Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masalah Bawang Putih: Panen Buruk, Impor Bermasalah

Hasil panen bawang putih di sejumlah sentra produksi menyusut. Kenaikan harga makin tak tertahan. 

26 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga bawang putih di sejumlah kota terus melambung.

  • Panen bawang putih terganggu persoalan cuaca.

  • KPPU menyelisik kondisi suplai bawang putih di sejumlah pasar.

DENGAN terkaget-kaget, Dinar membayar Rp 13 ribu untuk 250 gram bawang putih yang ia beli di sebuah warung di Depok, Jawa Barat, pada Rabu, 22 Mei 2024. Padahal biasanya ibu rumah tangga 40 tahun ini bisa mendapatkan bawang lebih banyak dengan harga Rp 10 ribu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keluhan serupa dimiliki Marni, 45 tahun, warga Medan, Sumatera Utara. Dia merasakan kenaikan harga bawang putih sebesar Rp 500 menjadi Rp 1.000. Hingga akhirnya dia harus menebus 1 kilogram bawang putih senilai Rp 40 ribu di Pasar Sukaramai, Medan. “Harga bawang merah dan cabai sudah duluan naik,” katanya pada Rabu, 22 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahalnya harga bawang putih menjadi sorotan dalam rapat pengendalian inflasi yang dikoordinasi oleh Kementerian Dalam Negeri pada Senin, 20 Mei 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga pekan ketiga Mei, harga pangan ini naik 1,81 persen dibanding pada April. Persoalannya, sebanyak 51,67 persen kabupaten/kota di Indonesia mengalaminya. “Perlu diwaspadai karena jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga bertambah,” tutur Puji Ismartini, Deputi I Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS.

Panel harga di situs resmi Badan Pangan Nasional menunjukkan harga rata-rata nasional bawang putih Rp 42.990 per kilogram atau meningkat 0,37 persen dalam sepekan terakhir. Harga tertinggi terpantau di Provinsi Papua Pegunungan sebesar Rp 77.460 per kilogram dan yang terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Rp 37.470 per kilogram. 

Agus (kanan), petani bawang putih Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah saat panen bawang putih bersama kelompok tani 'Taruna Garap Tani', pada awal Mei 2024. Dokumentasi Pribadi

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa menuturkan, stok bawang putih nasional awal tahun ini sebenarnya mencapai 96 ribu ton. Adapun kebutuhan bawang putih per bulan sekitar 55 ribu ton sehingga perlu segera ada tambahan pasokan. 

Kementerian Perdagangan mencatat neraca bawang putih per Desember 2023 dengan stok pada akhir 2023 sebanyak 50.606 ton. Dengan perkiraan produksi 26.724 ton, ada kebutuhan tambahan sebanyak 668.702 ton setahun atau 55.725 ton sebulan. Adapun alokasi kebutuhan impor sebanyak 645.025 ton. 

Ketut menduga persoalannya adalah tingkat realisasi pengadaan dari luar negeri yang kurang alias tidak seperti harapan. Dari kuota 349 ribu ton dalam izin impor yang telah terbit, angka realisasinya baru 124 ribu ton. 

Namun, Kementerian Dalam Negeri menganalisis, masalahnya bukan hanya tingkat realisasi impor yang kurang, tapi ada pula dari sisi produksi. Sebab, tren produksi bawang putih menurun dari tahun ke tahun. BPS mencatat angka produksi bawang putih nasional pada 2023 sebesar 30.194 ton. Sedangkan kebutuhan dalam negeri sekitar 554 ribu ton dengan proyeksi pertumbuhan konsumsi 1,38 persen per tahun. 

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Batara Siagian membenarkan informasi bahwa produksi bawang putih terus merosot. Menurut dia, komoditas ini memang memiliki karakteristik tersendiri terutama terkait dengan iklim dan kelembapan. “Ini menjadi persoalan karena kondisi alam kita. Sama seperti kedelai sehingga perlu inovasi tertentu dalam upaya penanaman bawang putih,” ujarnya. 

Menurut Batara, Kementerian Pertanian terus mengembangkan penanaman bawang putih di beberapa area, seperti di Nusa Tenggara Barat. Namun luas areanya tidak signifikan atau penanaman tak bisa dilakukan secara besar-besaran. Kementerian Pertanian akan menyampaikan kajian lebih detail tentang penurunan angka produksi, termasuk untuk membuka lahan di daerah baru atau meningkatkan kapasitas di wilayah sentra produksi.

•••

AGUS tak terlalu happy pada musim panen bawang putih kali ini. Kondisi cuaca yang kurang bersahabat membuat hasil panennya tidak optimal. “Kena hujan dan angin, hasilnya jadi kurang bagus,” Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Taruna Garap Tani di Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, ini bercerita kepada Tempo, Kamis, 23 Mei 2024. 

Menurut Agus, lahannya hanya menghasilkan bawang putih rata-rata 6 ton basah per hektare pada periode panen yang telah berlangsung mulai pertengahan April 2024. Padahal, apabila kondisinya bagus, dia bisa memanen bawang putih 8-10 ton basah per hektare. Pada musim tanam ini, petani yang tergabung dalam tiga kelompok tani menggarap lahan seluas 51 hektare. Mereka merupakan mitra perusahaan importir yang menjalankan kewajiban menanam bawang putih sebagai syarat mendapatkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian.

Kewajiban importir menanam bawang putih tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2017 tentang RIPH. Pasal 32 aturan itu menyatakan importir bawang putih wajib menanam sendiri bawang putih di dalam negeri atau bekerja sama dengan kelompok tani. Pemerintah menyarankan bawang putih ditanam di lahan baru. Penanaman harus berlangsung paling lama setahun setelah impor terealisasi.

Pemerintah mewajibkan importir memproduksi bawang putih minimal 5 persen dari volume permohonan RIPH per tahun dengan asumsi produktivitas rata-rata 6 ton per hektare. Laporan realisasi penanaman bawang putih dipakai untuk mengajukan permohonan RIPH berikutnya. Kementerian Pertanian akan memprioritaskan penerbitan RIPH untuk pelaku usaha yang mematuhi aturan wajib tanam bawang putih.

Gapoktan Taruna Garap Tani memulai musim tanam tahun ini pada awal Februari secara bertahap di lahan mereka. Benih berkualitas didapatkan dari mitra perusahaan. Apes, saat tanaman memasuki fase pertumbuhan, hujan turun beberapa hari berturut-turut. Tapi tanaman tak sampai busuk. Para petani masih punya harapan. Pada pertengahan April, mereka memulai panen. Hingga pekan lalu, sebagian besar lahan sudah dipanen. “Ada juga yang belum.”

Susutnya hasil panen di dalam negeri, juga penurunan tingkat realisasi impor bawang putih, membuat suplai ke pasar domestik berkurang. Hal inilah yang mendorong harga komoditas itu terkerek naik. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun turun tangan. Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa mengatakan timnya terjun langsung ke tujuh wilayah kerja. Kantor Wilayah I KPPU Medan, misalnya, mendatangi Pasar Petisah dan pusat belanja Medan Mega Trade Center (MMTC). Di sana, harga bawang putih didapati melesat melampaui harga acuan yang ditetapkan Badan Pangan Nasional Rp 32 ribu per kilogram.

Di Pasar Petisah, harganya bisa mencapai Rp 42 ribu per kilogram. Sedangkan di MMTC, harganya sebesar Rp 36 ribu per kilogram. Konsumen bisa mendapatkan bawang putih seharga Rp 34 ribu per kilogram, tapi dengan pembelian minimal sekarung berisi 20 kilogram. “Itu pun masih di atas harga acuan,” tutur Kepala Kantor Wilayah I KPPU Medan Ridho Pamungkas pada Rabu, 22 Mei 2024.

Dalam kondisi normal, bawang putih biasa dijual seharga Rp 25 ribu per kilogram di MMTC. Meskipun harganya naik, Ridho meyakinkan pasokan aman. Sebab, suplai distributor kepada pedagang tidak terganggu. Bedanya, kenaikan harga ini membuat omzet para pedagang menurun. Sebagai contoh, dari biasanya hingga sepuluh karung, sekarang pedagang hanya dapat menjual lima karung bawang putih setiap hari. KPPU juga akan memeriksa stok di tingkat distributor dan importir untuk mencari tahu penyebab kenaikan harga bawang putih yang membuat jengkel para ibu seperti Dinar di Depok dan Marni di Medan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Mei Leandha dari Medan berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Naik Banderol Lantaran Panen Ambrol" 

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus