Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden, wakil presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara saat melaksanakan kampanye Pemilihan Umum (Pemilu). Hal itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, serta pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara,” dikutip dari Pasal 304 ayat (1) beleid tersebut. Lantas, apa saja fasilitas negara yang dilarang dipakai untuk kampanye?
Daftar Fasilitas Negara yang Tidak Boleh Dipakai untuk Kampanye
Berdasarkan Pasal 304 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, fasilitas negara yang dilarang digunakan selama masa kampanye adalah sebagai berikut:
- Sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas, meliputi kendaraan dinas pejabat negara atau pegawai dan alat transportasi lainnya.
- Gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dengan memperhatikan prinsip keadilan.
- Sarana perkantoran, radio daerah, dan sandi atau telekomunikasi milik pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota, serta peralatan lainnya.
- Fasilitas lainnya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
- Walaupun tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas negara saat kampanye, terdapat beberapa pengecualian, antara lain fasilitas yang menyangkut pengamanan, protokoler, dan kesehatan yang melekat pada presiden dan wakil presiden akan tetap diberikan.
Kemudian, ketika presiden dan wakil presiden mencalonkan diri kembali menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres), maka fasilitas negara berupa pengamanan, pengawalan, dan kesehatan tetap diberikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, bagi capres dan cawapres yang tidak berstatus sebagai presiden atau wakil presiden, akan diberikan fasilitas pengamanan, pengawalan, dan kesehatan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selama masa kampanye.
“Calon presiden dan calon wakil presiden yang bukan presiden atau wakil presiden, selama kampanye diberikan fasilitas pengamanan, pengawalan, dan kesehatan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia,” dikutip dari Pasal 305 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017.
Dengan demikian, capres dan cawapres nomor urut 1, 2, dan 3 dalam Pemilihan Pilpres 2024, yaitu Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapatkan pengawalan, pengamanan, dan kesehatan oleh Polri.
Selanjutnya: Pejabat yang dilarang ikut kampanye
Tak hanya menyebutkan larangan penggunaan fasilitas negara, UU Pemilu juga mengatur pihak-pihak yang tidak boleh ikut berkampanye. Mengacu pada Pasal 280 ayat (2), berikut pejabat yang dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye:
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung, dan hakim pada semua peradilan di bawah
- Mahkamah Agung (MA) serta hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK).
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
- Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia (BI).
- Dewan direksi, dewan komisaris, dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
- Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
- Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri.
- Kepala desa.
- Perangkat desa.
- Anggota badan permusyawaratan desa.
- Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak mempunyai hak memilih.
Bagi pihak-pihak tersebut yang ikut kampanye akan terancam pidana dengan sanksi kurungan penjara dan denda. “Setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang melanggar larangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,” dikutip dari Pasal 493 UU Pemilu.
MELYNDA DWI PUSPITA