetCoal, anak usaha PT Adaro Energy Indonesia. Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Indonesia Tbk Febriati Nadira mengatakan pihaknya menjalin kerja sama untuk memudahkan pengiriman tambang ke pelabuhan jetty di pinggir Sungai Mahakam.

Aktivitas penambangan dalam video profil perusahaan PT Gunung Bara Utama. Tempo/Gunawan Wicaksono

Kerja sama itu belakangan mandek setelah Kejaksaan Agung menyita semua aset PT GBU pada awal 2020. Langkah tersebut dilakukan setelah jaksa menahan Heru Hidayat selaku Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera pada 14 Januari 2020. PT Adaro Energy menuntut pengembalian hak atas aset yang kadung disita itu. Mereka berulang kali melayangkan surat somasi kepada PT Trada Alam Minera, tapi utang tersebut tak kunjung dibayar.

Karena kasus itu, Febriati Nadira menjelaskan, PT ACL mengalihkan semua hak dan manfaat atas piutang atau cessie kepada pihak ketiga. Ia enggan menyebutkan siapa pihak ketiga tersebut. Menurut dia, piutang tersebut sudah selesai setelah mereka menerima pembayaran penuh pada 18 Februari 2022. “PT ACL merupakan kreditor yang memiliki iktikad baik di balik kerja sama itu. Kami justru yang menjadi korban,” ucap Nadira.

Ketut Sumedana menerangkan, utang PT GBU sudah dihitung dalam proses appraisal. Sebanyak Rp 900 miliar diserahkan kepada pihak yang memiliki piutang ke PT GBU. Sisanya atau sekitar Rp 1,1 triliun diserahkan ke KPKNL. Dia mengaku tak memahami detail urusan utang-piutang itu. “Kami melindungi orang-orang yang punya iktikad baik dari perjanjian yang dibikin sebelum penyitaan,” tuturnya.

PT Adaro Energy Indonesia merupakan perusahaan ternama di sektor tambang. Presiden Direktur PT Adaro Energy adalah Garibaldi Thohir atau biasa disapa Boy Thohir, kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Boy memiliki 6,18 persen saham PT Adaro Energy. Sementara itu, Presiden Komisaris PT Adaro Energy adalah Edwin Soeryadjaya yang menguasai 3,29 persen saham.

Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Adi Wibowo tak menjawab pertanyaan soal setoran hasil lelang PT GBU yang masuk ke kas negara. Tempo juga meminta penjelasan ihwal keterlibatan lembaganya seputar pelaksanaan lelang PT GBU. Namun surat permohonan wawancara yang dikirim tak kunjung berbalas hingga Jumat, 24 Mei 2024. “Surat jawabannya masih saya koreksi,” ujarnya pada Kamis, 23 Mei 2024.

Febriati Nadira enggan menanggapi putusan Kejaksaan Agung atas mekanisme penyelesaian lelang dan utang PT GBU. Ia juga membantah dugaan bahwa pimpinan dan pemegang saham PT Adaro Energy Indonesia cawe-cawe dalam proses lelang PT GBU. “PT Adaro Energy Indonesia dan para pengurus serta pemegang saham pengendali adalah pihak yang tidak terafiliasi dengan perkara itu. Piutang usaha sudah selesai,” katanya.

•••

NAMA Andrew Hidayat turut muncul selepas proses lelang PT Gunung Bara Utama di Kejaksaan Agung. Lewat kepemilikan saham berlapis, ia diduga terhubung dengan pemenang lelang PT GBU, yakni PT Indobara Utama Mandiri. Andrew, kini 45 tahun, pernah divonis dua tahun bui selepas didakwa perkara suap izin tambang di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, pada 2015. Jejaring bisnisnya terbentang di berbagai sektor lewat berbagai anak perusahaan PT MMS Group Indonesia.

Andrew juga punya pergaulan tingkat atas. Dalam sepotong video yang diunggah kanal PT MMS Group Indonesia di YouTube, Andrew terlihat berbincang akrab dengan Garibaldi “Boy” Thohir dalam acara peresmian gedung Commodity Square, Jakarta Selatan, pada 24 Oktober 2021. Gedung itu sebelumnya bernama Berita Satu Plaza.

Selain Andrew Hidayat, nama Victor Notty mencuat setelah PT IUM menguasai PT GBU. Victor adalah pemilik 99,9 persen saham PT Mentari Perkasa Nusantara. Sementara itu, PT Mentari Perkasa menguasai 1 persen saham PT IUM. Ia juga menguasai PT IUM lewat PT Sentra Mineral Kaltim. Sebanyak 34 persen saham PT Sentra Mineral dimiliki PT Sinar Sinergi Harapan. Di PT Sinar Sinergi, Victor juga menguasai 99,9 persen saham.

Akta PT IUM tertanggal 20 Desember 2023 menyebutkan 99,9 persen saham perusahaan itu dikuasai PT Sentra Mineral Kaltim. Adapun saham PT Sentra Mineral dikuasai PT Mitra Bumienergi Sukses dan PT Sinar Sinergi Harapan. Sebanyak 99,9 persen saham PT Mitra Bumienergi dikuasai PT Mulia Mandiri Sukses. Di sini baru nama Andrew muncul. PT MMS Group Indonesia milik Andrew Hidayat menguasai mayoritas saham PT Mulia Mandiri.

Victor Notty diduga terhubung dengan Andrew Hidayat. Victor lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada 1959. Dari informasi yang dikumpulkan, dia adalah anak Ridolof Notty, petugas keamanan yang disebutkan pernah bekerja di keluarga Andrew. Victor beralamat di kompleks perumahan Villa Pertiwi, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Surat permohonan wawancara yang dikirimkan ke rumah Victor tak dibalas hingga Jumat, 24 Mei 2024.

Andrew Hidayat, mendengarkan pembacaan dakwaan atas dirinya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 29 Juni 2015/Dok. Tempo/Eko Siswono Toyudho

Andrew Hidayat beralamat di kawasan elite Jalan Karawang, Menteng, Jakarta Pusat. Saat Tempo menyambangi rumahnya untuk mengirimkan surat permintaan wawancara, Andrew tak berada di tempat. Rumah yang berdiri di atas lahan sekitar 600 meter persegi itu terlihat sedang direnovasi.

Tempo melayangkan surat permohonan wawancara ke kantor Andrew di PT MMS Group Indonesia. Surat itu kemudian dibalas oleh seorang perwakilan PT MMS Group, tapi pernyataannya tidak untuk dikutip. Seorang pegawai PT MMS Group membantah jika perusahaannya disebut terlibat dalam lelang PT GBU. Ia mengklaim PT MMS Group justru mengakuisisi saham PT GBU yang dimiliki PT IUM dari pihak ketiga pada September 2023, atau tiga bulan setelah lelang. Tak ada pinjaman bank dalam transaksi itu.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan peralihan struktur kepemilikan saham hanya bisa dilakukan setelah disetujui menteri. Persetujuan itulah yang menjadi dasar izin eksplorasi sesuai dengan rencana kerja. “Kami hanya membantu menjelaskan regulasi pertambangan,” katanya. Hingga kini, nama PT IUM belum tercatat dalam situs Minerba One Data Indonesia.

Kejaksaan Agung tak mempersoalkan perubahan struktur kepemilikan perusahaan pemenang lelang PT GBU. Mereka juga tak menelusuri asal-usul uang PT IUM untuk membeli saham PT GBU. Ketut Sumedana mengatakan Kejaksaan Agung berfokus pada upaya pemulihan aset untuk mengembalikan kerugian negara. “Kalau semua waktunya digunakan untuk melacak, bisa tidak jadi itu lelang,” ucapnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Fajar Pebrianto, Lani Diana, dan M. Khory Alfarizi berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Dua Lelang Saham Gunung Bara". 

Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus