Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Zabidi mendapati sapi-sapi peliharaannya di Bogor dan Depok terus-menerus mengeluarkan air liur sejak November tahun lalu. Ia mencatat, sekitar 80 persen dari sapi-sapi itu sempat terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi peternak sapi asal Pati, Jawa Tengah, ini tak patah arang. Ia memastikan sapi-sapinya selalu tervaksinasi dan memperoleh suplai pangan yang cukup. Untuk setiap dosis vaksin PMK, Zabidi mengaku biasa menebus seharga Rp 30 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peternak berusia 48 tahun ini juga selalu membaluri salep ke kuku sapi dan memastikan kebersihan kandang. Menurut dia, sapi-sapi dewasa umumnya lebih cepat pulih ketimbang sapi-sapi anakan. Kini ia mengklaim, sapi-sapinya telah terbebas dari penyakit menular itu. "Yang penting perut sapi jangan sampai kosong," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 28 Januari 2025.
Masalahnya, wabah PMK tak hanya menyerang peternakan Zabidi. Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat saat ini ada sembilan provinsi berstatus zona merah PMK. Enam di antara provinsi itu di Pulau Jawa, sedangkan sisanya di Lampung, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Akibat dari pageblug yang terakhir melanda pada 2022 ini, Zabidi mengaku kesulitan mendatangkan sapi-sapi dari Gilimanuk, Bali. Awal tahun ini, ia berusaha mendatangkan 28 ekor sapi dari wilayah itu. Tapi rencana itu buyar karena persyaratan yang makin ketat.
Setiap sapi yang akan diperdagangkan antarpulau wajib divaksin. Sayangnya, Zabidi mengatakan, akses vaksin itu belum merata. Ketika Badan Karantina Indonesia mewajibkan vaksinasi, tak semua Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mampu menyediakannya. "Persyaratan harus divaksin, sementara vaksin enggak ada. Jadinya perdagangan macet," tuturnya.
Sedangkan untuk perdagangan di dalam pulau, Zabidi mengatakan masih tetap berjalan. Tapi peternak wajib memeriksa kesehatan setiap sapi yang diperdagangkan. Untuk setiap ekor, biayanya mencapai Rp 250 ribu. Biaya ini, ujar dia, menjadi beban bagi peternak.
Sapi-sapi yang banyak diperdagangkan di dalam pulau juga bukan sapi-sapi dalam kondisi segar, tapi sapi-sapi yang dilego ke tukang jagal untuk dipotong paksa. Sapi-sapi itu rela dilepas peternak setelah menunjukkan gejala terpapar virus. Tapi, Zabidi mengatakan, sapi potong paksa hanya dihargai separuh dari kondisi normal.
Zabidi menambahkan, ia menyayangkan pemerintah justru mengimpor sapi besar-besaran di tengah wabah PMK di dalam negeri. Ia khawatir dengan kedatangan sapi-sapi dari luar negeri itu, peternak makin kehilangan pasarnya. "Yang saya takutkan kalau perdagangan terus-terusan macet, nanti peternak bisa ngambek," tuturnya.
Tahun ini, pemerintah menargetkan mendatangkan 200 ribu ekor sapi perah dan 200 ribu ekor sapi pedaging. Dalam lima tahun, target total indukan sapi impor mencapai sekitar 2 juta ekor, dengan 1 juta ekor di antaranya sapi perah. Impor itu tak dilaksanakan langsung oleh pemerintah. Pemerintah meminta para pengusaha ternak sapi di Indonesia yang mendatangkan sapi indukan dari luar negeri.
Data dari Kementerian Pertanian, sejak 28 Desember 2024 hingga 27 Januari 2025, 29.446 ekor sapi telah terpapar PMK. Dari jumlah itu, 859 ekor di antaranya mati, sedangkan 390 ekor dipotong paksa.